Jenis dan Sifat Putusan dalam Peradilan Pidana
Pada proses peradilan pidana, masih ada beberapa jenis & syarat putusan.
Jenis putusan dalam peradilan pidana, bentuk putusan yg akan dijatuhkan pengadilan sangat tergantung berdasarkan output musyawarah Majelis Hakim yg berpangkal menurut Surat Dakwaan menggunakan segala sesuatu verifikasi yg berhasil dikemukakan pada depan Pengadilan.
Ada beberapa jenis putusan Final yg dapat dijatuhkan oleh Pengadilan diantaranya:
Putusan Bebas, pada hal ini berarti Terdakwa dinyatakan bebas berdasarkan tuntutan aturan. Berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP putusan bebas terjadi apabila Pengadilan beropini bahwa menurut hasil inspeksi pada sidang Pengadilan kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara absah & meyakinkan karena tidak terbukti adanya unsur perbuatan melawan aturan yg dilakukan sang Terdakwa
Putusan Lepas, dalam hal ini dari Pasal 191 ayat (dua) KUHAP Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yg didakwakan pada Terdakwa terbukti, namun perbuatan tersebut, dalam pandangan hakim, bukan merupakan suatu tindak pidana.
Putusan Pemidanaan, pada hal ini berarti Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, oleh karenanya Terdakwa dijatuhi sanksi pidana sinkron dengan ancaman pasal pidana yang didakwakan kepada Terdakwa
Jenis dan Sifat Putusan dalam Peradilan Pidana
Menurut Lilik Mulyadi bahwa melalui optik perumusan KUHAP, pandangan doktrina & aspek teoritik & praktik peradilan maka dalam asasnya putusan Hakim/ Pengadilan itu dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yakni:
1. Putusan Akhir
Putusan akhir dalam praktek lazim disebut dengan istilah "putusan" atau "eind vonnis" dan merupakan jenis putusan bersifat materiil.
Pada hakikatnya putusan ini bisa terjadi sesudah majelis Hakim menyelidiki Terdakwa yang hadir pada persidangan sampaai menggunakan "pokok perkaradanquot; terselesaikan diperiksa (Pasal 182 ayat (tiga) & (8), Pasal 197, serta Pasal 199 KUHAP).
Adapun mengapa sampai disebut dengan "pokok perkara" selesai diperiksa oleh karena majelis Hakim sebelum menjatuhkan putusan telah melalui proses program menjadi berikut:
Sidang dinyatakan "dibuka" dan "terbuka" untuk umum, pemeriksaan identitas dan peringatan Hakim Ketua sidang kepada Terdakwa supaya mendengar dan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan, pembacaan catatan/ surat dakwaan, acara keberatan/ eksepsi dari Terdakwa, dan atau Penasehat Hukum dan pendapat Jaksa/ Penuntut Umum, penetapan/ putusan sela, pemeriksaan alat bukti, tuntutan pidana requisitoir, pembelaan/ pledoi, replik, duplik, rereplik, reduplik, pernyataan pemeriksaan "ditutup" dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 195 KUHAP) dan harus ditandatangani Hakim dan Panitera seketika setelah putusan diucapkan (Pasal 200 KUHAP).
Pada hakikatnya, secara teoritik & praktik "putusan akhir" ini dapat berupa putusan bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP), putusan pelepasan Terdakwa dari segala tuntutan aturan (Pasal 191 ayat (dua) KUHAP), & putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat (1) KUHAP).
Dua. Putusan yang bukan Putusan Akhir
Pada praktik peradilan maka bentuk dan putusan yang buka putusan akhir dapat berupa "penetapan" atau "putusan sela" atau sering pula disebut dengan istilah Belanda "tussen-vonnis".
Putusan jenis ini mengacu dalam ketentuan Pasal 148 dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yakni dalam hal sehabis pelimpahan perkara & jika Terdakwa dan atau Penasihat Hukumnya mengajukan "keberatan/ eksepsi" terhadap surat dakwaan Jaksa/ Penuntut Umum. Pada hakikatnya putusan yang bukan putusan akhir, diantaranya, bisa berupa:
- Penetapan yang menentukan "tidak berwenangnya pengadilan yang mengadili suatu perkara" (verklaring van onbevoegheid) karena merupakan kewenangan relatif Pengadilan Negeri lain sebagaimana ketentuan limitatif Pasal 148 ayat (1) dan Pasal 156 ayat (1) KUHAP.
- Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan Jaksa/ Penuntut Umum batal demi hukum (nietig van rechtswege/ nuli and void). Hal ini diatur oleh ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP dimana surat dakwaan telah melanggar ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan dinyatakan batal demi hukum menurut ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
- Putusan yang berisikan bahwa dakwaan Jaksa/ Penuntut Umum tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP disebabkan materi perkara tersebut telah kadaluarsa, materi perkara seharunya merupakan materi hukum perdata, perkara disebabkan telah nebis in idem/ non nebis in idem, dan sebagainya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa "(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas; dan (2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum." serta Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyyi "Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana", menurut Lilik Mulyadi setidaknya ada dua sifat putusan Hakim, diantaranya:
- Putusan Pemidanaan (veroordeling). Apabila yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam surat dakwaannya telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum dan Hakim menjatuhkan putusan bertitik tolak pada ketentuan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi: "Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya".
- Putusan yang bukan Pemidanaan dapat berupa: a). Putusan bebas (vrijspraak) yang mengacu pada ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP; dan b). Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Onslag van Alle Rechtsvervolging) sebagaimana diformulasikan pada ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP.