Desa dan Pertanian Negeri Seberang

GampongRT - Indonesia merubah konsep desa sebagai objek pembangunan menjadi desa sebagai pelaku pembangunan. Sedikit perubahan kata namun memberi dampak yang besar dengan potensi yang sangat luar biasa.

Sawah terasering) terletak pada Hamanoura, Jepang

Pemerintah & masyarakat Indonesia, terutama masyarakat desa, harus mempunyai penemuan dan kreatifitas pada mengelola sumber daya & peluang yg ada. Tidak terdapat salahnya juga bila belajar ke desa-desa yang terdapat pada negara seberang lautan.

?Banyak yg bisa dipelajari berdasarkan negara lain,? Ujar anggota Komisi II DPR RI fraksi PDI-Perjuangan Budiman Sudjatmiko pada metrotvnews.Com di Jakarta, Kamis (14/1/2016).

Misalnya, Indonesia mampu meniru Brasil menggunakan skema bantuan transfer dana bagi warga ekonomi bawah buat pembangunan desa. Bahkan Brasil sekarang juga sudah memperluas skema bantuannya pada masyarakat perkotaan buat semakin mendorong pertumbuhan ekonomi.

Indonesia jua dapat meniru Thailand yg diakui sebagai galat satu negara tujuan terbaik dunia. Negeri Gajah Putih menyulap desa-desanya buat tujuan pariwasata dengan pemugaran infrastruktur dan pendidikan kepada masyarakatnya buat melayani turis dengan baik.

Pendekatan sektor pariwisata buat menggenjot perekonomian jua dilakukan di Eropa. Antara lain Greenwich di Inggris, Regensburg di German, Brugel di Belgia pada semangat buat menjaga kekhasan gaya bangunannya bisa ditiru. Kota tua yang dulunya hanya desa-desa kecil di abad pertengahan tersebut bisa sebagai model yg baik buat memberitahuakn pembangunan nir perlu menghilangkan tradisi.

Masih poly pertumbuhan desa-desa negara lain yang sanggup ditiru. Pendekatan negara tadi membentuk desanya pun bisa dipelajari.

Saemaul Undong, gerakan desa baru Korea Selatan

Kore Selatan merupakan galat satu yg negara yg mampu sebagai tempat Indonesia belajar pembangunan desa. Siapa sangka negara loka banyak super besar teknologi bermarkas itu dulunya sangat miskin. Bahkan mereka tercatat menjadi negara yg jauh lebih miskin ketimbang Indonesia pada era-1950an.

Gerakan bernama Saemaul Undong menjadi galat satu alasan.

Saemaul Undong yang secara harfiah merupakan gerakan desa baru, merupakan suatu gerakan perubahan dan reformasi pedesaan buat menuju kehidupan yg lebih baik. Gerakan ini dicanangkan oleh Presiden Park Chung Hee yg melakukan perebutan kekuasaan pada 1961.

Gerakan Saemaul Undong pun diperkenalkan pada tahun 1970 kepada warga Korea. Ada beberapa semangat yg dibawa gerakan ini. Semangat pembangunan nasional buat keluar dari kemiskinan, semangat reformasi spiritual buat modernisasi rakyat Korea, semangat pengembangan berpusat pada kurang lebih warga pedesaan, semangat persatuan warga buat mengatasi pertarungan antar kelas sosial, dan semangat untuk mewarisi & mewariskan tradisi masyarakat.

Gerakan Saemaul Undong direncanakan & dilaksanakan oleh penduduk desa sinkron menggunakan kemampuan & asal daya yg tersedia. Program yg dijalankan dalam tahun-tahun pertama lebih poly penekanan kepada pemugaran infrastruktur. Mulai dari pelebajaran jalan, pembangunan jembatan, drainase & instalasi air higienis, & cocok tanam jenis tumbuhan yg cepat memberi tumbuh & memberi manfaat.

?Jadi ini persis semacam gotong royong. Tapi acara dibuat secara resmi oleh pemerintah. Pada awalnya pemerintah memberi modal per desa buat program perbaikan, apabila berhasil ditambah,? Istilah pengamat budaya Korea Suray Agung Nugroho kepadametrotvnews.Com, Senin (11/1/2016).

