Sumbat Pelaporan Dana Desa

Desa di Indonesia Dalam Angka/Ilustrasi: Ist
KESULITAN pelaporan penggunaan dana desa pada tahap pertama dan kedua telah memperlambat proses pencairan tahap terakhir . Sayang, pemerintah lamban mengantisipasinya sehingga banyak desa bakal batal menerimanya.

Ketika turun ke lapangan pada akhir November, tergali gabus penyumbat pada cacat prosedur pencairan dana menurut pemerintah kabupaten ke desa. Ini berujung dalam keruwetan rapikan cara verifikasi penggunaan pada desa.

Alpa akun transfer

Hasil penelitian dana dan wewenang desa sang Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri, awal Desember 2015, membelalakkan mata aneka macam pihak. Sumber penyempitan dana desa ternyata belum pernah diduga semenjak awal.

Dana desa dari Kementerian Keuangan pada pemerintah kabupaten mengalir lewat keran transfer wilayah. Tata cara itu bergantung pada pemberi transfer. Nawacita Presiden Joko Widodo buat membangun menurut pinggiran serta amanat UU No 6/2014 mengenai Desa kiranya menguatkan kepastian transfer rutin Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN).

Sayang, pemerintah pusat alpa mengatur mekanisme genre dana desa dari pemerintah kabupaten ke pemerintah desa. Tepatnya, terdapat majemuk akun pemerintah wilayah buat memakai dana, tetapi sama sekali nir ada akun transfer pemerintah wilayah kepada desa.

Akun transfer dana, seperti yang dipraktikkan Kemenkeu, memang hanya butuh laporan penerimaan dana. Itulah yang dikira pemerintah pusat juga berlaku dari kabupaten ke desa.

Jika itu terjadi, memang pelaporan gampang, hanya secarik kertas dilampiri bukti tabungan bendahara desa. Kenyataannya, keran transfer desa tidak tersedia di kabupaten. Pemerintah sentra hanya membolehkan satu akun yang relevan dibuka, yaitu donasi pemerintah daerah kepada desa. Pada titik inilah kerumitan pelaporan dimulai.

Berbeda berdasarkan kemudahan keran transfer, realitas pelaporan dana desa yang mengalir melalui akun bantuan pemerintah wilayah harus dilampiri bukti-bukti penggunaannya sampai dana tersebut habis. Setelah itu, baru desa berhak mengajukan permintaan dana tahap berikutnya.

Desa yg berpengalaman dengan proyek pemberdayaan mudah menyiapkan berkas verifikasi anggaran. Apalagi, sebagian pendamping pemberdayaan masih tinggal di desa hingga November 2015, & turut menyiapkan lampiran laporan dana desa.

Tetapi, aparatur pemerintah desa yg belum berpengalaman menyusun laporan proyek menjadi beban pemerintah daerah. Lantaran itu, pemerintah kabupaten berinovasi guna memastikan dana desa terserap sepenuhnya.

Sebagian ketua badan pemberdayaan masyarakat tingkat kabupaten mendampingi satu per satu pemerintah desa berdasarkan perencanaan sampai penyusunan lampiran laporan dana desa. Ada jua yg melonggarkan anggaran pertanggungjawaban. Berkas bukti penggunaan ditunda dikumpulkan hingga seluruh dana desa diterima.

Faktor eksternal jadi kesukaran nyata. Hujan berhari-hari pada akhir tahun melunturkan semen proyek-proyek prasarana desa. Padahal, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) No 5/2015 mendesakkan penggunaan dana desa untuk infrastruktur.

Tak terdapat pula layanan berita pencairan dana desa, terutama di daerah terpencil. Pemerintah desa terlambat mendapat liputan tadi, selanjutnya telat jua menggunakannya.

Diskresi membebaskan

Karena konflik bersumber menurut pusat, yang terbaik pemerintah segera menyusun diskresi pengunduran tenggat pelaporan dana desa. Merujuk PP No 60/2014 Pasal 24, pelaporan bisa diakhiri sampai minggu keempat Januari 2016.

Selama periode diskresi, Kemendagri melalui Ditjen Bina Keuangan Daerah mesti secepatnya mengumumkan peraturan tambahan akun transfer dalam keuangan pemerintah kabupaten ke pemerintah desa. Akun ini diyakini membuka pintu transfer dana desa menurut APBN ke desa.

Sistem liputan keuangan desa yg telah dibuat Kemendagri beserta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan wajib segera diimplementasikan secara daring. Tujuannya, layanan daring dapat segera disusun sebagai akibatnya data dari desa senantiasa dikomunikasikan dengan basis data keuangan daerah pada kabupaten dan provinsi, serta basis data aturan nasional Kemenkeu.

Komunikasi antarbasis data keuangan lintas birokrasi inilah sebenarnya utama substansi koordinasi antarkementerian pengurus desa, terutama Kemendesa PDTT, Kemendagri, Kemenkeu, & Bappenas.

Materi pembinaan desa ada baiknya ditambah praktik pengumpulan berkas pendukung laporan dana desa. Peraturan Mendagri mengenai panduan penyusunan Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah perlu meliputi arahan pembiayaan bagi tim pendampingan aparatur pemerintah desa. Mereka berfungsi membina setiap pemerintah desa menyiapkan, mencairkan, memakai, dan melaporkan dana desa.

Kantor cabang bank penyalur dana desa sebaiknya turut mengungkapkan fakta pencairan dana desa, terutama ke desa terpelosok. Edukasi phone banking sanggup diarahkan kepada bendahara desa. Mendagri perlu memastikan aturan tata cara penggunaan dana desa. Seperti aturan pengadaan barang & jasa, kerja sama dengan pihak ketiga, penyertaan kapital badan bisnis milik desa, donasi kepada masyarakat miskin, & pengembangan aset desa.

Oleh Ivanovich Agusta - Sumber: print.Kompas.Com

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2