Si Penista yang Tak Tersentuh Hukum

Hari ini Selasa 4 Maret 2017, sidang kasus penistaaan kepercayaan yg dilakukan Ahok memasuki sidang ke-17, menggunakan agenda Pemeriksaan diri Terdakwa, yakni sdr. Basuki Tjahja Purnama Alias Ahok.

Selain menghadirkan Ahok, persidangan kali ini pula mengagendakan pemeriksaan barang bukti. Seperti yg dikatakan sang Hakim Ketua Majelis Dwiarso Budi Santiarto waktu penutupan sidang ke-16, Selasa 29 Maret 2017 minggu yg kemudian.

Ahok Penista Agama

Pada sidang sebelumnya, enam orang saksi yg dihadirkan merupakan yang terakhir yg dihadirkan oleh pihak terdakwa.

Yang tadinya tim pengacara hukum Ahok sudah menyiapkan ada poly saksi yg bisa meringankan Calon Gubernur DKI Jakarta yang diusung oleh partai PDIP sebagai partai penguasa ketika ini. Tetapi, atas permintaan Ahok ke-12 saksi tidak perlu dihadirkan buat mempercepat jalannya persidangan.

Si Penista yg Tak Tersentuh Hukum

Setelah agenda inspeksi terdakwa & barang bukti, jaksa penuntut umum (JPU) akan pribadi mengajukan tuntutan pada sidang pemeriksaan terdakwa & barang bukti atau pada agenda sidang berikutnya lagi.

Kasus penistaan agama yg terjadi pada Indonesia bukan kali ini terjadinya. Dalam lebih menurut 40 tahun terakhir poly kasus Penistaan Agama yg terjadi, & hampir semuanya terjadi menggunakan pola yg sama, selalu diawali menggunakan demonstrasi massa serta tuntutan penegak aturan berakibat alasan keresahan warga .

Berikut beberapa perkara Penistaan Agama yg sebagai perhatian rakyat pada kurun waktu 50 tahun terakhir :

Lia Aminudin, atau Lia Eden

Lia Eden Penista Agama

Mengaku menjadi Imam Mahdi & menerima wahyu menurut malaikat Jibril, yang mengaku pernah bertemu Bunda Maria dan dijebloskan ke penjara sebesar 2 kali. Pertama dalam Juni 2006, divonis 2 tahun karena terbukti menodai kepercayaan dan tiga tahun lalu dalam 2009 pula dengan alasan yang sama selesainya polisi menyita ratusan brosur yang dievaluasi menodai agama.

Arswendo Atmowiloto

Arswendo Atmowiloto si Penista Agama

Seorang penulis yang dijebloskan ke penjara karena survei tabloid Monitor, pada tahun 1990. Penulis dan wartawan Arswendo Atmowiloto dipenjara selama empat tahun enam bulan, keputusan banding pada Pengadilan Tinggi & Mahkahmah Agung, terkait survei untuk tabloid Monitor dengan lebih 33.000 kartu pos berdasarkan pembaca. Dalam survei tokoh pilihan pembaca tersebut, Presiden Soeharto kala itu berada pada loka pertama sementara Nabi Muhammad pada urutan ke-11.

HB Jassin,

HB Jassin si Penista Agama

Seorang sastrawan yg poly dikritik setelah menerbitkan cerita pendek Langit Makin Mendung lantaran penggambaran Allah, Nabi Muhammad & Jibril dalam tahun 1968. HB Jassin sudah meminta maaf namun tetap diadili lantaran penistaan & dijatuhi hukuman percobaan selama satu tahun.

Kasus-perkara pada atas, berdasarkan HB Jassin, Arswendo, Lia Aminudin, bukan semata-mata dia memenuhi kebiasaan penodaan kepercayaan dalam pasal 156a KUHP akan namun mengakibatkan keresehan didalam kehidupan bermasyarakat.

