Antara Sarapan Dana Desa dan Minimnya Pendamping

Ayo Bangun Desa -Pemprov Kalimantan Timur menghendaki serapan dana desa 2017 mencapai 100 persen, namun di sisi lain jumlah pendamping desa baik yang ditempatkan di tingkat kabupaten, kecamatan, hingga lokal desa terlalu minim.

Tugas pendampingan adalah menyukseskan penggunaan dana desa menurut APBN supaya tepat sasaran, sebagai akibatnya keberadaannya menjadi krusial lantaran selain mengawal proses perencanaan juga akan mengawal proses pada lapangan sampai pada laporan pertanggungjawaban.

Berdasarkan output perpanjangan kontrak Pendamping Desa dalam Program Pembangunan & Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) buat Provinsi Kaltim, baru masih ada 163 pendamping, padahal idealnya harus ada 521 pendamping mulai tingkat kabupaten hingga lokal desa.

Tugas pendampingan adalah menyukseskan penggunaan dana desa dari APBN agar tepat sasaran, sehingga keberadaannya menjadi penting karena selain mengawal proses perencanaan juga akan mengawal proses di lapangan hingga pada laporan pertanggungjawaban.

Kebutuhan Pendamping P3MD 2017 untuk Kaltim yang sebesar 521 orang itu terdiri berdasarkan 49 Tenaga Ahli (TA) buat ditempatkan di tingkat kabupaten.

Masing-masing kabupaten idealnya terdapat tujuh TA, sehingga berdasarkan tujuh kabupaten yang ada pada Kaltim, maka akan diperoleh sebesar 49 TA.

Kemudian pada Kaltim terdapat 84 kecamatan. Masing-masing kecamatan setidaknya memiliki tiga Pendamping Desa (PD) sehingga paling nir dibutuhkan 252 PD buat tingkat kecamatan.

Selanjutnya terdapat 841 desa di kaltim. Dalam aturan yg terdapat, satu Pendamping Lokal Desa (PLD) melakukan pendampingan dalam tiga sampai 4 desa (tergantung jarak dan kondisi), sehingga minimal seharusnya diharapkan sebesar 220 PLD.

Sementara kondisi kini , sesuai hasil penandatanganan kontrak Pendamping P3MD yang dilakukan Kamis (9/tiga), Provinsi Kaltim baru terdapat 163 pendamping yang terdiri 21 TA, 55 PD, dan 87 PLD.

"Jelas ada korelasinya antara serapan dana desa & jumlah pendamping yg terdapat. Apalagi dana desa 2017 sudah naik sebagai Rp692,42 miliar, tentu selain jumlah pendamping wajib ideal, pendampingnya jua wajib profesional," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim Moh Jauhar Efendi.

Untuk itu, pihaknya segera mengirim surat pada Kemdes PDTT guna meminta dilakukan perekrutan Pendamping P3MD yang baru di Kaltim, mengingat pendampingan adalah hal yang krusial buat mengawal pemanfaatan dana desa.

Ia nir ingin serapan dana desa 2016 lalu yang kurang aporisma pulang terulang di tahun ini. Salah satunya akibat kurangnya pendampingan, sehingga tahun ini perlu dimaksimalkan pendampingannya.

Bagi pendamping yg sudah bertugas, ia minta 3 hal, yakni menaikkan kapasitas diri terkait regulasi, melakukan koordinasi menggunakan aparatur mulai tingkat desa sampai kabupaten, & intensif melakukan komuniksi pada rakyat sampai aparaturnya guna mempermudah pendampingan.

Bermanfaat Besar

Meski serapan dana desa 2016 kurang maksimal , tetapi Jauhar mengaku bahwa tahun lalu masih ada 2.597 unit wahana dan prasarana (sapras) yang berhasil dibangun sang ratusan desa di Kaltim, sehingga ia menilai saparas tersebut keuntungannya sangat akbar bagi warga desa.

"Pemanfaatannya diantaranya mencukupi kebutuhan air higienis, membentuk akses jalan pertanian, tercukupinya wahana kesehatan, pendidikan, dan sejumlah manfaat lainnya," ujarnya.

Penggunaan dana desa adalah wewenang pemerintah desa beserta warga , sehingga desa bebas menggunakan anggaran dari APBN tadi untuk kegiatan apapun, sepanjang bertujuan menunjang pengembangan desa & wajib menurut output musyawarah desa.

Memang lanjutnya, pada aturan sudah ditetapkan penggunaan dana desa diprioritaskan dua hal, yakni pembangunan infrastruktur & pemberdayaan masyarakat, tetapi menurut masing-masing item itu memiliki sub yg penjabarannya sangat luas, sehingga pemanfaatannya menjadi fleksibel.

Secara generik, hasilnya kini sudah mampu dinikmati masyarakat baik berupa pembanguna jalan pertanian, jalan lingkungan, sarana air bersih, listrik, pembangunan gedung sekolah, juga bangunan kesehatan.

Tetapi diakuinya serapan dana desa dalam 2016 masih belum 100 persen lantaran banyak sekali sebab, sebagai akibatnya ia meminta kepada pihak terkait pada kabupaten, camat, aparatur desa, hingga para pendamping desa sanggup mengoptimalkan DD 2017 agar bisa terserap 100 persen.

