Mencairkan Dana Desa

Mulai kini kinerja aturan pemerintah turut ditentukan penyerapan lebih dari Rp 20 triliun dana desa dan Rp 50 triliun alokasi dana desa. Sayang, pemerintah desa masih enggan mencairkan dana segudang tadi (Kompas, 8/8/2015).

Penyebabnya, pertama, seharusnya laporan penggunaan sudah dimasukkan semenjak Juli 2015, tetapi ketidakjelasan formulir & pelampiran membuhulkan ketakutan menggunakan dana sampai melaporkannya. Apalagi pelatihan perangkat desa dan pendampingan desa belum kunjung terwujud. Padahal, kesalahan administratif laporan bisa berujungsangkaan korupsi dan pemenjaraan bupati/wali kota ataupun ketua desa.

Kedua, pemerintah desa masih memaknai Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, & Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 lebih menekankan alokasi dana desa untuk infrastruktur. Padahal, forum kemasyarakatan desa telah berpengalaman dan tahu bahwa perencanaan, aplikasi, & operasionalisasi pembangunan fisik di atas Rp 50 juta sulit dijalankan selama residu empat bulan anggaran 2015.

Boleh saja timbul rumusan filosofis, anggaran umum sampai spesifik pada undang-undang & peraturan pemerintah, tetapi yang diperlukan perangkat desa beserta auditor kelak berupa formulir rinci bersama lampiran buat mengisi laporan aktivitas. Formulir & daftar lampiran lazim tertera menjadi Penjelasan Peraturan Menteri atau Panduan Teknis susunan eselon I.

Yang paling aman pada inspeksi pembangunan ialah formulir pelaporan dana yg dikeluarkan sendiri oleh Kementerian Keuangan. Selama ini panduan teknis yg bersifat khusus tadi mampu mempertegas aplikasi dan pelaporan kementerian teknis.

Isi krusial panduan mencakup tata cara dan kebutuhan jenis dokumen perjanjian kerja sebagai dasar pencairan dana. Perlu diperhatikan rincian alokasi dana yg dibolehkan dan sebaliknya daftar aktivitas yg tidak boleh dilaksanakan. Penting memastikan jenis bukti pengeluaran dana dan dokumen yg dievaluasi sah buat pelaporan. Ancangan isi laporan & daftar cek perlu dilihat supaya terhindar berdasarkan maladministrasi.

Badan Pusat Statististik melaporkan pada 2014 sebanyak 93 % desa telah memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Sebanyak 96 persen juga terbiasa menyusun laporan pertanggungjawaban desa. Padahal, tahun itu kitab panduan berdasarkan kementerian baru beredar pada 56 % desa.

Juga hanya 35 persen desa yang menerima pembinaan pelaporan pembangunan. Artinya, perangkat desa berupaya sendiri saat merancang & menulis keuangan desa.

Statistik itu sekaligus memamerkan kemampuan administratif perangkat desa. Untuk mengejawantahkan kapasitas tersebut dalam memaksimalkan penyerapan dana ke desa, perlu upaya koordinatif Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Dalam Negeri; dan Kementerian Keuangan.

Pemerintah harus memastikan panduan pelaporan lengkap dengan lampirannya beredar ke semua 74.045 desa selambatnya dalam Agustus 2015. Adapun training seluruh perangkat desa tuntas pada September 2015.

Permodalan BumDes

Rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes) menjadi acuan pencairan dana-dana ke desa. Dibiasakan proyek pemberdayaan selama ini, RPJMDes didominasi rancangan infrastruktur. Sayang, terbayang kesulitan penyelesaian pembangunan fisik sampai batas akhir pelaporan Januari 2016. Padahal, serapan aturan minimal dapat merugikan perangkat dan masyarakat desa berupa bakal hilangnya kegiatan-kegiatan pembangunan. Apalagi sisa aturan langsung tercerabut dari desa buat diendapkan ke kas negara atau kas daerah.

Strategi mempertahankan dana agar tetap tertinggal pada desa adalah menunda penggunaannya untuk pembangunan fisik dengan cara menyalurkannya menjadi penyertaan kapital badan bisnis milik desa (BumDes). Pemerintah perlu menerbitkan anggaran tentang review RPJMDes tengah tahun yg dijalankan melalui musyawarah desa. Musyawarah hendaknya sekaligus menyepakati pengalihan alokasi dana ke arah penyertaan modal pada BumDes.

Sementara pemerintah memiliki badan bisnis milik negara atau daerah, UU No 6/2014 membuka peluang perangkat desa mendirikan BumDes. Saat ini ribuan BumDes mengelola bisnis simpan pinjam, penyebaran air bersih, & perantara langganan jasa publik. Kini saatnya lingkup usaha diperluas sebagai kontraktor pembangunan jalan, jembatan, bangunan desa, & jasa pendampingan bisnis rakyat.

Cukup secarik peraturan desa sebagai landasan hukum BumDes buat membuat perjanjian resmi serta melaksanakan pembangunan. Artinya, peraturan desa tentang BumDes bisa sebagai dasar resmi alokasi ataupun pencairan aturan desa. Maka, alokasi ratusan juta rupiah nilai dana desa dan alokasi dana desa buat menambah kapital BumDes merampungkan pemenuhan serapan dana pembangunan yang masuk ke suatu desa tahun ini.

Selanjutnya BumDes berhak menjalankan rencana-rencana pembangunan desa tanpa dibatasi tahun anggaran lantaran penyertaan modal BumDes masuk ke pada laporan penggunaan dana desa & alokasi dana desa 2015. Ini tidak sama berdasarkan kegiatan BumDes itu sendiri, yang hanya dilaporkan pada perangkat desa. Alhasil, pembangunan desa sekadar tertunda, yaitu hingga BumDes membentuk infrastruktur & ekonomi desa sejak kuartal terakhir 2015, atau bahkan konstruksi boleh dimulai pada Januari 2016.

Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan IPB Bogor

KOMPAS, 28 Agustus 2015

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2