Dana Desa Rawan Dikorupsi Untuk Pemenangan Petahana
Ayo Bangun Desa - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu mengawasi ketat pencairan dana desa jelang pilkada serentak. Ada peluang, dana desa jadi ladang korupsi demi memenangkan pasangan calon tertentu.
Demikian warning Komisioner KPK nonaktif Bambang Widjojanto dalam diskusi bersama beserta Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Jakarta, kemarin.
"Muaranya nanti lepas 9 Desember, pas pilkada. Kalau nir mampu dikontrol, maka panen raya akan terjadi," ujar Bambang.
Dikatakan, potensi korupsi akan semakin rentan terjadi mana kala wilayah yg akan menyelenggarakan pilkada serentak itu mempunyai penyerapan aturan kecil. Secara nalar, Bambang beropini, nir wajar bagi pemerintahan wilayah buat sanggup menghabiskan anggaran dalam waktu 2 bulan secara proporsional & tepat target. "How come kita sanggup serap aturan pada saat 2 bulan?" ungkapnya.
Donwload:Permendes Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017
Bambang khawatir, dana desa lebih mudah disalahgunakan karena dari 269 pilkada, 170 pilkada di antaranya melibatkan calon petahana. "Di sinilah KPK seharusnya masuk," ungkapnya.
Selain itu, menurut dia, dana desa juga rentan disalahgunakan karena jumlahnya yg besar & sebaran desa yg menerimanya cukup luas. Oleh karena itu, KPK wajib mempunyai strategi untuk bisa mengawasi pencairan sampai penggunaannya.
Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dalam APBN 2015 sudah dialokasikan Rp 20,66 triliun untuk dana desa. Total desa yg seharusnya menerima dana itu adalah 74.093 desa. Tapi, sampai 23 Oktober, baru 58.804 desa sudah terdata menerima penyaluran bantuan dana desa, atau baru Rp Rp 8,53 triliun setara dengan 53,05 % yg sudah masuk ke rekening keuangan desa. Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyangsikan lambatnya pencairan dana ini lantaran dana desa sengaja didekatkan waktunya dengan proses pilkada serentak.
Sebelumnya, Jaringan Pendidikan Pemilih buat Rakyat (JPPR) mencatat, sebanyak 14'6 calon incumbent pada pilkada serentak tahun ini akan mengantongi Rp tiga,2 triliun dana desa. Dia berharap, pemerintah melakukan langkah pencegahan supaya dana desa tidak dimanfaatkan incumbent buat kepentingan pemenangan pesta demokrasi 5 tahunan itu.
"Saya melihat dana desa mengalami kendala terkait syarat penerimaan dan pertanda petahana memperlambat pencairan. Karena itu, potensi pemanfaatan dana desa buat kepentingan pilkada harus dicegah sekuat-kuatnya," ujar Koordinator Nasional JPPR, Masykurudin Hafidz.
Diharapkan, penggunaan dana desa harus dipastikan sempurna target terutama buat penanggulangan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan ekonomi lokal & pembangunan sarana & prasarana desa. Jangan hingga implementasi program dana desa jadi indera mobilisasi petahana buat mendapatkan manfaat terselubung jelang pilkada serentak.
Baca:Mekanisme Transfer Dana Desa akan Diperbaiki
"Program-acara dana desa yang merakyat tidak boleh lantas diatasnamakan semata-mata kemurahan dan kebaikan had petahana pada masa kampanye pilkada," terperinci Maskyur, Masykur menambahkan, supaya dana desa tidak ditumpangi buat kepentingan pilkada, maka harus banyak mata buat mengawasinya.
Bawaslu, Kemendagri, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) & Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib saling koordinasi mencegah uang triliunan rupiah ini tidak jadi ladang penyelewengan.
Sebelumnya, PPATK mempertanyakan lambatnya pencairan dana desa di sejumlah wilayah. Para petahana yang jadi calon kepala daerah ditengarai sengaja memperlambat pencairan dana desa agar berdekatan dengan pelaksanaan pilkada serentak pada Desember 2015. "Saya dan sahabat-sahabat pada PPATK sahih-benar mencicipi, kok pencairannya lambat sekali? Apakah memang prosesnya atau sengaja didekatkan menggunakan pilkada?" istilah Kepala Bagian Analisis Bank PPATK Savetri Lihanara.
Savetri mengaku, selalu mengamati proses pencairan & desa sebanyak Rp 20 triliun ini. Menurutnya, sampai saat ini, masih sedikit sekali daerah mencairkan dana ini. "Kita harap dana desa ini tidak jadi pemanis dalam pilkada," pungkasnya.
Sumber: KPK