Program yang dicanangkan dalam April mendapat perhatian dari Bank Dunia dalam Agustus 1970. Chung Hee menggunakan dana tadi buat pembelian belasan juta sak semen yang didistribusikan merata pada 33.267 desa di Korea Selatan pada ketika itu.

Gerakan pembangunan menggunakan desa sebagai pusatnya ini relatif unik lantaran gerakan dikenalkan ke masyarakat sang relawan yg tidak digaji. Relawan ini diberikan pendidikan oleh pemerintah Korea Selatan untuk memastikan keberhasilan acara Saemaul Undong. Pemimpin Saemaul, sebutan buat para relawan, bekerja sama menggunakan kepala desa agar acara terealisasi dengan baik. Mereka bahkan harus turun tangan membujuk penduduk desa supaya berpartisipasi.

Program terus diusung selama Chung Hee menjabat dengan membawa asas geun myeun (ketekunan), jajo(swadaya), dan hyom dong (kerjasama). Gerakan yang terus menerus dilaksanakan selama hampir sepuluh tahun ini akhirnya mengakar ke rakyat pedesaan pada Korea Selatan. Walau akhirnya Presiden Chung Hee meninggal terbunuh, semangat pembangunan dari desa dan asas yg dibawa Saemaul Undong akhirnya mempengaruhi masyarakat negeri ginseng secara holistik.

Desa Jepang, semangat penemuan & tradisi

Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Mungkin itulah peribahasa yg cocok buat menggambarkan perbedaan antara Korea Selatan dan Jepang pada membentuk desa-desanya.

Kedua negara ini sama-sama negara yang besar sehabis perang global pertama. Keduanya sama-sama diporakporandakan oleh perang. Keduanya juga sama-sama membawa semangat pembangunan berdasarkan pinggiran.

Jepang lebih terciri menggunakan caranya membuat inovasi dengan tetap menjaga tradisi. Inovasi pada Jepang nir hanya terjadi di perkotaan akan tetapi juga pedesaan.

Desa Kawakami Perfektur Mura sebagai galat satu contoh. Apabila desa-desa pada negara lain hanya berusaha menghasilkan produk ternak dan pertanian yg sama, desa Kawakami berusaha menaikkan kualitas pertaniannya dengan melakukan penemuan penanaman selada dan Kolonel.

Dengan selada & Kolonel yg segar, beraroma sedap dan terasa anggun pun berhasil membuat desa ini menjadi sangat terkenal. Bahkan dengan penghasilan dua flora tadi, penduduk ?Desa sayuran? Mempunyai penghasilan per tahun sampai 25 juta yen.

Pengasilan tadi 50 persennya asal dari perkebunan selada dan 30 persennya menurut kol. Sedangkan sisanya berdasarkan sayuran lain. Sekali panen, mereka sanggup mengekspor puluhan ribu boks sayuran ke luar negeri selain buat konsumsi pada negeri.

Dengan penduduk desa yang hanya berjumlah kurang lebih 4.800 orang, Kawakami berada pada atas rata-homogen daerah lain. Generasi belia pada desa ini pun tergolong tinggi dibanding pedesaan lain pada Jepang. Bagi rakyat Kawakami, menjadi penduduk desa merupakan kebanggaan.

Tidak hanya di Desa Kawakami, hal yg sama jua terjadi pada desa-desa sekitar Kota Matsusaka & Kota Kobe. Inovasi peternak membuat desa-desa pada daerah ini populer menggunakan sapi Wagyu (sapi Jepang) sampai ke mancanegara.

Sapi Wagyu diternakan dengan syarat alami. Sapi pun dijaga dengan buat nir stres & secara rutin diberi relaksasi. Bahkan sapi-sapi diberi minuman khusus. Ini membuat daging Wagyu terasa lembut dan beraroma jauh lebih nikmat.

Tidak tanggung-tanggung, peternak pula menerapkan sistem kelas daging Wagyu dari skala 1 sampai 9. Akibat kualitas yang tinggi dan tradisi yg terus dijaga, daging Wagyu sebagai makanan kelas atas. 100 gr daging Wagyu harganya bisa mencapai USD50.

