Menjawab Pidato Tudingan TGB terhadap Pendukung Prabowo - Balya Nur

Balya Nur - Warga kampung sebelah & orang-orang yg mengaku netral satu bunyi soal TGB.

Telunjuk nyinyir mereka diarahkan ke kampung sini. Mereka bilang, kenapa kalian dulu memuji TGB, kini bersikap sebaliknya?

menjawab tudingan TGB terhadap pendukung prabowo

Jawaban balik dengan pertanyaan, jika kalian punya mantan, kenapa kini yang dipuji adalah kekasih yg kini ?

Sebagai model, BTP memuji calon istrinya pintar masak, beda menggunakan mantan istrinya yg tidak pintar masak.

Menjawab Tudingan TGB

Pernyataan BTP itu menuai protes dari adiknya dan sejumlah pendukung BPT wabil khusus kaum hawa.

Atau begini.

Kalau kita memuji pembantu yang rajin bekerja lagi jujur, lalu lantaran pembantu kita jatuh cinta pada Satpam komplek, kerjanya jadi nggak bener lagi nggak jujur.

Baca juga: Tukang Uninstall di Uninstall

Apakah kita masih memujinya menjadi pembantu yang baik?

Perubahan konduite seseorang akan diikuti oleh penilalain orang lain. Hal itu lumrah saja.

TGB dulu tidak poly bicara, tapi poly bekerja.

Keberhasilan memimpin NTB 2 proide sudah nir diragukan lagi.

Kalau terdapat yg meragukan, bahkan terdapat yang menghina dan menihilkan prestasinya, pastilah itu kampung sebelah. Silakan cek jejak digitalnya.

Sebagai alumni Mesir, keulamaannya niscaya tidak diragukan lagi.

Dia ceramah ke sana kemari.

Sedikit bicara politik, banyak bicara soal kepercayaan .

Perpaduan kecakapan pada pemerintahan & pakar ilmu kepercayaan inilah yg membuahkan TGB menjadi sosok ideal menjadi pemimpin masa depan.

Elektabilitasnya mulai nampak karena dukungan lebih banyak didominasi kampung sini yang rindu pada kepemimpinan model TGB.

Perlahan akan tetapi pasti, elektabilitasnya mulai merangkak naik. Padahal TGB minim sekali bicara soal politik, lebih poly bicara soal agama.

Ketika TGB mulai bicara politik, para pendukungnya menunggu menggunakan tegang.

Kemana arah politiknya dilabuhkan?

Setelah terus terperinci TGB menyatakan dukungannya dalam Capres yg bukan pilihan para pendukungnya, serta merta elektabilitasnya terjun bebas.

Tapi para mantan pendukungnya tetap menghormati TGB sebagai seseorang ulama.

Lantaran ketika itu TGB masih lebih banyak bicara soal kepercayaan ketimbang politik.

Masih ceramah ke sana kemari.

Kalau ada satu 2 para mantan pendukungnya yang murka , kebablasan memaki TGB yg lebih kental keulamaannya ketimbang menjadi politisi,

Ya karena nir semua orang punya pengalaman hidup memuliakan ulama.

Sampai disini, aku mau kasih perbandingan terkini.

Beberapa bulan lalu, Presiden Jokowi dan para pendukungnya memuji habis Bukalapak.

Cukup menggunakan satu kicauan pendek boss Bukalapak, keadaan berbalik 180 derajat.

Para pendukung Jokowi berusaha menenggelamkan Bukalapak menggunakan tagar uninstall Bakalapak.

Imbauan Presiden Jokowi supaya para pendukungnya menginstall ulang Bukalapak nir didengarkan oleh pendukungnya.

Mereka sudah terlanjur sakit hati dengan kicauan boss Bukalapak.

Pertanyaan buat orang-orang yg mengaku netral.

Perubahan perilaku kedua kubu pada TGB, kenapa yang disasar hanya satu kubu saja?

Kenapa tidak jua ditanyakan pertanyaan yang sama kepada kubu yang dulu nyinyir dalam TGB sekarang berbalik memuji TGB?

