Disiram Air Keras, Mungkinkah karena e-KTP, SUMBER WARAS, REKLAMASI, atau PILKADA DKI?
Seperti diberitakan sebelumnya, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan disiram air keras oleh orang tak dikenal usai salat subuh di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, Selasa 11 April 2017.
Atas kejadian ini, banyak pihak yang mengecam dan mengutuk serta meminta agar Aparat Kepolisian segera turun tangan dan melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus ini. Salah satunya datang dari Ketua Komisi III DPR-RI Bambang Soestyo.
Mungkin banyak dari warga awam yang mengait-ngaitkan kasus ini dengan perkara yang sedang ditangani oleh KPK waktu ini.
Yakni masalah korupsi terbesar sehabis masalah talangan dana BLBI dan Bank Century, kasus e-KTP. Dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP ini, Novel berperan sentral pada masalah ini. Mulai berdasarkan awal sampai akhirnya dibawa ke persidangan.
Disiram Air Keras
Bersama rekan penyidiknya, ia berusaha mendapatkan sejumlah saksi kunci menurut total 200 lebih saksi yang diperiksa.
Total kerugian negara dari korupsi e-KTP ini tergolong fantastis yakni Rp dua,3 triliun, & menyeret aktor-aktor politik dan pula pejabat kementerian dan pengusaha. Jadi tidaklah galat apabila banyak warga awam mengait-ngaitkan perkara ini dengan masalah yang menimpa Novel Baswedan, sepupu menurut Calon Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 3 yakni Anis Baswedan.
Bagaimana tidak, kasus yang menyeret-nyeret nama-nama besar serta partai-partai besar negeri ini, sebut saja Ganjar Pranowo yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Tengah. Ganjar Pranowo disebut-sebut menerima uang sebesar 520,000.00 Dollar US. Ganjar Pranowo menerima aliran dana tersebut disaat masih menjadi Pimpinan Komisi II DPR-RI, seperti dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Selain Ganjar Pranowo, tokoh-tokoh besar lainnya yang juga disebut menerima aliran dana dari Pengadaan KTP elektornik ini, adalah BASUKI TJAHJA PURNAMA alias AHOK. AHOK, yang saat ini mengikuti pemilihan Gubernur DKI Jakarta, disebut-sebut menerima aliran dana dari e-KTP ini ketika duduk di Komisi II DPR RI.
Majalah Tempo edisi 13-19 Maret 2017, memberitakan pada tahun 2011 lalu ada rapat komisi II DPR yang membahas Proyek E-KTP. Ada 37 nama anggota DPR yang mengisi daftar hadir. Salah satunya adalah Basuki Tjahja Purnama. Menurut Tempo 37 nama itu terindikasi menerima bancakan Dana E-KTP.
Berikut ini para pihak yg diklaim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat aliran dana proyek e-KTP dalam surat dakwaan:
1. Gamawan Fauzi USD 4,lima juta & Rp 50 juta
2. Diah Anggraini USD dua,7 juta & Rp 22,lima juta
tiga. Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu & Rp 25 juta
4. 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
5. Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta
6. Anas Urbaningrum USD lima,5 juta
7. Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta
8. Olly Dondokambey USD 1,2 juta
9. Tamsil Lindrung USD 700 ribu
10. Mirwan Amir USD 1,dua juta
11. Arief Wibowo USD 108 ribu
12. Chaeruman Harahap USD 584 ribu & Rp 26 miliar
13. Ganjar Pranowo USD 520 ribu
14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II & Banggar DPR USD 1,047 juta
15. Mustoko Weni USD 408 ribu
16. Ignatius Mulyono USD 258 ribu
17. Taufik Effendi USD 103 ribu
18. Teguh Djuwarno USD 167 ribu
19. Miryam S Haryani USD 23 ribu
20. Rindoko, Nu?Man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi dalam Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
21. Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
22. Yasonna Laoly USD 84 ribu
23. Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu
24. M Jafar Hapsah USD 100 ribu
25. Ade Komarudin USD 100 ribu
26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, & Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar
27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali Rp 20 miliar
29. Johanes Marliem USD 14,880 juta & Rp 25.242.546.892
30. 37 anggota Komisi II lain seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang USD 13-18 ribu
31. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, & Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
32. Manajemen beserta konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
33. Perum PNRI Rp 107.710.849.102
34. PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022
35. PT Mega Lestari Unggul yang merupakanholding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122
36. PT LEN Industri Rp 20.925.163.862
37. PT Sucofindo Rp 8.231.289.362
38. PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36
Nomor 30 jaksa tidak menyebutkan nama ke-37 anggota Komisi II DPR RI. Tetapi, Majalah TEMPO edisi 13 Maret 2017 menyampaikan nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok termasuk salah seseorang dari 37 anggota Komisi II DPR yg menerima uang e-KTP. Hal itu menurut penelusuran TEMPO, yakni hadiah disebut beberapa tahap sepanjang 2011. Kesaksian adanya pemberian ini disampaikan M Nazruddin dan anggota Komisi Pemerintahan DPR saat itu, Miryam S. Haryani. TEMPO mengungkapkan nama ke-37 anggota Komisi II DPR diambil dari selebaran kedap Komisi itu sepanjang 2011.
Partai politik penerima genre dana e-KTP terbesar berdasarkan Partai Demokrat & Partai Terkorup di Negeri ini, yakni Partai PDI-P.
Atas perkara ini, sejumlah saksi kunci ada yg menyangkal.
Salah satunya, Miryam S. Haryani, anggota komisi II berdasarkan Fraksi Partai Hanura saat proyek berlangsung, yakni dalam rentang ketika antara 2009 sampai 2014. Pengusutan perkara KTP-el ini terhambat lantaran adanya sangkalan beberapa saksi, terutama dari Miryam.
Miryam, waktu bersaksi di persidangan, malah mencabut semua BAP buat dirinya, lalu "menyerang" Novel. Miryam mengaku telah ditekan sang Novel ketika diperiksa pada KPK Desember 2016. Hingga akhirnya majelis menciptakan keputusan untuk mengusut para penyidik yang dituduh Miryam sudah menekannya, termasuk Novel, ke dalam persidangan.
Banyak kalangan yg menduga bahwa Miryam justru sudah ditekan sang kalangan DPR untuk mengubah keterangannya waktu pada persidangan dan mencabut seluruh isi BAP selama diperiksa KPK.
Jadi tidaklah salah apabila masyarakat awam ada yang mengait-ngaitkan kasus yang menimpa Novel Baswedan ini menggunakan masalah korupsi e-KTP yang ditanganinya. Lantaran mampu jadi, terdapat dari para koruptor-koruptor tersebut yang nir ingin masalah ini terus dikembangkan karena takut akan menyeret mereka-mereka itu. Bahkan mungkin juga masalah ini terkait menggunakan PILKADA DKI Jakarta, karena selain masalah e-KTP yang ditangani sang Novel Baswedan, pula mungkin karena Novel Baswedan adalah saudara sepupu dari Calon bertenaga pemenang Pilkada DKI jakarta waktu ini yakni ANIS BASWEDAN.
Atau bahkan mungkin, tanpa diketahui sang warga awam (publik), waktu ini Novel Baswedan sedang menangani perkara SUMBER WARAS, dan kasus REKLAMASI?. Yang pada akhirnya pulang lagi menyeret-nyeret AHOK, yang saat ini jua merupakan lawan Politik dari ANIS BASWEDAN pada PILKADA DKI Jakarta.