Meninjau Rencana Kenaikan Dana Desa
Pemerintah berencana menaikkan anggaran dana desa dalam tahun 2018 mendatang sebagai Rp 120 triliun. Itu berarti, dana desa akan naik 100% dari anggaran dana desa pada tahun ini yg mencapai Rp 60 triliun. Kenaikan serupa pula dilakukan sang pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya. Yakni, berdasarkan Rp 20 triliun di tahun 2015 sebagai Rp 47 triliun di tahun 2017. Sehingga secara holistik, dalam kurun ketika 3 tahun terakhir setidaknya pemerintah telah menggelontorkan aturan buat dana desa mencapai Rp 127 triliun.
Dalam penalaran yg lumrah, dengan gelontoran dana sebanyak itu tentu taraf kesejahteraan masyarakat desa akan membaik. Namun faktanya, kesejahteraan bagi warga desa masih saja jauh oven dari api. Bukti yg tidak mampu dipungkiri, masyarakat desa masih mendominasi jumlah penduduk miskin di negara ini. Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) termutakhir, jumlah penduduk miskin di desa tercatat mencapai 17,10 juta penduduk. Sementara, penduduk miskin pada kota 'hanya' 10,67 juta penduduk.
Pun jika ditilik dari data serupa yg dimuntahkan sang BPS pada Maret 2014 silam. Jumlah penduduk miskin di desa kala itu tercatat sebanyak 17,17 juta orang. Itu berarti, gelontoran dana desa mencapai Rp 127 triliun dalam kurun saat tiga tahun terakhir, hanya sanggup mengurangi jumlah penduduk miskin pada desa kurang lebih 70 ribu penduduk saja.
Rawan Dikorupsi
Boleh jadi, masifnya tindak korupsi terhadap dana desa menjadi salah satu kasus vital yang mengakibatkan ketidakefektifan dana desa dalam menaikkan kesejahteraan rakyat desa. Merujuk data Indonesia Corruption Watch (ICW), semenjak 2016 sampai pertengahan 2017 setidaknya telah ada 110 perkara korupsi dana desa yang tertangani oleh penegak hukum. Jumlah perkara tersebut sangat berpotensi semakin tinggi secara signifikan mengingat laporan dugaan korupsi dana desa yg diterima sang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berdasarkan periode Januari-Juni 2017 saja telah mencapai 459 laporan.
Besaran dana desa yang menggiurkan, ditambah kurangnya sumber daya manusia (SDM) aparatur desa memang menciptakan dana desa sebagai rawan buat dikorupsi. Jamak disadari, di tahun ini setiap desa homogen-homogen mendapat dana desa mencapai Rp 800 juta. Apabila ditambah dengan penerimaan yang bersumber berdasarkan Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah/APBD (pasal 72 ayat 1 alfabet e UU No 6/2014 tentang Desa), secara holistik setiap desa bisa menerima aturan mencapai Rp 1,3 miliar.
Sementara terkait SDM aparatur desa, sebagaimana dikemukakan oleh Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo, sebanyak 40% ketua desa (kades) di Indonesia hanyalah lulusan SD (SD) & Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berkaca berdasarkan celah kerawanan itu, pemerintah semestinya jangan terburu-buru buat kemudian menaikkan aturan dana desa. Sebab, bila pun dinaikkan, nir akan menjamin kesejahteraan masyarakat desa akan meningkat secara signifikan.
Cermat dan Hati-hati
Di sisi lain, telah menjadi misteri generik bila syarat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ketika ini kian memprihatinkan. Selain nilai defisitnya hampir mendekati 3% sebagaimana batasan aporisma yg diizinkan oleh UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, nilai hutang pemerintah pun melonjak signifikan mencapai Rp 3.672 triliun. Maka, akan lebih bijak tentunya jika pemerintah memakai aturan secara cermat dan hati-hati agar tidak mengakibatkan kerugian yang jauh lebih besar pada masa mendatang.
Oleh karena itu, sebelum benar -betul merealisasikan kenaikan aturan dana desa pada tahun 2018 mendatang, pemerintah mutlak harus melakukan penilaian terhadap implementasi dana desa selama ini. Dalam konteks itu, pelbagai kerawanan dana desa, terutama terkait tingginya potensi korupsi dana desa mesti dicarikan jalan keluar terlebih dahulu. Pun terkait kondisi desa itu sendiri. Apabila ada peningkatan yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat pascaimplementasi dana desa, maka pemerintah boleh saja menaikkan alokasi anggaran dana desa buat desa terkait. Sebaliknya, apabila tidak membuahkan hasil yg maksimal , maka tidak semestinya aturan dana desa pada desa terkait dinaikkan. Bahkan, apabila perlu dihentikan buat ad interim ketika sambil mencari akar konflik implementasi dana desa di desa tersebut.
(Pangki T Hidayat. Alumnus Universitas Negeri Yogyakarta. Aktif pada Forum Kolumnis Muda Jogja. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 22 Agustus 2017)
Sumber:krjogja.