UU Perlindungan Anak dan Beberapa Perubahannya
Dengan adanya UU Perlindungan Anak dan beberapa perubahannya dibutuhkan dapat memberikan proteksi terhadap anak, memberikan hukuman yang jelas berupa sanksi & denda yang berat terhadap pelaku kejahatan terhadap anak, terutama kejahatan seksual & kejahatan-kejahatan lainnya yang kerap terjadi pada anak-anak.
UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Selain itu, UU Perlindungan Anak juga diharapkan bisa mendorong adanya langkah-langkah konkret dalam hal memulihkan kembali fisik, psikis & sosial anak.
Baca juga: Keadilan Hukum di Indonesia
Anak merupakan masa depan sebuah generasi, masa depan sebuah bangsa dan masa depan sebuah keluarga. Seringkali anak menjadi sasaran para pelaku kejahatan, karena ketidaktahuan, kepolosan dan keluguan mereka.
Anak-anak yg dengan kepolosan & keluguan mereka sebagai sangat rentan terhadap para pelaku kejahatan atau bahkan menjadi bahan pendayagunaan bagi sebagian kalangan orang-orang dewasa pada mewujudkan ambisi dan keinginannya.
UU Perlindungan anak sudah mengalami beberapa kali perubahan. Semua dilakukan nir lain & tidak bukan hanyalah buat melindungi & memberikan agunan pada anak atas hak mereka sebagai anak & buat tumbuh dilingkungan yang baik serta sehat.
UU Perlindungan anak Nomor 35 tahun 2014 yang merupakan perubahan atas UU perlindungan anak no 23 tahun 2002, semakin mempertegas hukuman yang dijatuhkan pada para pelaku kejahatan terhadap anak, serta lebih menaruh agunan proteksi terhadap anak.
Walaupun UU proteksi anak ini telah memberikan hukuman tegas & berat terhadap pelaku kejahatan terhadap anak, akan tetapi nir begitu bisa menaruh dampak jera yg signifikan begi para pelaku kejahatan tadi, dan karenanya, pemerintah pun mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2016.
Dan Perppu tersebut telah disahkan menjadi UU Perlindungan anak terbaru yakni UU Nomor 17 tahun 2016 oleh DPR RI, yang mana dalam Perppu tersebut lebih mempertegas sanksi terhadap para pelaku kejahatan seksual terhadap anak seperti hukuman, kebiri, mati, serta pemasangan chip elektronik bagi pelaku.
UU No 17 Tahun 2016 Atas Perppu No 1 Tahun 2016
Yang dibutuhkan dengan adanya perppu no 1 tahun 2016 ini akan menaruh imbas jera terhadap para pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Selain mengenai sanksi hukuman pidana terhadap pelaku kejahatan terhadap anak, UU Perlindungan anak jua menjelaskan bahwa, setiap anak berhak buat memperoleh proteksi dari penyalahgunaan kegiatan politik, yakni pada pasal 15 Undang Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Walaupun disebutkan secara eksplisit, UU perlindungan anak ini jelas melarang siapa saja, baik itu perorangan ataupun gerombolan & partai politik untuk melibatkan anak pada kegiatan politik mereka, misalnya misalnya kampanye, demo, dan lain sebagainya.
Sedangkan didalam Pasal 76 H UU Perlindungan Anak No 35 tahun 2014 mengungkapkan, "setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak buat kepentingan militer & atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa".
Untuk itu, menghadapi tahun politik kini ini, tahun pesta demokrasi menghadapi pemilihan kepala wilayah serentak 2018 di aneka macam wilayah pada Indonesia, dan menghadapi pemilu 2019 nanti, kita sebagai lebih aktif lagi dalam hal melindungi & menjaga anak-anak kita. Dengan cara nir mengikutkan mereka dalam aktivitas politik, kampanye dan lain sebagainya.
Baca juga:Fungsi Partai Politik di Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bahkan kita bisa menjadi ujung tombak yg melaporkan pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) apabila masih ada orang, kelompok atau partai politik yg melibatkan anak-anak pada segala aktivitas politik mereka.
Selain buat melindungi anak berdasarkan kejahatan seksual, kegiatan politik, UU perlindungan anak pula diperlukan sebagai dasar hukum pada menegakkan hak anak, dan melindungi mereka menurut kekerasan yg terjadi kepada mereka.
Seperti halnya pada global pendidikan kita, acapkali kali kita mendengar, seseorang anak sebagai korban kekerasan berdasarkan pengajar atau orang tua anak itu sendiri.
Oleh karena itu, seorang pengajar wajib tahu bahwa di Indonesia memiliki UU Perlindungan Anak, Undang-Undang KPAI, serta mengetahui tata cara pembelajaran yg sehat serta ramah moral, sehingga dibutuhkan perilaku kekerasan fisik juga mulut & psikologis terhadap anak nir akan terjadi lagi.
Atau sebaliknya, tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang anak pun nir boleh diperlakukan sebagaimana tindak kejahatan yg dilakukan oleh orang dewasa.
Seperti masalah penganaiyaan terhadap seorang guru kesenian di Sampang, Jawa Timur yang mangkat dunia di tempat tinggal sakit usai cekcok menggunakan seseorang muridnya.
Murid pelaku tindakan kekerasan tadi masih di bawah umur maka wajib diproses dengan pertimbangan Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014.
Dan jika pun ditahan, maka pelaku harus dibedakan menggunakan tahanan dewasa. Pemeriksaan pun nir dilakukan misalnya dalam umumnya.
UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak
Selain itu sidangnya pun nir boleh terbuka buat generik, yg mana sudah diatur pada Undang Undang (UU) No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.
Keberadaan UU perlindungan anak ini diharapkan sebagai harapan baru pada memberikan proteksi terhadap anak, penerus generasi bangsa.