Desa dan Harga Pangan

Desa merupakan tempat produksi pangan. Namun, pangan justru berkontribusi besar atau menjadi sumber kemiskinan di perdesaan.

Beras adalah bahan pangan yang memberikan andil terbesar, yaitu 25,35 persen.
Petani Padi/Image: Ist

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, batas garis kemiskinan pada perdesaan pada September 2016 sebesar Rp 350.420 per kapita per bulan. Dalam ketika setahun atau semenjak September 2015, garis kemiskinan di perdesaan naik lima,dua %. Bahan kuliner masih berkontribusi terbesar terhadap garis kemiskinan pada perdesaan, yaitu 77,08 %. Adapun pada kota, kontribusinya 69,84 %.

Beras merupakan bahan pangan yang memberikan andil terbesar, yaitu 25,35 %. Hal ini diikuti bahan kuliner lain yang pula didapatkan pada desa, seperti daging sapi (3,47 persen), gula pasir (3,01 %), telur ayam ras (2,76 persen), daging ayam ras (2,19 persen), & bawang merah (2,10 %).

Hal itu nir terlepas menurut kenaikan harga pangan pokok yg selalu terjadi setiap tahun. Tidak ada perbaikan pendapatan warga desa, terutama petani, secara signifikan. Saat petani hanya menikmati keuntungan 2 persen berdasarkan penjualan gabah kering panen, pedagang bisa meraup keuntungan hingga 10 % berdasarkan hasil penjualan beras.

Atau ketika petani tebu sanggup melelang harga gula pasir Rp 9.500-Rp 11.000 per kilogram tahun ini, petani wajib membeli pulang gulanya seharga Rp 13.500-Rp 14.000 per kg. Semakin tinggi harga pangan, semakin poly biaya yang dikeluarkan rakyat ekonomi bawah buat pangan.

Sejak tahun ke tahun, pola konsumsi warga kian semakin tinggi. Rata-homogen pengeluaran per kapita selama sebulan, dari gerombolan barang, dalam 2015 telah Rp 954.430. Dari jumlah tersebut, pengeluaran buat kuliner kurang lebih 49,91 % atau Rp 478.062. Itu pun berdasarkan penghitungan komponen kuliner secara normal atau tanpa memperhitungkan kenaikan harga.

Pengeluaran untuk beras meningkat dari Rp 55.216 per kapita per bulan pada 2013 menjadi Rp 64.759 per kapita per bulan pada 2015. Adapun pengeluaran buat daging semakin tinggi cukup signifikan, berdasarkan Rp 13.322 per kapita per bulan dalam 2013 sebagai Rp 21.157 per kapita per bulan pada 2015.

Tahun ini, stabilitas stok dan harga pangan masih menjadi tantangan pemerintah. Faktor yg memengaruhi adalah penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) seiring menggunakan kenaikan harga minyak dunia.

Di sisi lain, pemerintah mulai mengurangi subsidi listrik 900 VA secara bertahap bagi rakyat yg dianggap mampu. Kedua hal ini akan berdampak pada kenaikan harga pangan yg mudah bergejolak.

Ada cara yang bisa dilakukan, yakni menggunakan penyediaan stok pangan yg harganya mudah bergejolak itu. Pemerintah sanggup bekerja sama menggunakan asosiasi-asosiasi pedagang dan distributor.

Dengan demikian, pemerintah bisa membeli bahan pangan itu berdasarkan distributor ketika harga pangan bergejolak. Hal lain yang sanggup dilakukan merupakan mengoptimalkan lumbung pangan. Harapannya, stok dan harga pangan terjaga. (Sumber: Kompas)

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2