Desa, Pilar Ekonomi Masa Depan
Sebutkan kata ?Desa? Maka pikiran orang melayang ke wilayah-daerah terkebelakang di atas gunung, atau kampung nelayan di pesisir pantai. Tapi tahukah Anda bahwa dalam tempo 10-20 tahun berdasarkan kini , desa mampu sebagai pilar unggulan perekonomian nasional? Diam-membisu pemerintah sedang memberdayakan 75.000 desa yg kapasitas produksinya akan melipatgandakan GDP Indonesia, bahkan nilai kapitalisasinya akan menandingi perusahaan-perusahaan super besar dunia.
Buang jauh-jauh kepentingan partai, grup & golongan. Mari kita bicara mengenai nasib bangsa ini menjelang peringatan 100 tahun Indonesia Merdeka. Sebelum peringatan tersebut, bila acara pembangunan desa yg dijalankan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Nawacita itu berhasil secara merata & berkesinambungan [dilanjutkan oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya], maka desa-desa di Indonesia akan membangun consumption power senilai Rp12.000 triliun atau mendekati US$ 1 triliun ?Sama misalnya GDP Indonesia ketika ini, termasuk yang dihasilkan oleh tempat perkotaan dan tempat industri.
Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menghitungnya secara cermat bahwa potensi desa yang sangat besar itu wajib ditumbuh-kembangkan, lantaran inilah keliru satu pilar unggulan ekonomi Indonesia di masa depan.
Saat ini [2017] penduduk Indonesia berjumlah 259 juta yang meliputi angkatan kerja sebesar 47% atau 125 juta orang. Setengah menurut jumlah ini tinggal pada desa-desa. Tapi pada kurun waktu 10 tahun berdasarkan sekarang, Indonesia akan memperoleh insentif demografi saat jumlah penduduk naik menjadi lebih berdasarkan 270 juta orang & angkatan kerja bertambah menjadi 67% menurut jumlah penduduk.
Tahun 2030 jumlah penduduk negeri ini diperkirakan akan mencapai 300 juta orang, sekitar setengahnya berada pada daerah perdesaan. Apabila dihitung bahwa nanti masih ada 200 juta angkatan kerja saja ?Lebih kurang 10-15 tahun berdasarkan kini ?Maka ada 100 juta pekerja yang tinggal di daerah pedesaan.
Dalam kalkulasi Eko Putro Sandjojo, apabila setiap desa fokus menghasilkan satu produk unggulan tertentu melalui Program Unggulan Desa (Prudes) atau pada Jawa dikenal menggunakan nama Program Kawasan Perdesaan (Prokades) maka akan membentuk skala irit yang berdampak.
Setiap angkatan kerja pada desa sanggup memperoleh penghasilan Rp2 juta per bulan, lantaran sektor pertanian yang terintegrasi secara vertikal bisa memberikan pekerjaan turunan. Misalnya terdapat kuli panggul, terdapat buruh, terdapat pegawai di perusahaan pasca-panen, sopir truk, warung-warung, retail & seterusnya. Jadi multiplier effect-nya besar . Maka desa akan menyumbang paling sedikit Rp200 triliun per bulan kepada perekonomian nasional.
Apabila jumlah Rp200 triliun itu membentuk consumption effect 5 kali lipat ?Menjadi kalkulasi moderat? Maka kapasitas konsumsi berbasis desa akan mencapai Rp1.000 triliun per bulan atau Rp12.000 triliun per tahun atau enam kali APBN 2017. Sehingga akan menaruh donasi sekitar US$1 triliun kepada GDP Indonesia.
Ini kalau kita hitung bahwa dalam tempo 10-15 tahun berdasarkan kini program pembangunan desa yang dijalankan sang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu membuat penghasilan angkatan kerja di desa tumbuh menjadi Rp2 juta per orang per bulan.
Di banyak desa jumlah ini akan jauh lebih besar . Pendapatan homogen-rata masyarakat desa di Jawa waktu ini pun sudah lebih berdasarkan Rp2 juta. Tapi dengan hanya Rp2 juta saja, desa telah mampu menciptakan nilai sebanyak GDP Indonesia waktu ini, apalagi jika bisa lebih, ujar Eko Putro Sandjojo ketika ditemui Pitan Daslani & Andrea Salman dari Indonesian Leaders.
