Pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Dalam Perhitungan SPT Tahunan PPh Badan

Pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Dalam Perhitungan SPT Tahunan PPh Badan adalah sebagai berikut :

Pengertian Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2019 memiliki dua pengertian, yaitu :

  • Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, adalah sebagai berikut :
Peredaran Bruto adalah penghasilan atau omzet atau penghasilan bruto dari usaha, tidak termasuk :
  1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas (khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi).
  2. Penghasilan selain dari usaha atau penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.
  3. Penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
  4. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
  5. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan.

Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut :

  1. Peredaran Bruto dengan pengertian tersebut diatas digunakan untuk melihat apakah Peredaran Bruto berjumlah tidak melebihi Rp.4.800.000.000,-
  2. Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah tidak melebihi Rp.4.800.000.000,- , maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember Tahun berikutnya dihitung sebagai PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu sebesar 0,5 % dari Peredaran Bruto tersebut diatas dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420 (PPh Pasal 4 ayat 2).
  3. Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah melebihi Rp.4.800.000.000,- , maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember Tahun berikutnya dihitung sebagai PPh Pasal 25 yaitu berdasarkan perhitungan PPh Pasal 25 SPT Tahunan PPh Badan tersebut diatas dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411126-100 .
  4. Contoh apabila peredaran usaha bruto Tahun Pajak 2018 jumlahnya Rp.1.200.000.000,00 (satu milyar dua ratus juta rupiah), maka untuk masa pajak Januari sd sd Desember 2019 PPh Pasal 25 dihitung sebesar 0,5 % x Peredaran Usaha Bruto setiap bulan dan disebut dengan PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018.
  • Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang  Pajak Penghasilan, adalah sebagai berikut :

Peredaran Bruto adalah Semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, meliputi :
  1. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final.
  2. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak Bersifat Final.
  3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.

Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut :

  1. Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak penghasilan digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang terutang bagi Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam Kriteria  PP Nomor 23 Tahun 2018.
  2. Contoh apabila peredaran usaha bruto Tahun Pajak 2018 jumlahnya Rp.5.200.000.000,00 (lima milyar dua ratus juta rupiah), maka untuk masa pajak Januari sd Desember 2019, PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2018.

Pengertian Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2018 memiliki dua pengertian, yaitu :

  • Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, adalah sebagai berikut :
Peredaran Bruto adalah penghasilan atau omzet atau penghasilan bruto dari usaha, tidak termasuk :
  1. penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas (khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi).
  2. penghasilan selain dari usaha atau penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.
  3. penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
  4. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
  5. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan.
Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut :
  1. Peredaran Bruto dengan pengertian tersebut diatas digunakan untuk melihat apakah Peredaran Bruto berjumlah tidak melebihi Rp.4.800.000.000,-
  2. Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah tidak melebihi Rp.4.800.000.000,- , maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember Tahun berikutnya dihitung sebagai PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu sebesar 1 % (mulai 1 Juli 2018 tarif pajak sebesar 0,5 %) dari Peredaran Bruto tersebut diatas dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420 (PPh Pasal 4 ayat 2).
  3. Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak berjalan berjumlah melebihi Rp.4.800.000.000,- , maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember Tahun berikutnya dihitung sebagai PPh Pasal 25 yaitu berdasarkan perhitungan PPh Pasal 25 SPT Tahunan PPh Badan tersebut diatas dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411126-100 .
  4. Contoh apabila peredaran usaha bruto Tahun Pajak 2017 jumlahnya Rp.1.200.000.000,00 (satu milyar dua ratus juta rupiah), maka untuk masa pajak Januari sd Juni 2018, PPh Pasal 25 dihitung sebesar 1% x Peredaran Usaha Bruto dan masa pajak Juli sd Desember 2018 PPh Pasal 25 dihitung sebesar 0,5 % x Peredaran Usaha Bruto setiap bulan dan disebut dengan PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP nomor 46 Tahun 2013 dan PP Nomor 23 Tahun 2018.
  • Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, adalah sebagai berikut :
Peredaran Bruto adalah Semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, meliputi :
  1. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final.
  2. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak Bersifat Final.
  3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut :
  1. Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak penghasilan digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang terutang bagi Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam Kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 dan PP Nomor 23 Tahun 2018.
  2. Contoh apabila perdaran usaha bruto Tahun Pajak 2017 jumlahnya Rp.5.200.000.000,00 (lima milyar dua ratus juta rupiah), maka untuk masa pajak Januari sd Desember 2018, PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2017.
Artikel Yang Perlu Diketahui :

