Cara Menghitung Pajak YouTuber
PAJAK YOUTUBER DAN UU PPH
Pajak YouTuber tentu saja bukan hal yang familiar bagi telinga orang tua kita yg masuk pada kategori generasi X. Maklum, profesi ini baru dikenal sesudah YouTube timbul tahun 2005 silam.
Ini Bukan hal yg mengherankan. Sebab, bagi generasi X dokter, polisi, tentara, pilot adalah profesi idaman. Sementara, bagi generasi masa kini yang biasa dianggap sebagai generasi millennial atau generasi Z, jenis profesi ideal berkembang sedemikian rupa menyesuaikan perkembangan teknologi & fakta. Nah, galat satu profesi yang diminati generasi ini merupakan YouTuber.
Hal tadi terbukti saat Peringatan Hari Anak Nasional 2017 kemudian, seseorang siswa Sekolah Dasar Negeri 36 Pekanbaru, Rafia Fadila mendapatkan kesempatan berbincang menggunakan Presiden Joko Widodo. Pada ketika itu, presiden bertanya kepada Rafia tentang cita-citanya jika telah dewasa. Dengan percaya diri, Rafia menjawab bahwa dirinya ingin menjadi YouTuber.
Sebagai konsekuensi sebuah profesi, Youtuber seperti semua profesi lain yg menaruh pendapatan bagi pelakunya tentu dikenakan pajak. Lalu, bagaimana pemerintah menentukan atau menghitung pajak bagi para YouTuber?
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, ketika ini ketentuan pajak bagi para penggiat media sosial seperti Instagram, Facebook sampai YouTube masih memakai ketentuan yang sama layaknya objek pajak penghasilan lainnya, yaitu UU PPh Nomor 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan. Namun, yg masih menyisakan pertanyaan adalah bagaimana penghitungan pajak yg tepat bagi para YouTuber ini.
Ragam Rumus Penghitungan Pajak YouTuber
Akibat regulasi perpajakan yang masih ?Abu-abu? Atau belum kentara terhadap YouTuber, akhirnya terdapat banyak sekali metode penghitungan PPh bagi para YouTuber ini. Nah, berikut adalah ragam metode penghitungan pajak YouTuber:
1. Berdasarkan PER-17/PJ/2015
Perhitungan pajak buat YouTuber bisa merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 mengenai Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Penghasilan para YouTuber ini sanggup masuk ke dalam 2 opsi dari Lampiran I peraturan Dirjen pajak di atas, yakni:
Pekerjaan yg mereka lakukan merupakan aktivitas hiburan, seni, keativitas lainnya, besaran kebiasaan yg dikenakan sebanyak 35%.
Kegiatan pekerja seni, besaran norma yang dikenakan sebesar 50%.
Dua. Berdasarkan PPh Final
Selain memakai metode kebiasaan misalnya di atas, penghitungan pajak bagi YouTuber bisa menggunakan ketentuan berdasarkan perhitungan PPh final 0,lima% yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Agar lebih mudah buat dipahami, berikut ini contoh penghitungan pajak YouTuber Gita Savitri Devi:
Berdasarkan data yang diperoleh dari situs Socialblade, penghasilan YouTuber Gita Savitri Devi mencapai $389 - $6.200 per bulan atau setara dengan kisaran Rp5,8 juta-Rp94 juta. Sedangkan buat penghasilan selama 1 tahun, Gita sanggup menerima $4.700 - $74.700 atau setara menggunakan Rp70 juta-Rp1,1 miliar.
Nah, bila Gita Savitri memiliki penghasilan Rp1,1 miliar per tahun dan metode pembayaran pajaknya menurut perhitungan PPh final 0,5%, maka berikut adalah rumus perhitungan yang digunakan:
Penghasilan bruto x 0,5% = Iuran pajak per tahun
Rp1.100.000.000 x 0,5% = Rp5.500.000 (Pajak yg wajib dibayar sang Gita Savitri per tahunnya).
Tetapi, angka penghasilan YouTuber pada atas nir sanggup dijadikan patokan lantaran nomor yg ditampilkan situs Socialblade menggunakan algoritma secara universal. Artinya, nomor penghasilan para YouTuber disamaratakan menggunakan semua YouTuber yg ada di dunia. Padahal, tarif para YouTuber bhineka di setiap negara.
3. Berdasarkan penghitungan pajak secara generik dengan mengadakan pembukuan
Selain memakai metode pada atas, para YouTuber jua mampu menggunakan skema penghitungan pajak secara generik. Syaratnya, para YouTuber wajib mengadakan pembukuan terlebih dahulu. Konsekuensinya, YouTuber harus menghitung setiap porto yg mereka keluarkan, mulai menurut biaya produksi sampai nilai ilham yg mereka buat. Pada kenyataannya, akan sangat sulit buat menakar berapa nilai menurut sebuah ilham yang mereka miliki.
Ragam metode penghitungan pajak YouTuber ini menciptakan para YouTuber merasa peraturan pemotongan pajak yang wajib mereka penuhi tidak cukup kentara. Padahal, jika peraturan tentang pajak YouTuber ini jelas, selaku wajib pajak mereka akan lebih patuh. Ujung-ujungnya, penerimaan negara berdasarkan pajak yg dibayarkan YouTuber akan sangat membantu menaikkan penerimaan negara.
YouTuber Butuh Edukasi Pajak
Kurangnya pengenalan pada para YouTuber menjadi keliru satu alasan para YouTuber atau influencer sosial media ini masih belum ?Melek pajak?. Sejak 2013 lalu, pemerintah melalui Ditjen Pajak sebenarnya telah menjanjikan sebuah formula penghitungan pajak yg tepat bagi para selebritas dunia maya misalnya YouTuber & Influencer.
Ketentuan yang telah ada dievaluasi masih belum cukup aporisma buat mengatur pajak penghasilan para pekerja seni global maya. Begitu pula menurut segi pengawasannya.
Meski demikian, dewasa ini telah relatif banyak YouTuber Indonesia, misalnya Rachel Goddard, Kevin Hendrawan sampai Ria Ricis yang mulai patuh membayar serta melaporkan pajak mereka setiap tahunnya. Tetapi, mereka tetap merasa membutuhkan pengenalan yang lebih tak jarang mengenai pajak YouTuber.
Menurut Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, masalah perpajakan tentang YouTuber dan Influencer ini terletak pada edukasi yang minim. Maka, menurutnya tidak ada salahnya jika Ditjen Pajak menyiapkan aplikasi atau perangkat yang memudahkan mereka menghitung pajak.