?Itu yg akan sebagai kekuatan Indonesia. Berarti harapan Pak Joko Widodo dalam membangun Indonesia dari pinggiran menggunakan memperkuat wilayah & desa dalam rangka NKRI itu bukanlah isapan jempol. Secara matematika mampu dibuktikan. Nah, teknisnya, bagaimana agar kita membuat Produk Unggulan Desa (Prudes) ini jalan.?
Produk Unggulan Desa
Kementerian yang dipimpin Eko sekarang sibuk mendorong desa-desa pada Tanah Air buat penekanan membuatkan produk-produk unggulan eksklusif sinkron potensi wilayahnya masing-masing dengan semboyan One Village One Product. Selama ini karena tidak terorganisir dengan baik maka desa-desa tidak mempunyai fokus produksi. Tetapi hal inilah yang sedang dibenahi supaya setiap desa memiliki produk unggulan tertentu sebagai akibatnya sanggup memiliki skala produksi yang akbar.
One Village One Product merupakan satu berdasarkan empat acara yang sebagai taktik kementerian ini. Produk-produk unggulan ini akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang merupakan acara unggulan ke 2. Program unggulan lainnya merupakan Embung Desa & Sarana Olahraga.
BUMDes berbentuk perseroan terbatas (PT) yang dikelola oleh desa dan berada di bawah holding dimana empat bank BUMN yaitu Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI) menjadi pemilik mayoritas (51%) sementara desa mengontrol 49% saham perusahaan tersebut.
Guna meningkatan kinerja serta menerapkan transparansi pada pengelolaan BUMDes maka pemerintah juga sudah mendorong kehadiran kawan-mitra BUMDes untuk bekerjasama.
?Kalau satu desa punya satu mitra BUMDes, & satu kawan BUMDes mampu untung Rp 1 miliar per tahun, maka bila dikonsolidasikan akan menghasilkan Rp 75 triliun net profit. Sampai kini belum terdapat perusahaan pada Indonesia bisa membentuk net profit sebesar itu,? Ujar Menteri Eko.
Bandingkan net profit dari satu holding ini (Rp75 triliun) dengan laba 138 BUMN yg berjumlah Rp140 triliun. ?Nah perusahaan yg punya net profit Rp75 triliun tentu nir mungkin kita pisahkan saja. Saya tentu akan float ke pasar saham.
Kalau price to earning (P/E) ratio-nya 20 contohnya maka kapitalisasi pasarnya sudah Rp1.500 triliun atau US$ 120 miliar, atau sama dengan 30% dari nilai kapitalisasi Apple Computer. BumDes ini bisa sebagai world-class company.?
Menteri Eko yang berlatarbelakang profesional usaha itu beropini bahwa galat satu kunci keberhasilan pengembangan daerah perdesaan merupakan manajemen korporasi BumDes secara profesional.
?Malaysia dan Singapura itu negara mini yg sumber daya alamnya tak sebesar Indonesia, namun lantaran beliau kompak sehingga sanggup mengkapitalisasi bukan hanya resources negaranya namun pula recources negara tetangga.?
Embung Air Desa
Karena 82% masyarakat di perdesaan hayati pada sektor pertanian, maka titik beratnya adalah membuat tiap desa penekanan ke komoditas pertanian & pendukungnya.
Untuk menunjang penciptaan produk-produk unggulan desa, maka Menteri Eko sibuk mendorong pembangunan embung air sinkron visi yang ditetapkan Presiden.
?Di Indonesia ini hanya 45% desa yg memiliki saluran irigasi. Sisanya belum punya saluran irigasi. Jadi yang punya saluran irigasi itu mampu tiga kali panen, tapi yg nir punya saluran irigasi cuma pas animo hujan saja bisa menanam dan hanya satu kali panen. Jadi rata-homogen nasional cuma 1,4 kali panen per tahun, padahal seharusnya bisa 3 kali panen, kalau terdapat air.
?Lantaran itulah maka tambahan aturan desa sebanyak Rp20 triliun itu Bapak Presiden minta buat dipakai membentuk embung air pada setiap desa. Jadi desa mengalokasikan Rp200-500 juta buat membentuk embung air.
?Embung air itu tidak perlu harus dibikin pada tanah baru; saluran irigasi dilebarkan & diperdalam itu jua bisa jadi long storage sebagai embung air jua. Sehingga pada saat trend kering pun mampu ditarik pakai pompa, airnya bisa buat menanam supaya bisa tiga kali panen. Jadi secara nasional bisa naik dua kali lipat menggunakan huma yang sama.