Referensi :

Pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Dalam Perhitungan SPT Tahunan PPh Badan Untuk Tahun Pajak 2013

Pengertian Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2013 memiliki dua pengertian, yaitu :

  • Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, adalah sebagai berikut :
Peredaran Bruto adalah  penghasilan dari usaha, tidak termasuk :
  1. penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
  2. penghasilan selain dari usaha atau penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.
  3. penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
  4. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
  5. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak/bukan objek pajak.
Peredaran Bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut :
  1. Peredaran Bruto dengan pengertian tersebut diatas digunakan untuk melihat apakah Peredaran Bruto Tahun Pajak 2012 berjumlah tidak melebihi  Rp.4.800.000.000,- atau melebihi.
  2.  Apabila Peredaran Bruto Tahun Pajak 2012 berjumlah tidak melebihi  Rp.4.800.000.000,- , maka perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli sampai dengan Desember 2013 dihitung sebagai PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu sebesar 1 % dari Peredaran Bruto tersebut diatas.
  • Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, adalah sebagai :
Peredaran Bruto adalah  Semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, meliputi :
  1. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final.
  2. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak Bersifat Final.
  3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan  digunakan untuk perhitungan PPh Badan sebagai berikut :
  1. Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan  digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang terutang bagi Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam Kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2013.
  2. Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan  digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan yang terutang bagi Wajib Pajak Badan yang termasuk dalam Kriteria PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk masa pajak Januari sampai dengan Juni 2013.
Cara perhitungan Pajak Penghasilan Badan dengan Peredaran Bruto berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan  adalah sama dengan perhitungan Pajak Penghasilan Pajak Badan untuk Tahun Pajak 2010, 2011 dan 2012.

Referensi :

Pengertian Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan Dalam Perhitungan SPT Tahunan PPh Badan Untuk Tahun Pajak 2010, 2011 dan 2012

Dalam perhitungan PPh Badan untuk SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2012, Tahun Pajak 2011, dan Tahun Pajak 2010 pengenaan tarif pajak Pasal 17 dan 31E UU No.36 Tahun 2008 adalah berdasarkan besarnya Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan yang bersangkutan.

Pengertian Peredaran Bruto/Omzet/Pendapatan tersebut adalah :

Semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, meliputi :

  1. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Final
  2. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Tidak Bersifat Final
  3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak

Penghasilan tersebut adalah penghasilan dari usaha pokoknya saja tidak termasuk penghasilan luar usaha/penghasilan lain-lain.

Contoh :

Untuk Tahun Pajak 2012 PT.Maju Jaya Selalu memiliki kegiatan usaha sebagai berikut :

  1. Peredaran Usaha Bruto/Pendapatan Bruto/Omzet Bruto dari Usaha Percetakan selama tahun 2012 adalah sebesar Rp.3.000.000.000,-
  2. Peredaran Usaha Bruto/Pendapatan Bruto/Omzet Bruto dari Usaha Jasa Konstruksi selama tahun 2012 adalah sebesar Rp.1.500.000.000,-
  3. Pada bulan Mei Tahun 2012 PT.Maju Jaya Selalu mendapatkan Dividen dari PT.Muara Mesin Abadi senilai Rp.1.000.000.000,- (penyertaan modal 40 %)

Maka peredaran usaha bruto/pendapatan bruto/omzet bruto PT.Maju Jaya Selalu untuk Tahun Pajak 2012 adalah sebesar  :

a.     Peredaran Usaha Bruto Usaha Percetakan (non final)        =  3.000.000.000

b.     Peredaran Usaha Bruto Jasa Konstruksi (Final)                  =  1.500.000.000

c.     Pendapatan dari Dividen (bukan objek pajak)                      =  1.000.000.000  +

Total Peredaran Usaha Bruto                                              =  5.500.000.000

Referensi :

  1. Pasal 17 dan 31 E UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh)
  2. Surat Edaran Dirjend Pajak No.66/PJ./2010 tentang Penegasan atas pelaksanaan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2