LA 92: The Riots, National Geographic..Semoga Tidak Terjadi di Indonesia
LA 92 The Riots - Barusan saja saya terselesaikan menonton siaran ulang program National Geographic dengan judul "LA 92: The Riots".
Dari sekian poly keunggulan yang ditawarkan oleh Indihome, sebagai salah satu pilihan hiburan dirumah yakni kita bisa menonton ulang acara televisi yg terlewatkan (maaf bukan bermaksud kenaikan pangkat ).
Saat sedang mencari-cari siaran bagus buat ditonton sore ini, saya tertarik dengan judulnya "LA 92: The Riots", dari National Geographic.
Film dokumenter ini berdurasi relatif panjang dua jam lebih.
Muncul pertanyaan memangnya ada kejadian apa tahun 92 itu,? Membuat aku bertanya-tanya.
Film dokumenter ini awalnya bercerita tentang kerusuhan berlatar belakang SARA yang terjadi pada Los Angeles, California Amerika Serikat dalam era 60'an.
Diceritakan awal mula peristiwa kerusuhan itu lantaran disebabkan sang terbunuhnya seorang laki-laki berkulit hitam sang aparat kepolisian dan melukai satu orang lainnya, lantaran diduga mengendarai kendaraan pada keadaan mabuk.
Diduga oknum aparat kepolisian yg berkulit putih, dengan kekuasaan dan jabatannya sebagai polisi sudah bertindak sewenang-wenang dan melakukan tindakan rasis yg menyebabkan terbunuhnya seorang pria berkulit hitam & melukai satu orang lainnya.
LA 92: The Riots
Diawal cerita dinarasikan bahwa peristiwa kerusuhan berlatar belakang SARA ini akan terulang lagi suatu ketika nanti. Kemudian ditahun 1991, telah terjadi suatu tindakan brutal terhadap pria kulit hitam yang dilakukan sang beberapa oknum aparat kepolisian Los Angeles (LAPD). Tanpa disadari oleh para oknum kepolisian ini, tindakan mereka yang secara membabi buta memukuli seorang pria kulit hitam direkam oleh salah seorang masyarakat yang kebetulan sedang berada ditempat peristiwa kasus.
Pria kulit gelap yang belakangan diketahui bernama Rodney King, mengalami luka parah diseputaran wajah & mengharuskannya buat operasi rekontruksi rahang yang patah dampak pukulan dari beberapa orang oknum kepolisian Los Angeles (LAPD). Video yg kemudian sebagai viral dijaman itu telah disaksikan sang jutaan orang didunia. Bahkan telah sebagai tajuk fakta primer menurut sejumlah koran-koran ternama dunia.
Masih ditahun dan loka yang sama, tahun 1991, Los Angeles California, seseorang gadis muda bernama Latasha, dibunuh oleh seorang penjaga toko yang dari dari Korea, hanya kerana penjaga toko menduga Latasha akan mencuri jeruk ditoko tadi. Dari video CCTV, jelas terekam bahwa Latasha sedang memegang uang buat selanjutnya membayar ke kasir.
Kedua perkara tadi diproses dan sampai pada tahap persidangan pada pengadilan. Tersangka penghilangan nyawa Latasha yg ber ras korea, oleh juri ditetapkan bersalah akan tetapi walaupun bersalah, hakim hanya menghukumnya dengan melakukan "public service" atau pelayanan rakyat tanpa terdapat hukuman kurungan atau penjara.
Yang menarik dalam perkara Rodney King, empat orang anggota kepolisian Los Angeles, ditetapkan menjadi tersangka yang keliru satunya berpangkat sersan, dipersidangan yang kesekian kalinya, dipindahkan ke pengadilan yang terletak dipinggiran kota Los Angeles, yg penduduknya 80% berkulit putih.
