Terungkap Cara Pemda Selewengkan Dana Desa

GampongRT - Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menemukan masih banyak pemerintah kabupaten yang belum menjalankan amanat Undang-Undang Desa untuk mengalirkan setidaknya 80 persen dana desa pada pencairan tahap kedua, Agustus 2015 lalu. Lembaga kajian tersebut bahkan menemukan fakta bahwa pada awal Oktober, masih ada desa yang hanya menerima 60 persen dari dana desa terutama di kawasan timur Indonesia.

Sebelumnya, proses pencairan dana desa tahap satu dan dua banyak mengalami kendala, dari proses pencairan dari pusat ke kabupaten dan dari kabupaten ke desa. Dari hasil penelusuran pattiro, masalah lambatnya pencairan lebih banyak muncul pada proses yang terakhir. (Baca: Tiga Camat Diduga Sunat Dana Desa)

Ada beberapa modus yang dipakai pemerintah kabupaten buat merogoh keuntungan menurut proses pencairan dana desa. Modus pertama, pemerintah kabupaten kerap nir bersifat transparan kepada perangkat & masyarakat desa dalam menaruh fakta jumlah dana yg telah sebagai hak desa.

?Sering kali, desa nir diberi kabar mengenai berapa sesungguhnya jumlah uang yg akan mereka terima menurut pemerintah pusat. Apabila pun hal itu disampaikan, tidak jarang jumlah dana desa yg diinformasikan kepada mereka tidak sama menggunakan yang tercantum di dalam peraturan bupati," kentara Sad Dian seperti tertulis pada kabar tertulis, Rabu (21/10/2015).

Akibat kurang pendampingan & sosialisasi dari pemerintah sentra, pada termin satu pencairan, banyak pemerintah kabupaten yang nir mengetahui bahwa dana desa berasal sepenuhnya berdasarkan APBN.

?Seperti yg terjadi di galat satu kabupaten pada Sulawesi Selatan, pemerintahnya mengatakan kepada para kepala desa bahwa dana 40 persen yg mereka terima, 20 persenberasal menurut APBN dan sisanya menurut ADD. Inilah karena masih ada desa yang hingga saat ini baru menerima 60 % berdasarkan dana tersebut," tuturnya.

Alih-alih segera memberikan sisanya, pemerintah kabupaten justru memanfaatkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan perangkat desa akan hal ini buat permanen menyimpan 20 % dana milik desa.

Banyak jua pemerintah kabupaten yg menahan penyaluran dengan alasan desa belum siap secara administrasi yaitu belum mempunyai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Anggaran Pendapatan & Belanja Desa (APB Desa).

?Dengan alasan inilah kemudian pemerintah kabupaten mendepositokan dana desa supaya kemudian sanggup merogoh keuntungan darinya,? Tambag Sad Dian.

Selain itu, pemerintah kabupaten tidak jarang memanfaatkan posisi pemerintah desa yang masih lemah buat merogoh laba. Salah satu modus yg digunakan pemerintah kabupaten yg Pattiro temukan merupakan membebankan biaya pelaksanaan acara misalnya acara training yg mereka miliki ke APB Desa.

?Yang lebih parahnya lagi, pemerintah kabupaten masih membebankan porto kurang lebih Rp 10 juta pada desa supaya pemerintahnya sanggup mengikuti program pembinaan ini?, katanya.

Cara lain buat mengeruk rupiah berlebih pula kabupaten lakukan dengan menarik dana berdasarkan APB Desa setidaknya Rp 35 juta per desa buat porto pengadaan perlengkapan kantor dan sound system.

?Dana desa itu memang sahih digunakan buat membeli perlengkapan kantor dan sound system, akan tetapi wewenang buat memilih perusahaan penyedia barang tadi diambil alih sang kabupaten. Ini memberitahuakn bahwa pemerintah desa masih lemah karena mereka manut saja dengan perintah dari kabupaten tanpa mempertanyakan hal itu sebelumnya?, pungkas Sad Dian.

Sumber: liputan6.Com

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2