Pertanyaan yg sama pada rakyat kampung sebelah, kenapa usil mempertanyakan perilaku kampung tetangga yg pulang arah dukungan pada TGB?

Kenapa nir bertanya pada tetangga dekatnya yg juga mendadak memuji TGB?

Dua bulan terakhir ini, TGB sudah sebagai politisi murni tanpa adonan.

TGB sudah berubah menjadi menjadi sosok politisi sejati. Tercermin menurut pernyataan pernyataan mutakhirnya.

Makanya goresan pena ini dibentuk. Mengkritisi politisi bukan pekerjaan durhaka.

Setelah acara debat antar Capres episode dua, ada ?Debat? Lanjutan antar timses mendebat soal debat Capres.

TGB tampil menjadi juru bicara kubu Jokowi.

Berbeda dengan debat sebelumnya, kali ini sejumlah media online setuju membandingkan dengan cepat ucapan dua Capres yg berdebat dengan data & keterangan yg sebenarnya, menggunakan cara menginformasikan setiap sesi debat.

Dari sejumlah liputan yang dibongkar oleh media online, tertulis menggunakan jelas sejumlah data yg nir sesuai dengan yg diucapkan sang Capres Jokowi.

Media nir menyebutnya sebagai kebohongan, tapi hanya bilang, tidak sesuai warta.

Tapi bagi kubu oposisi tentu saja lebih tajam, mereka menyebutnya menjadi kebohongan.

Sebagai juru bicara kubu Jokowi, TGB tentu saja wajib membela apa yg disebut oleh kubu oposisi sebagai kebohongan.

Membela kebohongan telah menjadi sifat dasar politisi sejati.

Membela kebohongan pada konteks ini bukan berarti membela kebohongan, akan tetapi meluruskan kebohongan sebagai seolah bukan kebohongan.

Misalnya ketika dulu Prabowo mengungkapkan, Malaysia lebih akbar berdasarkan Jawa Tengah, kubu petahana menuduh Prabowo berbohong.

Tapi kubu Prabowo membela dengan meluruskan, yg dimaksud bukan luas wilayah, tapi jumlah penduduk.

Ucapan politisi nir bisa diartikan verbatim.

Tidak terdapat lagi kebakaran hutan nir sanggup diartikan nir terdapat kebakaran hutan, tapi sanggup berarti penurunan kebakaran hutan.

Tidak terdapat lagi permasalahan agraria nir mampu diartikan nir ada permasalahan agraria, akan tetapi mampu bermakna ganti laba .

Bingung?

Jangan gundah bila berhadapan dengan politisi murni.

Begitulah bahasa TGB sekarang.

Dia seolah menjadi juru tafsir ucapan verbatim Capres Jokowi.

Dia tidak peduli pada sejumlah media yg membongkar sejumlah kebohongan data yang diucapkan Jokowi, pokoknya bagi TGB Capres joko widodo dalam debat ini membicarakan argumennya menggunakan gaya bicara yg singkat, tegas, lugas, dan jernih.

Dengan kapital pengetahuan mutakhir soal TGB ini, saya mau menengok sejenak ke belakang beberapa pernyataan TGB.

TGB pernah memuji Presiden Jokowi sangat perhatian pada NTB hingga beberapa kali mengunjungi NTB padahal pada Pilpres 2014 Jokowi kalah telak di NTB.

Itu sebagai bukti bahwa Presiden Jokowi sama sekali tidak sedang bekerja buat elektoral.

Jawabannya mudah saja.

Bagi politisi, daerah yang dulu kalah harus diberi perhatian lebih.

Sesederhana itu jawabannya.

Masa sih nggak paham?

Kalau belakangan ini duet UYM dan TGB sedang gencar memuji keislaman Jokowi, itu sih hal biasa dalam setiap pilpres.

Dulu waktu di NTB Jokowi sebagai imam shalat maghrib, TGB ditanya soal bacaan sholat Jokowi, TGB menjawab diplomatis , ? Bacaannya terperinci.?

Padahal kriteria ?Jelas? Nir dikenal dalam menilai bacaan sholat.

Tapi sudahlah, memuji Capres yg didukung adalah wajar saja.

Hak segala para pendukung.

