Reformasi Koperasi untuk Ekonomi Desa
Dalam visinya koperasi dicita- citakan menjadi "soko pengajar perekonomian Indonesia". Namun, dalam realitasnya hinggakini, koperasi baru hanya sebagai "sapu lidi" yg menghimpun yg kecil & lemah. Padahal, menurutKetua Dekopin Nurdin Halid, koperasi "pilar negara". Bersama sektor negara dan sektor partikelir, koperasi berada pada buritan perkembangan ekonomi nasional.
Mengingat usinya yg hampir satu abad sejak tahun 1947, gerakan koperasi tidak mampu hanya merasa prihatin, namun juga harus memikirkan suatu gerakan reformasi dengan memahami dilema yg dihadapi guna melakukan repositioning pada pembangunan ekonomi Indonesia.
Pokok duduk perkara
Walaupun dalam kenyataannya, koperasi adalah sektor yg paling tertinggal, pemerintah acapkali membanggakan "prestasidanquot; koperasi, yang jumlah unitnya mencapai 209.488 & anggotanya mencapai 36.443.953 dalam tahun 2014. Namun, apabila dihitung homogen-homogen jumlah anggotanya, hanya 174 orang per unit. Padahal, pada masa Orde Baru, jumlah anggota koperasi unit desa (KUD) ditargetkan minimal 2.000 orang per unit.
Jumlah unit yang aktif diklaim mencapai 70 persen. Tetapi, apabila dicermati dari data yang melakukan kedap anggota tahunan, hanya 38 %. Ini artinya yg aktif hanya 38 % sehingga yang nir aktif 62 %. Yang tidak aktif ini karena tidak memiliki program yg dijalankan sebagai akibatnya tidak terdapat yg sanggup dilaporkan dalam rapat anggota tahunan. Atau manajemen nir mampu melaksanakan acara yang realistis. Yang nir melakukan kedap anggota tahunan berarti nir transparan dan akuntabel. Karena nir memiliki kegiatan, residu output bisnis (SHU) per koperasi juga mini , homogen-homogen Rp 71 juta per unit & per anggota hanya Rp 408.000 per tahun atau Rp 34.000 per bulan per anggota. Dengan ukuran upah minimum regional, yg terkecil merupakan di Provinsi Maluku Utara, yaitu Rp 1.681.266, dan tertinggi Provinsi DKI Jakarta Rp tiga,1 juta. Hal tersebut memberitahuakn koperasi Indonesia adalah organisasi "soko lididanquot; yang terdiri menurut koperasi-koperasi kecil & lemah.
Kunci kekuatan koperasi sebenarnya adalah persatuan menurut yang lemah atau yg miskin apalagi yang pendapatan per kapita anggotanya akbar, sebagaimana dikatakan pakar koperasi Jerman, Hanna. Koperasi dengan jumlah anggota minimal dua.000 orang adalah mungkin karena penduduk per kecamatan di Jawa 30.000-40.000 orang. KoperasiCredit Union (CU), umpamanya, jumlahnya hanya 917 unit. Tetapi, jumlah anggotanya mencapai dua.500-7.200 orangatau rata-rata dua.760 orang.
Koperasi CU terbesar adalah Lantang Tipo dari Kalimantan Baratdengan jumlah anggota 123.777 orang, sedangkan yg terkecil koperasi Papa Diwi menurut Maumere,Nusa Tenggara Timur, dengan jumlah anggota 1.003 orang dengan nilai aset Rp dua,230 miliar, jadi hampir tiga kali lipat berdasarkan modalkoperasi nasional yang besarnya hanya Rp 958 juta. Jumlah anggota koperasi menerangkan adanya semangat berkoperasi, justru pada desa miskin di Kalimantan Barat atau NTT. Masalahnya adalah kemampuan mengorganisasikan anggota warga .
Baca juga:Langkah Persiapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa
Nilai aset CU total pada tahun 2015 sebanyak Rp 23 triliun atau homogen-rata Rp 23.191.276.Ini memberitahuakn bahwa CU adalah unit bisnis keuangan mikro, sebagai organisasi sapu lidi. Namun, dengan penggabungan koperasi primer pada satuan kecamatan, koperasi akan sanggup membangun usaha skala menengah, bahkan besar dengan nilai aset kira-kira Rp dua,tiga miliar. Demikian juga apabila jumlah anggota sanggup ditingkatkan.