?Embung itu pula bisa dimanfaatkan buat perikanan; jadi agar nir idle, digunakan untuk perikanan supaya ada additional income buat desa. Perikanan bisa dimanfaatkan juga buat pariwisata. Jadi tahun lalu ada yg curi start, terdapat 600 desa yg sudah bikin embung. Di Kutai Kartanegara kebetulan kaya dana bagi hasilnya terdapat Rp 7 triliun, jadi setiap desa dikasih Rp 3 miliar.?
Sistematikanya adalah menciptakan produk unggulan setiap desa, kemudian disusul pembangunan embung air sebagai akibatnya penduduk desa memiliki penghasilan yang semakin tinggi, barulah dibentuk BUMDes pada tiap desa lalu pada-holding-kan di bawah empat bank BUMN itu.
BUMDes sering tidak dipahami banyak orang yang menyangkanya sebagai koperasi. Padahal BUMDes dan koperasi adalah dua hal yang berbeda karena BUMDes adalah perseroan terbatas (PT) yang dikelola oleh desa dan keuntungannya digunakan 100% untuk kepentingan desa, misalnya membangun atau memperbaiki infrastruktur perdesaan. Sedangkan koperasi dimiliki anggotanya yang menggunakan 100% keuntungannya untuk kepentingan anggota masyarakat.
Banyak BUMDes yg telah sukses, bahkan bisa mencetak laba Rp10-15 miliar, tetapi banyak jua yang masih belum sukses lantaran terkendala oleh minimnya SDM pengelola yg mumpuni.
?Yang sukses itu pada daerah-daerah yang mempunyai human resources yg ada kapasitas buat mengelola semacam BUMDes. Tapi problemnya, nir seluruh desa, apalagi desa-desa yg jauh, itu punya SDM demikian.?
Karena itu maka sekarang Menteri Eko dibantu oleh BNI untuk melatih 1.500 BUMDes setiap tahun melalui BNI University yang melatih di bidang kewirausahaan dan manajemen. Tapi bila hanya melatih 1.500 BUMDes per tahun sementara ada 75.000 desa, maka diperlukan 50 tahun untuk melatih SDM BUMDes di semua desa. Inilah sebabnya Menteri Eko kemudian membentuk holding BUMDes.
Pemilik holding ini merupakan keempat bank BUMN tersebut yg memegang saham 51%. Holding ini akan memiliki anak perusahaan di taraf provinsi, kabupaten, & desa. Holding dimaksud sudah terbentuk & sedang menangani proyek percontohan di 2 provinsi yaitu Jawa Barat dan Banten.
Repotnya, holding ini berhadapan dengan BUMDes-BUMDes yang kapasitasnya beragam. Ada yang sudah punya keuntungan bersih Rp15 miliar, ada yang labanya hanya Rp1 miliar, ad interim terdapat jua yg pas-pasan. Ini menciptakan holding kesulitan untuk melakukan valuasi, Untuk mengatasi kondisi ini maka Menteri Eko munculkan solusi terobosan yaitu membentuk mitra-kawan BUMDes yg sahamnya 51% dimiliki sang negara melalui holding sedangkan 49% dimiliki oleh desa.
Negara permanen akan mengontrol 51% supaya pengelolaan BUMDes bisa transparan & nir sebagai monopoli kelompok kepentingan. Sebab pengalaman selama ini ada juga BUMDes yang sukses ternyata pengurusnya adalah anggota keluarga & kerabat kepala desa. Dengan adanya holding maka praktik semacam itu sanggup dicegah dan mereka sanggup magang pada bawah holding buat menilik manajemen BUMDes secara profesional menjadi korporasi.
Manfaat lainnya adalah pemerintah bisa mennyalurkan semua subsidi melalui mitra-kawan BUMDes & bank-bank yang mengelola holding akan lebih nyaman memberikan kredit.
Bulan Maret 2017 saat holding BUMDes mulai beroperasi buat pilot project di Banten dan Jawa Barat, hasilnya mulai tampak. Total jumlah BUMDes dikabarkan mencapai lebih berdasarkan 14.000 tetapi yg terdata pada kementerian ini sudah lebih menurut 22.000. Fokus kementerian adalah bukan kuantitas, melainkan kualitasnya supaya sanggup berdikari.