Beda lagi Kalau sudah merembet menyinggung pada versus politik.

Harus dijawab tuntas.

Dalam sebuah pidatonya yang diunggah di Youtube, TGB bukan cuma memuji Jokowi, akan tetapi menyinggung sikap para pendukung Prabowo.

Dari soal HRS, soal kebebasan beribadah, & soal lainnya.

Pidato TGB pada video yg beredar di youtube ini merupakan semacam deklarasi NW untuk Capres Jokowi.

Tentu saja nir terdapat yang galat.

Tapi isi pidato TGB yg menyinggung pendukung Prabowo, tentu saja harus dijawab.

Menjawab TGB - Isu Kebebasan Beragama di Indonesia

TGB bicara secara generik soal kebebasan beragama di Indonesia.

Umat Islam yg menjalankan ibadah pada bumi Indonesia tercinta ini berdasarkan TGB, pada era Jokowi nir terdapat tekanan, nir ada kriminalisasi.

Beliau memberi model maraknya majelis taklim yg bukan hanya di masjid-masjid, akan tetapi pula pada lapangan-lapangan, di jalan-jalan.

Begitu pula soal ekonomi syariah yg marak.

Kalau soal itu sih bukan hanya pada era Jokowi, sejak era orde usang, orde baru hingga orde reformasi, umat Islam bebas menjalankan ibadahnya.

Bahkan syahdan di era penjajahan, umat Islam bebas mengaji pada surau atau pesantren, menggunakan kondisi jangan berani ngeledek Belanda.

Memahami makna kriminalisasi ulama bukan berarti menekan semua ulama.

Itu sih namanya rezim yang nekad bunuh diri.

Dulu di era orba, ada ketika pemerintah orba ?Bermusuhan? Menggunakan umat Islam.

Tapi bukan berarti pemerintah orba tidak dapat dukungan dari ulama.

Banyak lah ulama yg menjadi pendukung pemerintah orba.

Waktu itu pemerintah orba hanya mengawasi menggunakan ketat ceramah-ceramah para da?I yg dianggap melawan pemerintah orba yang otomatis dianggap melawan pancasila.

Lihat juga: Man of The Match Debat Capres 2019

Tapi soal ibadah mahdhoh mah bebas-bebas saja.

Bahkan pemerintah jua menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam.

Maknanya jelas, muslim yg ?Dimusuhi? Oleh pemerintah orba adalah yg nir mendukung Golkar.

Umat Islam pendukung Golkar jumlahnya jauh lebih poly dibandingkan dengan yg dianggap menjadi ?Musuh? Pemerintah.

Dan itu sudah cukup dicatat sejarah sebagai masa pemerintah orba tidak harmonis dengan umat Islam.

Pada akhir pemerintah orba, barulah dianggap sebagai pemerintah orba lebih ramah pada umat islam ditandai dengan munculnya ICMI.

Kurang lebih seperti lah menggunakan sekarang.

Misalnya begini.

Sekarang ini, banyak yg teriak soal intoleransi.

Jakarta dianggap menjadi kota paling nir toleran.

Pertanyaannya, apakah di Jakarta terdapat non muslim yg dihalangi ke loka ibadahnya?

Jawabannya tentu saja tidak.

Tapi kenapa dituduh kota paling intoleran?

Ini bisa menjawab sebagian argumen pertanyaan TGB, kenapa kini terdapat berita tekanan terhadap umat Islam?

Padahal umat Islam bebas-bebas saja menjalankan ibadahnya.

Ditambah lagi petahana mengangkat cawapres ulama.

Sayangnya, TGB nir sama sekali menyinggung contoh kriminalisasi masjid & khatib yang gagal total melalui info 40 masjid radikal.

Entah dapat ilham dari mana, mendadak BIN mengumumkan terdapat 40 masjid yang terpapar radikalisme.

Tentu saja masjid adalah benda tewas yang nir bisa bicara, akan tetapi yang dimaksud merupakan khatibnya.

Pernyataan BIN ini impulsif diikuti sang sejumlah pejabat.

Rakyat seolah ditakut-takuti akan terpapar radikalisme.