Pada 2016 dana desa buat 836 desa di Provinsi Kaltim senilai Rp540,7 miliar, namun dari data yg terdapat, aturan yg berhasil dimanfaatkan senilai Rp343,98 miliar buat berbagai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Pemanfaatannya antara lain buat pengadaan dua unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan jaringan kabelnya dengan nilai Rp281,34 juta, pembangunan 20 unit Pondok Bersalin Desa (Polindes) dalam 20 desa menggunakan total senilai Rp2,342 miliar.

Kemudian buat pembangunan sebesar 62 unit Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam 62 desa dengan total senilai Rp8,416 miliar, 66 unit tempat pengolahan sampah senilai Rp376,38 juta, 57 unit gedung Taman Kanak-kanak/PAUD senilai Rp10,44 miliar.

Bertambahnya sapras pada desa-desa tersebut tentu berdampak terhadap kesejahteraan warga . Apalagi pendapatan desa bukan hanya dari DD, namun terdapat pula berdasarkan alokasi dana desa (ADK) kabupaten, sumbangan pihak ketiga, & asal lainnya sehingga semuanya mampu digunakan buat meningkatkan potensi lokal desa.

Tidak Cairkan

Pada 2016 masih ada 18 desa di Kaltim tidak sanggup mencairkan dana desa karena beberapa hal, di antaranya terdapat kepala desa yg takut menghadapi persoalan hukum, belum adanya laporan tahun sebelumnya, & masalah lainnya.

Menurut Alwani, Kepala Konsultan Pendamping Wilayah (KPW) Provinsi Kaltim, sebesar 18 desa pada Kaltim yg nir sanggup menggunakan dana desa 2016 merupakan 12 desa pada Kabupaten Paser, dua desa di Berau, dua desa pada Kutai Barat, & 2 desa pada Kabupaten Kutai Timur.

Menurut Alwani, konflik generik sehingga desa tidak mampu menggunakan dana desa diantaranya tidak maksimalnya wewenang pendamping dalam fungsi pengawasan & penggunaan dana, lalu nir adanya pengawasan inheren dan audit menurut kecamatan dan kabupaten terkait penggunaan dana desa.

Sedangkan perseteruan spesifik diantaranya pada Paser karena ketidakmampuan kades menciptakan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran 2015. Di Kutai Barat terdapat kades yg menolak menandatangani laporan penggunaan dana desa.

Sementara Kabid Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan DPMPD Kaltim Musa Ibrahim menilai, untuk memaksimalkan penggunaan DD dan agar tepat sasaran, harus dilakukan pengawasan melekat sang aparatur tingkat kecamatan, kabupaten, hingga DPRD setempat.

Untuk tingkat kecamatan, maka camat harus menciptakan tim spesifik pada bentuk surat keputusan (SK) yg tugasnya melakukan supervisi, pada taraf kabupaten merupakan intansi terkait, bahkan bupatinya, sedangkan menurut sisi legislasi merupakan supervisi menurut DPRD.

Pihak yg memiliki kiprah melakukan pengawasan penggunaan maupun serapan DD menurut APBN bukan hanya masyarakat dan aparatur terkait, namun seluruh anggota DPRD juga memiliki peran yang sama agar pemanfaatanya tepat sasaran.

"Saat mendapat kunjungan Komisi I DPRD Kabupaten Kutai Barat, ke DPMPD Kaltim, salah satu yg aku sampaikan adalah perlunya kiprah DPRD melakukan pengawasan dana desa," kata Musa.

Terkait dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang secara spesifik berkaitan dengan dana desa, maka pembangunan dari pinggiran (desa) merupakan hal prioritas.

Secara garis besar , ada 2 hal utama yang disampaikan waktu mendapat kunjungan DPRD Kutai Barat, yakni perlunya peran aktif DPRD dalam melakukan supervisi atas serapan dana desa supaya sanggup mencapai 100 %.

Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi supervisi yang inheren pada DPRD, sehingga semakin banyaknya pihak yg melakukan supervisi, maka akan berdampak jua dalam semakin minimnya kemungkinan adanya penyalahgunaan dana desa.

Penggunaan dana desa dari aturan yg berlaku, hanya boleh digunakan buat dua kegiatan, yakni pembangunan desa dan untuk pemberdayaan rakyat desa.

Tetapi penjabaran dua hal ini sangat luas sehingga penggunaannya jua fleksibel, sepanjang tidak tanggal dari anggaran dan ditetapkan dari hasil musyawarah desa.

Selain pada DPRD, Musa pula berharap Pemerintah Kabupaten Kutai Barat selaku pihak eksekutif, terus mendorong pembangunan desa/kampung menjadi desa yang maju, terlebih bisa berdikari.

Untuk dapat mengganti desa tertinggal sebagai maju dan yg maju sebagai berdikari, maka perlu menitik beratkan pola pembangunan desa menggunakan mengutamakan potensi lokal, termasuk pembangunan yg bertumpu pada kawasan perdesaan dengan memaksimalkan penggunaan dana desa.

Optimalisasi dana desa sangat krusial mengingat kondisi keuangan Pemprov Kaltim & Pemkab di Kaltim Kutai kini pada kondisi defisit, sehingga DD mampu sebagai sumber dana pembangunan di desa yg strategis.

Selain itu, jumlah pendamping desa jua perlu ditambah buat memaksimalkan serapan dana desa. Sedangkan bagi pendamping yang bertugas, tentu wajib memberi manfaat bagi warga & aparatur setempat, yakni sebagai pembawa keterangan plus pemecah perkara, bukan kebalikannya.(*)

Antaranews.Com

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2