Selain itu dari sisi keamanan & pengembangan aset, akan lebih terjamin, contohnya solar cell, traktor, harvester, dan peralatan lainnya. BUMDes yg memiliki 10 traktor contohnya dapat dijaminkan ke bank untuk membeli 20 traktor lagi.
?Jadi menggunakan anggran negara yang terbatas BUMDes mampu seolah-olah menerima modal dalam bentuk barang yang sanggup dijaminkan untuk membeli barang baru lagi lalu disewakan kepada masyarakat. Begitu jua bila diberi satu wahana air bersih, mampu pada-leverage menjadi bebrapa wahana air bersih.?
Dengan demikian maka kawan-kawan BUMDes akan menggunakan mudah mencetak keuntungan Rp100 juta per tahun lantaran aneka macam produk dagangannya seperti beras dan minyak goreng dapat dijual pada situ. Nanti distribusinya melalui koperasi-koperasi desa yg terfokus ke komoditas khusus khas desa, contohnya koperasi transportasi, koperasi jagung, padi, dan lainnya. Pemerintah mensubsidi dengan memberikan pupuk secara gratis.
Sinergi Kementerian & Lembaga
Ini baru bicara mengenai potensi desa, belum lagi mengenai dampaknya bagi perekonomian pada wilayah perkotaan. Akan akan multiplier effects terhadap kota-kota, lantaran jaringan distribusi produk berdasarkan desa serta kebutuhan warga perdesaan akan membangun lapangan kerja baru dan impak ekonominya secara berantai terus sampai ke kota-kota.
Maka Menteri Eko sangat konfiden bahwa desa akan bisa menghasilkan tambahan US$1,lima triliun kepada Produk Domestik Bruto nasional. Inilah sebabnya Presiden Jokowi yakin program Prudes dan Prukades mampu sukses.
Banyak ketua wilayah mulai menerapkan acara ini, contohnya pada Halmahera Barat yg bupatinya melapor kepada Menteri Eko bahwa dia telah membuka kawasan 20.000 hektar buat jagung, dan bibitnya didapat menurut Menteri Pertanian.
Ke depan program yang didukung oleh 19 kementerian & forum ini akan sebagai gerakan nasional dimana masing-masing wilayah akan penekanan ke produk-produk tertentu sesuai potensi terbesar pada wilayahnya.
Kementerian dan lembaga-lembaga dimaksud pun Tupoksi-nya berada di desa sehingga memudahkan implementasi program Prudes dan Prukades, ujar Menteri Eko, meyakinkan.
Dengan adanya sinergi dari 19 kementerian dan forum ini maka dana desa sebanyak Rp60 triliun dari total transfer Rp560 triliun ke wilayah itu mampu menjadi penggerak peningkatan kesejahteraan warga perdesaan.
Tapi, mungkinkah seluruh ini akan berjalan menggunakan baik dari sisi manajemen kebijakan pemerintah pusat?
Menteri Eko menjawabnya enteng: ?Enaknya, Pak Jokowi itu kita baru ngomong sedikit, beliau telah menangkap maksudnya; apalagi lantaran dia juga berlatarbelakang pengusaha. Jadi kita tak perlu resah-galau bicara. Dia cepat paham maksud kita; dia pribadi panggil menteri-menteri lainnya buat membantu Menteri Desa. Enaknya Pak Jokowi itu begitu.?
Mengingat bahwa strategi, struktur, sistem, dan skill buat menjalankan program super besar ini telah dibangun, maka perlu adanya kesinambungan kebijakan pemerintah sentra sebagai jaminan konsistensi arah pengembangan daerah perdesaan terus ke depan.
Penyakit paling menyakitkan pada negeri ini merupakan ketika terjadi pergantian kepemimpinan nasional maka semua taktik dan acara pembangunan yang baik lalu ditinggalkan dan diganti lagi menggunakan taktik baru yang dimulai menurut awal.
Pemerhati-pemerhati kasus ekonomi memperkirakan bahwa Presiden Jokowi perlu 10 tahun buat menuntaskan rencana akbar yang sudah berjalan ini agar keuntungannya sanggup dirasakan oleh puluhan ribu desa yg dihuni begitu poly penduduk Indonesia. [*]
Sumber: majalahleaders.Com
Foto: Komunitas Ayo Bangun Desa