Tapi ternyata, BIN hanya copas dari penelitian P3M dengan sponsor menurut oknum eksklusif yg punya hubungan menggunakan parpol tertentu.

Hal itu terbongkar dari ?Dalang? Penelitian itu yang dikupas habis di program ILC TV One.

Setelah terdesak, peneliti P3M itu menyampaikan, penelitiannya masih mentah belum bisa dijadikan acum. Belum bisa dijadikan kesimpulan.

Setelah pengakuan itu, informasi masjid radikal mendadak lenyap!

Itu cuma satu model.

Coba, jika ILC tidak membongkar praktik kriminalisasi khatib ini, hingga sekarang & akan tiba, 40 masjid itu tetap jadi tersangka walaupun tanpa bukti.

Dalam pidato ini, TGB jua menyinggung soal pengeras bunyi masjid.

?Bahkan nir misalnya yg ada di Saudi, pada Mesir atau negara-negara yg lain, bahwa loadspeaker masjid itu hanya berbunyi ketika azan, pada Indonesia tidak sedikit loadspekaer yg sudah bunyi setengah jam sebelum azan walaupun disitu nir terdapat orang, nyala loadspeakernya. Ngaji panjaaaang?Dimana mau?Pergi ke Turki, ada nggak. Sebelum sholat itu terdapat ngaji sepuluh mnt, setelah sholat terdapat ngaji, ndak terdapat. Ada ndak majelis ta?Lim yg memakai speaker masjid, sesudah misalnya zohor kemudian pake speaker, pengajian, atau sehabis maghrib. Di Turki, di Mesir, di Saudi, terdapat ndak? Tidak. Kalau pun pengajian itu terdapat, beliau pakai speaker pada, nir memakai speaker luar. Jadi jangan terpengaruhi sang hasutan bahwa di Indonesia ini kita Islam susah. Tidak. ?

Entahlah. Apakah TGB mengikuti masalah Melliana yang berujung dalam tuntutan restriksi penggunaan loadspeaker.

Memang telah terdapat anggaran penggunaan loadspeker sejak tahun 1978.

Tapi muncul tuntutan agar aturannya lebih ketat.

Pemerintah pun merespon tuntutan itu, tapi entah kenapa mendadak berhenti.

Barangkali lantaran jelang pilpres. Nggak menguntungkan buat elektablitas.

Apabila contohnya terpilih pulang, tuntutan pengetatan penggunaan loadspeaker masjid yg disuarakan sang dominan pendukung petahana, bukan mustahil akan direalisasikan.

Apalagi Capres petahana telah nir mampu nyalon lagi dalam proide berikutnya, jadi nggak risau soal elektablitas.

Menjawab TGB - Isu Tentang HRS

Satu hal lagi soal HRS.

TGB berkata:

?Dikatakan & dicontohkan oleh banyak pihak, bahwa pada masa bapak Jokowi ini terdapat kriminalisasi, misalnya kepada Habib Rizieq.

Apa yang sebenarnya sekarang terjadi, benar bahwa Habib Rizieq pernah ditersangkakan, akan tetapi kemudian pada SP3-kan.

Ada proses hukum, kemudian SP3.

SP3 itu merupakan nir masuk pengadilan apalagi masuk penjara.

SP3 itu stop kasusnya.

Di masa sebelum Pak Jokowi, Habib Rizieq nir hanya ditersangkakan, bahkan beliau diterdakwakan, diadili, dipenjara.

Dan menghabiskan ketika sanksi di penjara hingga dia bebas.

Kenapa pada waktu itu tidak terdapat yang berkata kriminalisasi ulama?

Apakah masih tidur seperti ashabul kahfi & baru sekarang bangun?

Ini pertanyaan sederhana.

Kemana Anda dulu waktu dia di penjara?

Kenapa Anda nir mengatakan pemerintah sebelum Pak Jokowi kriminalisasi ulama?

Tidak ada yg ngomong begitu.

Padahal yg dialami & yang diderita sang Habib Rizieq Shihab itu jauh lebih berat menurut kini .

Kalau kini , tersangka tapi selesai, SP3. Tidak jadi.

Karena nir cukup bukti.