Dari beberapa contoh masalah penistaan kepercayaan tersebut diatas, seluruh terdakwa tadi disangkakan melanggar pasal 156a kitab undang-undang hukum pidana yakni pasal mengenai penodaan agama. Akan tetapi, masih ada perlakuan yang sangat tidak sinkron sekali atas beberapa terdakwa seperti yang dicontohkan. Lia Aminuddin, Arswendo Atmowiloto & HB yasin diperlakukan sebagaimana layaknya seseorang rakyat negara yang melanggar aturan. Lain halnya dengan sdr. Ahok, terdapat suatu perlakuan yg sangat tidak sinkron sekali pada masalah penegakan hukumnya. Sebagaimana kita ketahui, kepolisian harus menunggu fatwa atau pendangan keagamaan dari MUI dulu pada merogoh perilaku. Itupun nir langsung serta merta dilakukan penetapan menjadi tersangka terhadap Ahok setelah pandangan keagamaan atau fatwa MUI keluar. Akan tetapi penetapan tersangka terhadap diri Ahok, baru dilaksanakan setelah mendapat tekanan dari demonstrasi yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat yang menginginkan keadilan atas penistaan yg dilakukan sang sdr Ahok terhadap keyakinan yg dianut Kelompok Masyarakat tersebut.

Atas perlakuan aturan yang dilaksanakan oleh Kepolisian ini, menandakan seolah-olah ada tekanan akbar dari pemerintah yang sedang berkuasa sehingga buat melakukan tindakan aturan terhadap diri terdakwa Ahok ini, terkesan setengah-1/2.

Hal ini bisa kita lihat dari lambannya aparat kepolisian pada menangani perkara Ahok ini, berbanding terbalik menggunakan cepatnya aparat kepolisian dalam menangkap dan memenjarakan serta membuahkan tersangka terhadap mereka yg diduga MAKAR, misalnya musisi Ahmad Dhani, Aktivis Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas dan yang terakhir penangkapan, penahanan & penetapan tersangka terhadap KH. Muhammad Al Khathtath sekjen FUI (Forum Umat Islam), yakni forum yang mengawal dan menuntut penegakan aturan terhadap si Penista Agama Ahok ini.

Begitu cepat dan tegasnya aparat kepolisian pada menangkap, memenjarakan dan menetapkan sebagai tersangka bagi mereka-mereka yg dikenal berseberangan menggunakan pemerintah yg berkuasa sekarang ini. Hal ini sangat mengindikasikan adanya tekanan menurut penguasa atas penegakan aturan yg dilakukan oleh aparat kepolisian.

Contoh yang sangat kentara sekali terlihat adalah, bagaimana output audit menurut BPK yakni forum yang semenjak dari negara ini berdiri menjadi lembaga Audit yang terpercaya mengungkapkan hasil audir Sumber Waras. Yang secara terang benderang menyebutkan adanya indikasi kerugian negara dan korupsi dari perkara Sumber Waras tadi, pemerintah yg berkuasa melalui indera penegakan aturan buat masalah korupsinya yakni KPK dengan enteng & santainya mengungkapkan bahwa Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta yang terlibat pada kasus tadi "Tidak Ada Niat Jahat" atas tindakan yang merugikan negara tadi. Belum lagi dengan masalah yg saat ini sedang hangat-hangatnya sebagai perbincangan dimasyarakat yakni perkara e-KTP, yang jua melibatkan Ahok (dalam waktu itu sebagai anggota dewan yang menangani proyek e-KTP), & jua banyak melibatkan anggota berdasarkan Partai yang berkuasa ketika ini, dengan santainya KPK menyampaikan Ahok tidak ikut turut serta secara eksklusif atas perkara korupsi e-KTP tadi.

Dari contoh kasus diatas, sangatlah jelas ketidakadilan yg dirasakan sang masyarakat atas perlakuan aturan terhadap diri Ahok ini. Apabila menyangkut dengan orang atau partai yang berseberangan menggunakan mereka begitu cepat dan tegasnya pada melakukan suatu tindakan aturan. Akan namun bila menyangkut menggunakan mereka yg dekat atau partai yg berkuasa, begitu lambat & terkesan ditutup-tutupi pada penegakan hukumnya.

Ironi memang, disatu sisi, negara ini adalah negara yg menurut atas Hukum, Negara Hukum yg bertujuan membangun rasa keadilan dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat, akan tetapi penegakan aturan yang dilakukan masih jauh menurut rasa keadilan yang didamba-dambakan rakyat.

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2