Inovasi yang dilakukan Jepang permanen diiringi menggunakan menjaga tradisi. Di tengah perkembangan teknologi & industrialisasi Jepang, negeri surya terbit permanen memilki desa indah yg menjaga tradisi. Desa Shirakawago misalnya.

Desa Shirakawago menjadi salah satu Situs Warisan Dunia yang berada pada Jepang. Situs ini terletak pada lembah sungai Shokawa di perbatasan Prefektur Gifu.

Desa Shirakawago terkenal dengan rumah tradisionalnya yg berusia lebih berdasarkan 200 tahun. Rumah Gassho-zukuri (konstruksi tangan berdoa) terciri dengan bentuk atap tempat tinggal yg miring dan melambangkan tangan orang yg sedang berdoa.

Desain tempat tinggal ini sangat kuat & memiliki bahan atap yang unik karena iklim wilayah Shirakawago. Kawasan tempat desa ini berada terkenal menggunakan saljunya tebal. Semua atap rumah di Desa Shirakawago menghadap ke timur & barat. Ini bertujuan salju yg menumpuk segera mampu mencair ketika terkena matahari.

Lantaran atap menghadap arah mentari , seluruh jendela yg terletak pada loteng menunjuk ke selatan & utara. Dengan begitu genre udara & angin bebas keluar masuk sehingga membentuk sistem ventilasi yg terbaik.

Rumah gassho-zukuri terbuat berdasarkan kayu. Seluruh bangunan jua nir memakai paku. Seluruh tempat tinggal hanya disatukan menggunakan tali yang terbuat dari jerami yang dijalin atau neso.

Negeri semaju Jepang pun permanen menjaga tradisi.

Desa terkaya di global ada di Tiongkok

Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Tiongkok. Indonesia pun tidak keliru jika ingin belajar cara membangun desa yang kaya ke Tiongkok. Sebab, waktu ini Desa Huaxi yg berada pada Provinsi Jiang Shu.

Dalam ketika 50 tahun, Xuahi berhasil merubah diri berdasarkan desa miskin sebagai desa terkaya menggunakan prinsip ?Maju dan makmur beserta?. Huaxi bersama desa-desa terkini lain merupakan wujud hasil kerja keras, kebersamaan, sekaligus kebebasan desa buat membentuk diri scara berdikari.

Perkembangan Xuahi ditandai saat kebijakan politik ?Membubarkan komune masyarakat? Dilakukan dalam 1980. Wu Renbao sebagai sekretaris partai tingkat desa memilih mempertahankannya.

Asas saling membuatkan & semangat menciptakan bersama yg tetap dipegang desa walau komune warga dihapus menciptakan Huaxi tumbuh sebagai desa dengan industri pertanian yang terbaru. Bermodalkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Huaxi sudah mempunyai poly usaha, membangun pabrik baja, dan industri pariwisata.

Pembangunan berbasis desa menggunakan sentra BUMDes membuat rakyat desa Xuahi sebagai sangat makmur. Sekitar 35.000 penduduk desa Xuahi sebagai masyarakat berekonomi makmur. Tiap orang setidaknya mempunyai tabungan USD250 ribu, rumah seluas 400 meter persegim kendaraan beroda empat sedan, perawatan kesehatan dan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi, sampai saham tersebar pada perusahaan milik desa.

Semua atas anugerah pemerintah desa.

Bisnis pada Xuahi sangatlah bervariasi ketika ini. Mulai berdasarkan perkapalan, tembakau, baja, sampai tekstil. Untuk mempermudah pebisnis mengeksplorasi Huaxi & kota-kota terdekatnya, pemerintahan desa bahkan menyewakan taksi helikopter.

Pada 2011 lalu, pemerintahan Desa Huaxi mendirikan gedung pencakar langit dengan tinggi 328 meter yang menjadi salah satu bangunan pencakar langit tertinggi dunia.

Memang tak ada salahnya Indonesia belajar ke desa negeri seberang. Apalagi dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa-desa di nusantara didorong buat semaking berkembang.