Tapi kalau dulu, nir hanya tersangka, terdakwa, terpidana, menunaikan sanksi, mana sekarang yang membela beliau itu dulu? Mana?

Artinya apa, bapak-bapak?

Suara-bunyi yang menggunakan nama beliau sebagai alasan sebagai terjadi kriminalisasi ulama, bunyi-bunyi itu semata-mata adalah suara yang tidak suka pada Presiden. Karena tidak senang saja.?

Sekurangnya, ada 2 perkiraan TGB.

Pertama, dia mengangagap HRS dulu sewaktu dipenjara lebih menderita daripada sekarang.

Kedua, suara kriminalisasi ulama bukan datang dari HRS, tapi dari orang-orang yang mengatas namakan HRS.

Padahal faktanya, HRS lah yg paling acapkali menyebut kriminaliasi ulama.

Barangkali lantaran TGB tidak mau menyinggung perasaan HRS, ulama yang dihormatinya.

HRS dipenjara selama 7 bulan pada tahun 2003 atas perkara sweeping loka hiburan malam yg dilakukan sang FPI.

HRS menyadari, sweeping adalah melanggar hukum, dia melakukannya karena aparat dianggap "Gubernurnya budek, DPRD-nya congek, polisinya mandul."

HRS menerima dengan lapang dada hukuman itu.

Bahkan beliau menduga penjara seperti Taman Mini Indonesia Indah.

Dalam sel sempitnya dijejali dengan sejumlah kitab .

Di penjara itu juga dia mengajar ilmu gama pada para napi.

Tahun 2008 HRS masuk penjara lagi selama setahun lebih gara-gara peristiwa kekerasan di Monas.

Waktu itu FPI beserta sejumlah ormas Islam mengobrak-abrik acara unjuk rasa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

AKKBB yang terang-terangan mendukung eksistensi Ahmadiyah.

FPI memang dikenal penentang keras keberadaan Ahmadiyah.

Waktu itu HRS paham benar jikalau tindakannya melanggar hukum positif yg berlaku di Indonesia.

Makanya beliau terima sanksi itu sebagai resiko usaha.

Jadi tidak sahih jikalau HRS lebih menderita ketika itu dibandingkan sekarang.

Dan waktu itu orang yang bersimpati dalam FPI belum berani bersuara.

Cuma sanggup berimpati pada hati.

Ditambah lagi secara umum dikuasai media memusuhi FPI.

Setelah aksi 212, barulah bunyi simpati itu terang-terangan disuarakan.

Sekarang, justru SP3 itu semakin menegaskan kriminalisasi ulama.

Tidak terdapat indera bukti yang relatif, tapi dipaksakan sebagai tersangka.

Lagi juga diantara sejumlah pelaporan itu adalah kejadian yang sudah berlangsung beberapa tahun lalu.

Bagi ulama, tuduhan melakukan perbuatan mesum, pada hal ini chat mesum jauh lebih jahat berdasarkan tuduhan pembunuhan.

Walaupun telah pada-SP3, tapi daya rusaknya telah nir sanggup lagi dijahit.

Hinaan terhadap HRS soal tuduhan mesum ini masih terus berlangsung, tidak peduli apakah tuduhan itu sudah dimentahkan sang SP3 atau tidak.

Inilah kriminalisasi paling effektif.

Tidak masuk penjara, akan tetapi nama baik telah dirusak.

Lihat juga: Mana Jalan Tolmu? Ini Jalan Tolku!

Dan TGB melihat duduk perkara itu dengan kacamata kuda, nir melihat berdasarkan sudut pandang lain.

Tulisan ?Pembelaan? Terhadap HRS ini bukan tidak mungkin membuahkan hukuman lebih keras dari fesbuk setelah sebelumnya aku dieksekusi tiga hari, & 3 hari lagi gara-gara menulis soal HRS dan 212.

Tidak apalah. Apa yg dialami HRS belum seberapa dibanding sekedar nggak boleh fesbukan.

Catatan: Dikutip dan dicopas dari status facebook opini Balya Nur, dan diterbitkan pada blog opini awambicara, atas izin yang bersangkutan.

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2