Menteri Desa Ajak Akademisi Turun Tangan Bangun Desa
GampongRT - Menteri Desa mengajak akademisi berpartisipasi aktif dalam perubahan paradigma pembangunan desa yang bergeser dari corak sentralistik menjadi pembangunan yang bersifat partisipatoris. Para akademisi diharapkan turun tangan dan mendampingi masyarakat desa agar bisa mewujudkan cita-cita Desa Membangun Indonesia.
"UU Desa berupaya mengangkat Desa dalam posisi yang semestinya. Secara konstitusional UU tersebut sudah mengukuhkan pengakuan dan penghormatan serta pemberian wewenang menurut dari-usul desa dan kewenangan skala lokal, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 18 B ayat dua," ujar Menteri Marwan saat menghadiri acara diskusi menggunakan tema; "Peran Akademisi Dalam Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal & Kawasan Transmigrasi' di Kampus UIN Sunan Ampel, Surabaya, Kamis (5/10).
Dengan menempatkan Desa sebagai subjek pembangunan, Desa akan memegang peranan strategis dalam mendukung pembangunan nasional. "Selama ini kondisi desa memang sangat ironis. Bisa dicermati desa menjadi tempat penghasil pangan, ketika ini desa justru mengalami tren kekurangan bahan pangan. Tahun 2013 sebanyak 47.02 juta jiwa yang rawan pangan tersebar di 349 kabupaten pada Indonesia yang secara tipologi masuk pada cluster kabupaten Tertinggal, Terluar, & Terpencil," tandasnya.
Disisi lain, fenomena pergeseran atau peralihan pola konsumsi masyarakat perdesaan yang sangat cepat bahkan lebih tinggi dari perkotaan terhadap bahan-bahan yang dari dari terigu atau tepung terigu. Hingga tahun 2014, konsumsi per kapita tepung gandum pada perkotaan & perdesaan cenderung meningkat.
"Konsumsi per kapita tepung terigu pada perkotaan bertumbuh 7,10%, sedangkan di perdesaan bertumbuh 9,67% per tahun. Sementara itu, konsumsi per kapita mie instan di perkotaan bertumbuh sebesar 12,11% per tahun, sedangkan di perdesaan bertumbuh jauh lebih tinggi sebanyak 16,99% per tahun," ujarnya.
Fenomena ini, menurut Marwan dievaluasi sangat memprihatinkan, mengingat desa merupakan daerah penghasil pangan utama nasional (beras, jagung, ubi jalar, & lain-lain). "Seolah-olah desa wajib menanggung kebutuhan pangan masyarakat perkotaan, tetapi disisi lain wajib memenuhi kebutuhan pokok buat pangannya sendiri," paparnya.
Melihat aneka macam konflik tadi, menjadi wujud komitmen pemerintah dalam menciptakan desa, Marwan mengajak seluruh pemangku kepentingan termasuk civitas akademik buat mewujudkan impian desa membangun Indonesia.
Berdasarkan data Kemenristek Dikti tahun 2015, jumlah dosen mencapai 160.000 orang dan jumlah mahasiswa yang aktif mencapai lima,4 juta orang. Dengan jumlah yang tidak sedikit ini, peran/kontribusi akademisi adalah galat satu unsur krusial pada akselerasi pembangunan desa pada Indonesia. "Sudah saatnya akademisi berbondong-bondong buat turun tangan membentuk Desa. "Gerakan Turun Tangan Membangun Desa," imbuhnya.
Selain itu, imbuh Marwan, penelitian yang dilakukan oleh para civitas akademika harusnya tidak hanya melahirkan ilmu untuk ilmu (science for science) saja tetapi penelitian harus dapat diterapkan secara langsung untuk kesejahteraan masyarakat.
"Berdasakan data Kementerian Ristek bahwa tahun 2013 jumlah publikasi di Indonesia mencapai 171.037 publikasi selama satu tahun. Jumlah publikasi ini tidak sedikit bila betul-betul memiliki penemuan sebagai akibatnya dapat diterapkan & dipatenkan buat kesejahteraan rakyat," tutupnya. (Kemendesa/admin)