Dari awal proses aturan dan persidangan yg dilakukan terhadap anggota LAPD ini, sudah terlihat keganjilan & keanehan-keanehan yang terjadi. Sehingga menyebabkan suatu praduga-praduga dari kalangan orang kulit hitam bahwa seluruh proses aturan yang terjadi hanyalah sandiwara.
Pada tanggal 29 April 1992, para juri menyatakan para terdakwa tidak bersalah, dan dibebaskan dari seluruh dakwaan. Disinilah titik puncak dari film dokumenter LA 92: The Riots ini. Golongan kulit gelap di Los Angeles merasakan bahwa mereka selamanya nir akan pernah diberlakukan secara adil dihadapan aturan. Dimana ketika mereka berhadapan menggunakan aturan, Hukum akan bertindak sebagai sebuah kekuatan yang nir akan pernah dapat mereka versus, akan namun pada saat mereka menginginkan Hukum ditegakkan demi Keadilan atas apa yang menimpa mereka, Hukum seakan buta, nir dapat melihat mereka yg "gelap" berkulit hitam. Saat itu, LAPD dipimpin sang seseorang yang dipercaya berpikiran rasis dan haus kekuasaan, yang merasa nir akan terdapat yg bisa melawan institusi mereka.
Pada akhirnya, golongan kulit hitam ini mencicipi bahwa mereka nir akan pernah mendapatkan keadilan. Apa yg menimpa mereka & sebagaimana yang menimpa saudara-saudara mereka, Latasha dan Rodney King, keadilan atas kaum mereka tidak akan pernah tegak. Dan kerusuhan berlatar belakang sara terbesar dalam sejarah Amerika Serikat pun pecah. Puluhan korban jiwa, ribuan korban luka-luka, 11 ribuan orang ditangkap & ditahan dan mengakibatkan puluhan bangunan dibakar dalam kerusuhan 1992 ini.
Semua terjadi hanya karena begitu gampang dan mudahnya mereka yang mempunyai alat dan kekuasaan mempermainkan keadilan.
Berkaca berdasarkan cerita film dokumenter LA 92: The Riots, National Geographic ini, saya sedikit tersadar. Bukankah peristiwa ini hampir sama menggunakan yang terjadi pada negeri ini? Begitu banyak insiden-insiden yang melukai rasa keadilan suatu golongan masyarakat eksklusif di negeri ini? Menjadi contoh perkara, begitu mudah dan gampangnya aparat kepolisian kita men cap dan "menobatkan" seorang menjadi Teroris? Siyono contohnya. Dan akhirnya tidak terbukti teroris, walaupun akhirnya wajib kehilangan nyawanya. Tapi apa yg terjadi?Adakah keadilan terhadap siyono ditegakkan?Hingga waktu ini masalah ini seolah-olah dibentuk tenggelam, hingga nir ada lagi yang jangan lupa. Perencanaan peledakan bom kendaraan beroda empat yg ditujukan pada ulama besar Indonesia, yang hanya meledak satu & dua mobil belum sempat meledak, apa kata polisi kita?"itu mobil terbakar,jangan dibesarkan". Teror terhadap rumah-tempat tinggal beberapa ulama dan ormas islam? Polisi kita nir melakukan tindakan apa-apa,menduga insiden itu tidak pernah terdapat. Terakhir, yang terbaru terjadi, kasus penembakan dirumah keliru satu anggota DPR, Polisi kita yg ucapnya pengayom & pelindung rakyat cuma bilang "tidak ada pertanda teror,kemungkinan peluru nyasar orang nembak burungdanquot;.
Kalo mau disebutkan, telah terlalu banyak aparat kepolisian kita menyakiti hati warga atas ketidakadilan yg mereka lakukan dan perlihatkan.
Kalo boleh jujur, saya takut. Takut kesabaran masyarakat habis, yg pada akhirnya, sebagai JKT 17 : The Riots. Saya sangat berharap itu nir akan pernah terjadi. Semoga masyarakat selalu pada berikan kesabaran dan ketabahan atas ketidakadilan-ketidakadilan yg mereka rasakan.