Makar yang dipaksakan demi melayani Penguasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makar 1/ ma?Kar/ n (kata benda) 1 logika busuk; tipu makar:
dua perbuatan (bisnis) menggunakan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, & sebagainya:
3 perbuatan (bisnis) menjatuhkan pemerintah yang absah.
Akhir-akhir ini, kata makar begitu sering kita dengar, setelah penangkapan sejumlah tokoh menjelang aksi 212 yang menuntut penangkapan atas kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
Diantaranya: musisi Ahmad Dhani, aktivis Ratna Sarumpaet & Sri Bintang Pamungkas, & politisi Rachmawati Soekarnoputri ditangkap Mabes Polri.
Dan yang terakhir, penangkapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI), KH Muhammad Al Khaththath menjelang Aksi 313.
Makar yg dipaksakan demi melayani Penguasa
Kata makar bisa disimpulkan sebagai sebuah kata yang dipakai buat pihak yg telah menyusun rencana tipu daya atau muslihat buat menghancurkan, menghilangkan nyawa, menggulingkan pemerintah, melepaskan wilayah atau wilayah, meniadakan atau mengubah secara tidak absah bentuk pemerintahan negara atau daerahnya yg lain, dan sebagainya.
Makar Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
1. Pasal 107 KUHP Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
(1) Makar menggunakan maksud buat menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(dua) Para pemimpin dan pengatur makar tadi pada ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 2 puluh tahun.
2. Pasal 107 a (UU No.27/99)
Barangsiapa yang secara melawan aturan di muka generik menggunakan mulut, goresan pena & atau melalui media apa pun, membuatkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya dipidana menggunakan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Tiga. Pasal 107 b (UU No.27/99)
Barangsiapa yang secara melawan hukum pada muka generik menggunakan lisan, tulisan & atau melalui media apa pun, menyatakan asa buat meniadakan atau mengganti Pancasila menjadi dasar negara yang menjadikan timbulnya kerusuhan pada warga , atau menyebabkan korban jiwa atau kerugian mal, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (2 puluh) tahun.
4. Pasal 107 c (UU No.27/99)
Barang siapa yang secara melawan hukum pada muka generik. Menggunakan ekspresi, goresan pena dan atau melalui media apa pun, mengembangkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme yg membuahkan timbulnya kerusuhan pada rakyat, atau menyebabkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 15 (lima betas) tahun.
Lima. Pasal 107 d (UU No.27/99)
Barangsiapa yg secara melawan aturan pada muka generik dengan mulut, goresan pena & atau melalui media apapun, berbagi atau berbagi ajaran Komunisme/ Marx isme Leninisme menggunakan maksud mengubah atau membarui Pancasila menjadi dasar negara, dipidana menggunakan pidana penjara paling usang 20 (dua puluh) tahun.
6. Pasal 107 e (UU No.27/99)
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (5 belas) tahun:
a. Barangsiapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya; atau
b. barangsiapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah.
7. Pasal 107 f (UU No.27/99)
Dipidana karena sobotase menggunakan pidana penjara seumur hayati atau paling usang 20 (2 puluh) tahun:
a. barangsiapa yang secara melawan hukum merusak, membuat tidak dapat dipakai, menghancurkan, atau memusnahkan instlasi negara atau militer; atau
b. barangsiapa yang secara melawan hukum menghalangi atau menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan Pemerintah.
Bagi polisi, buat mendapatkan 2 alat bukti permulaan itu sangat gampang, akan namun jangan lantaran mudah polisi dengan arogansinya menggunakannya menggunakan asal-asalan .
Tuduhan makar terhadap para tokoh tadi diatas, tentulah harus dari pasal-pasal dalam KUHP yg sudah disebutkan diatas.
Dari 7 pasal KUHP diatas, dan jangan hingga dampak indera bukti yg susah dikumpulkan, Polisi terpaksa mencocok-cocok kan dalam pasal-pasal kitab undang-undang hukum pidana diatas.
Sehingga bila dalam akhirnya ada warga awam menilai akan situasi dan kenyataan yang terjadi dengan beranggapan bahwa apa yg dilakukan sang pihak kepolisian merupakan galat satu bentuk kesewenang-wenangan penguasa melalui forum kepolisian sebagai alatnya, adalah sangat lumrah & sangat beralasan.
Bagaimana nir, menggunakan semua gejolak-gejolak penegakan aturan yg terjadi ketika ini, dimana seorang penista agama yang sudah ditetapkan menjadi terdakwa, yg telah mempunyai begitu poly yurisprudensi aturan atas peristiwa serupa, hingga ketika ini masih dibiarkan dan berkeliaran bebas tanpa tersentuh oleh ketegasan aturan sama sekali.
Bahkan hingga ketika ini masih menjabat sebagai gubernur & nir ada tindakan administratif apapun terhadap oleh penista agama, yg mengindikasikan seolah-olah oleh penista kepercayaan kebal aturan dan nir tersentuh aturan.
Sedangkan pada mereka yang baru pada sangkakan, baru diduga, aturan yg diterapkan kepada mereka begitu tegasnya, sebagai akibatnya seakan-akan keadilan hanya berlaku bagi mereka yang berkuasa atau dekat menggunakan penguasa.
Seandainya saja hukum diberlakukan sama terhadap seluruh masyarakat negara, tentulah pihak penegak hukum pada hal ini kepolisian akan menaruh perlakuan hukum yg sama juga, bahkan termasuk terhadap seorang presiden sekalipun.
Kalaupun wajib memaksakan pasal-pasal KUHP mengenai muslihat, perihal Jokowi tentang pemisahan antara politik menggunakan kepercayaan adalah keliru satu bentuk makar terhadap negara.
Karena jelas sekali apa yg diwacanakan tadi merupakan salah satu upaya pada mengubah dasar negara, yakni Pancasila. Dalam sila pertama Pancasila jelas disebutkan, "Ketuhanan yang Maha Esadanquot; yg artinya bahwa negara ini tidak mampu dipisahkan dengan agama.
Apabila terdapat upaya mau memisahkan agama dengan politik, itu sama saja menggunakan keliru satu bentuk makar terhadap negara.