Arah reformasi
Berdasarkan realitas di atas, maka arah reformasi koperasi, pertama-tama merupakan peningkatan kapasitaskelembagaan(institutional capacity building) menggunakan perbaikan rapikan kelola koperasi yang baik (good cooperative governance), yaitu menggunakan penerapan prinsip-prinsip transparansi melalui kedap anggota, akuntabilitas dengan memilih tenaga-energi profesional, kewajaran (fairness) dengan menaruh renumerasi terhadap energi-energi profesional dan independensi menggunakan memilih kepala & manajer koperasi kompeten & berintegritas.
Dengan peningkatan rapikan kelola koperasi itu, target pertama yang perlu ditetapkan adalah peningkatan jumlah anggota minimal 2.000 orang. Berdasarkan pengalaman BMT INTI Yogyakarta yang berbasis usaha premi mikro, menggunakan cara menabung sedekah harian Rp 500, dapat dihimpun modal yg mencukupi buat menaruh fasilitas kredit mikro hingga Rp 5 juta kepada 2.000 pengusaha mikro anggota koperasi sebagai akibatnya jumlah anggota keseluruhan merupakan 4.000 orang. Lantaran itu, target koperasi selanjutnya peningkatan aktivitas koperasi dengan cara menabung, dengan aneka macam metode dengan cara mencontoh CU.
Berdasarkan pengalaman CU pada wilayah-daerah miskin, maka rakyat mempunyai poly kesempatan usaha produktif pada bidang pertanian & kehutanan yang menghasilkan bahan mentah. Dengan output tersebut, laba koperasi sangat terbatas. Karena itu, yang perlu dikembangkan pada wilayah perdesaan merupakan industri pengolahan output- hasil pertanian dan kehutanan, menjadi disarankan oleh Bung Hatta, guna menciptakan nilai tambah. Dengan meningkatnya nilai tambah tadi, volume bisnis koperasi menjadi membesar sehingga, sebagaimana disarankan Bung Hatta, koperasi bisa berfungsi menjadi lembaga pembentukan kapital (capital formation).
Dewasa ini, Bank Indonesia & Bank Dunia memprihatinkan ketidakmampuan perbankan pada meningkatkan akses orang miskin terhadap pelayanan keuangan. Sebenarnya koperasi adalah lembaga ekonomi perdesaan yg bisa melakukan inklusi keuangan itu. Namun, koperasi harus sanggup menghimpun modal murah. Dewasa ini permodalan koperasi masih 47 persen tergantung berdasarkan luar, khususnya pemerintah.
Baca: Apa itu Holding BUM Desa?
Karena itu, target reformasi koperasi ketiga adalah memperkuat modal. Berdasarkan sistem perbankan, koperasi dewasa ini sebenarnya nir mempunyai modal karena yang dihitung sebagai modal merupakan simpanan, kecuali simpanan pokok yang bisa dianggap sebagai kapital yg jumlahnya kecil. Sebenarnya simpanan adalah dana pihak ketiga (DPK). Agar sebagai pruden, nilai modal paling tidak 12 persen menurut nilai aset yg membangun faktor kecukupan modal.
Oleh karenanya, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yg dibatalkan Mahkamah Konstitusi, yang sekarang masih berlaku sebelum ada UU pengganti yang baru,memberi kesempatan pada koperasi buat menerbitkan saham guna memperkuat permodalan.
Dalam pengalaman koperasi kelapa sawit rakyat Setia kawanBatulicin, Kalimantan Selatan, koperasi tidak berhasil memperoleh kredit start up dari bank untuk mendirikan industri pengolahan hasil kelapa sawit. Namun, dengan menerbitkan saham Rp 2,5 juta per lembar, terjual 52.000 lembar saham senilai Rp 130 miliar yang mencukupi sebagai modal mendirikan industri kelapa sawit skala besar. Di Israel, pemerintah mendirikan lembaga keuangan start up guna membiayai inovasi sehingga bisa melahirkan usaha baru lewat lembaga inkubasi.
Dengan demikian, maka target reformasi koperasi merupakan, pertama, pemugaran rapikan kelola koperasi. Kedua, peningkatan jumlah anggota koperasi per unit. Ketiga, menciptakan modal & keempat membentuk industri pengolahan guna membentuk nilai tambah. Kelima, menciptakan lembaga inkubasi koperasi.
Dengan reformasi tersebut, pengembangan "koperasi sapu lidi" akan membuka jalan bagi terbentuknya koperasi "soko guru"ekonomi perdesaan.[]
Oleh M. Dawan Rahardjo, Rektor Universitas Proklamasi 45, Yogyakarta.
(Sumber: Kompas, Edisi 21 November 2016).