Berkaca ke Vietnam & Thailand buat pertanian

Salah satu impian Indonesia merupakan sebagai negara agraria yang sanggup swasembada pangan. Cita-cita luhur ini telah muncul sejak zaman Indonesia merdeka.

Pengajar besar ekonomi IPB Hermanto Siregar mengungkapkan hal ini akan sulit terjadi karena beberapa kelemahan Indonesia. Pertama terkait konsesi lahan pertanian Indonesia yang terus menyusut.

"Konsesi huma pertanian poly yang berubah menjadi perumahan atau peruntukan industri," cerita Hermanto kepada metrotvnews.Com, Senin (11/1/2016).

Setiap tahunnya konsesi lahan pertanian berkurang sampai 100 ribu hektare per tahun. Penyusutan terbesar paling poly terjadi pada pulau Jawa, Sekitar 40 ribu hektare tiap tahunnya.

Memang pemerintah Indonesia belakangan sudah berupaya membuka lahan-huma pertanian baru. Tapi perbandingannya jauh lebih kecil dibanding pengalihan konsesi lahan yg terjadi. Penambahan lahan hanya lebih kurang 5.000 hektare per tahun.

"Dibutuhkan kesungguhan menurut pemerintah buat menegakkan hukum alih fungsi lahan pertanian," ucap Hermanto menyayangkan pertanian Indonesia yang semakin kalah dengan negara tetangga.

Sudah saatnya Indonesia berkaca ke negara tetangga dalam memajukan pertanian. Thailand dan Vietnam bersungguh-benar-benar dalam menguatkan sektor pertanian. Berbeda menggunakan Indonesia, Thailad & Vietnam berani buat mempertahankan luas huma pertaniannya.

Vietnam tetapkan daerah delta Mekong menjadi daerah pertanian yg nir boleh diganggu gugat. Thailand juga menetapkankan huma pertaniannya tidak boleh dialih fungsikan.

Indonesia pula masih ketinggalan soal teknologi pangan. Walau sama-sama terus mengembangkan teknologi buat menaikkan kualitas & kuantitas pangan, Indonesia masih ketinggalan dibanding ke 2 negara tersebut.

Produktivitas lahan padi dapat dijadikan contoh. Rasio perbandingan jumlah output panen dibanding luas huma padi Indonesia hanya 1 ton per hektar. Sedangkan Vietnam berhasil mencapai nomor lima,4 ton per hektar.

Produktivitas Thailand memang sedikit lebih rendah dibanding Indonesia. Tapi Thailand bisa jauh meninggalkan total output produksi padi Indonesia lantaran jumlah lahan yg luas dibanding kebutuhan mereka. Akhirnya beras Thailand bisa memasuki pasar Indonesia. Bukan kebalikannya.

Soal pengembangan teknologi pangan Indonesia juga tidak fokus seperti kedua negara tersebut. Setidaknya terdapat dua kelemahan Indonesia yg dilihat sang pengamat pertanian ini.

Pertama, Indonesia nir fokus pada menggunakan anggaran pengembangan teknologi pertanian Indonesia. Terlalu poly komoditas yg dikembangkan, sedanggkan aturan terlalu yg ada sangat terbatas.

Kedua, terlalu poly lembaga yg melakukan riset & pengembangan pangan. Secara logis, semakin poly lembaga yang menyebarkan seharusnya memberi imbas positif. Namun yg terjadi pada Indonesia justru tumpang tindih penelitian. Saat Kementerian melakukan riset suatu komoditas, forum pendidikan tinggi dan universitas jua melakukan riset komoditas yg sama.

Thailand menyerahkan riset komoditas pertanian ke universitasnya. Ketika output riset keluar, pengembangan tersebut diserahkan ke pemerintah buat diimplementasikan.

"Supaya nir tumpang tindih antara riset satu forum dengan riset lembaga lain," Hermanto menegaskan.

"Jadi buat memajukan pertanian, Indonesia hanya butuh penekanan," tandas Hermanto.

Sumber: metrotvnews.Com

Foto ilustasi: apakabardunia.Com

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2