Radikalisasi Ahoker dan Strategi Tiji Tibeh (Mati siji, mati kabeh)

Oleh: Hersubeno Arief

Pembahasan soal Ahok dan para pendukungnya (Ahoker) hari-hari ini harusnya sudah dihentikan. Sejak kalah secara telak dalam pilkada dan divonis oleh pengadilan, kisah tentang Ahok harusnya sudah tutup buku.  Case closed! Ahok adalah bagian dari sejarah.

Radikalisasi Ahoker dan Strategi Tiji Tibeh

Radikalisasi Ahoker dan Strategi Tiji Tibeh

Namun mengamati realitas yang terjadi di lapangan dan dunia maya, bab tentang Ahok ternyata dengan terpaksa harus dibuka kembali. Ada gejala para pendukung Ahok sedang mengalami proses RADIKALISASI.

Radikalisasi Ahoker dan Strategi Tiji Tibeh (Mati siji, meninggal kabeh)

Ada kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan para pendukung Ahok untuk menerapkan strategi yang dikenal sebagai "Tiji Tibeh". "Mati siji, mati kabeh". Alias  kalau gua nggak dapet, lu juga gak boleh dapet. Kalau gua mati, lu semua pade juga harus mati.

Coba perhatikan apa yg dilakukan oleh para pendukung Ahok di depan Rutan Cipinang & lalu pindah ke depan Markas Komando (Mako) Brimob pada Kelapa Dua, Depok. Mereka melakukan unjuk rasa yang menabrak seluruh aturan. Dari pagi sampai tengah malam. Dan itu semua dibiarkan sang aparat kepolisian.

Namanya jua sesuatu yg hiperbola pasti akan terdapat yang menabrak aturan, (offside). Salah seseorang pendukung Ahok melakukan orasi yg mengecam rezim Jokowi lebih jelek berdasarkan rezim SBY.

Ehemmm?.

Sikap Ahoker bernama Veronica Koman Lia yang semula diduga Veronica Tan istri Ahok ini menciptakan Mendagri Tjahjo Kumolo berang & mengancam akan mengejarnya sampai bisa. Mendagri menuntut Veronica Koman meminta maaf.

Radikalisasi Ahoker dan Strategi Tiji Tibeh (Mati siji, meninggal kabeh)

Sampai disini sudah sahih. Tapi menjadi tidak sahih saat Mendagri menyebar identitas e-KTP Veronica ke media, ini juga offside. Di global maya aksi para pendukung Ahok lebih mengerikan lagi. Mereka melakukan peretasan sejumlah situs. Salah satunya merupakan situs milik Tempo. Padahal misalnya diakui sang pendiri Tempo Gunawan Muhammad, Tempo adalah sarang Ahoker.

Ini kalau di kalangan anak gaul namanya PMP, P(f)riend makan P(f)riend, "Teman makan teman." Yang lebih mengerikan mereka juga meng-hack situs yang digunakan untuk pendaftaran Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2017.

Bayangkan apa yang terjadi dengan nasib anak-anak kita yang tahun ini sudah belajar mati-matian untuk masuk perguruan tinggi negeri, bila datanya rusak. Ini sudah  destructive, merusak.

Apakah ini dilakukan oleh Ahoker murni?

Hakul yakin dan hampir pasti jawabannya Bukan!

Aksi ini niscaya dilakukan grup-gerombolan yg sedang memanfaatkan Ahoker buat tujuan yg lebih besar . Mereka sedang menerapkan strategi "tiji tibeh" menggunakan memanfaatkan Ahoker fanatik. Mayoritas Ahoker sesungguhnya adalah para ?Remaja? Yg sedang jatuh cinta. Yang pada psikologi waktu ini tengah berada pada tahapan "anger," marah. Namun mengacu pada Kubler Ross (1969) mereka akan masuk tahapan berikutnya, "bargaining," tawar menawar, "depression," depresi dan sesudah itu datang pada tahapan "acceptance," menerima/ pasrah dalam nasib.

Jadi jika toh mereka masih murka , paling-paling mereka menyakiti diri sendiri, atau paling banter lempar buku harian & maksimal banting piring & gelas. Sudah hingga disitu saja. Mereka nir akan sampai melakukan aksi rusak-rusakan, apalagi Mengganggu keutuhan berbangsa & bernegara.

Mereka akan balik dalam kehidupan normal misalnya sedia kala. Mencari figur pengganti Ahok, kembali jatuh cinta. (Case closed, happy ending).

Siapa ?Oknum? Yang sedang menunggangi & melakukan radikalisasi Ahoker?

Jawabannya tidak jauh-jauh adalah para Oligarki yang sangat marah ketika eksperimen mereka menyatukan KEKAYAAN dan KEKUASAAN dalam satu tangan, gagal. Semula banyak yang menduga kegagalan para Oligarki melakukan eksperimen politik di Jakarta membuat mereka mundur selangkah sambil menunggu momentum berikutnya. Ternyata dugaan itu salah.

Mereka tetap ingin maju seribu langkah & bersedia mengeluarkan biaya berapapun buat itu. At all costs. Apa saja langkah para Oligarki ini?

  1. Radikalisasi dan memanfaatkan Ahoker.
  2. Membawa persoalan ini ke ranah internasional.
  3. Memperjuangkan Ahok mendapat Nobel Perdamaian.
  4. Menjadikan Ahok sebagai martir.

1. Radikalisasi & memanfaatkan Ahoker

Proses ini tengah berlangsung. Karena itu Ahoker sejati harusnya segera menyadari dan menyingkir jauh-jauh. Jangan mau terprovokasi. Sadarlah Anda tengah dimanfaatkan buat kepentingan akbar yang membahayakan keutuhan berbangsa dan bernegara.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus mulai waspada. Alarm tanda bahaya telah mulai menyala. Jangan sibuk dan terfokus hanya dalam gerakan radikal ekstrem kanan. Ada bahaya yg jauh lebih akbar. Para oligarki ini punya dana yg tidak terbatas & punya jaringan internasional yang bertenaga.

Dua. Membawa dilema ke dunia Internasional

Proses ini pula telah berlangsung. Suara-suara dari negara Eropa pula sudah timbul buat membawa masalah Ahok ke Mahkamah Internasional dan PBB. Mereka ini ditopang sang sejumlah anasir di pada negeri yg kebanyakan menggunakan kedok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Kelompok-grup inilah yg sering menjelek-tidak baik gambaran Indonesia di dunia internasional sebagai negara pelanggar HAM. Ciri-karakteristik mereka sangat mudah dikenali. Cek siapa yg acapkali mencitrakan TNI sebagai pelanggar HAM?

Siapa yang sering menuduh orang Islam radikal?

Siapa yang menuduh kemenangan Anies-Sandi menjadi kemenangan gerombolan radikal?

Siapa yang gemar membawa masalah pelanggaran HAM pada Papua ke global internasional, akan tetapi menutup mata ada gerakan separatis di sana?

Tiga. Memperjuangkan Ahok menerima Nobel Perdamaian

Jangan Anda beranggapan ini bercanda. Coba cek berbagai opini dan kemudian lintas di dunia maya, sudah ada upaya-upaya itu berakibat Ahok sebagai simbol perjuangan HAM. Menjadikan Ahok pejuang pluralisme, pejuang demokrasi.

Tapi kalau Nobel Perdamaian apa tidak berlebihan? Coba cari datanya lagi siapa saja penerima hibah Nobel Perdamaian.

Aung San Su Kyi menerima Nobel Perdamaian tahun 1991. Anda tahu sendiri bagaimana sikapnya saat ada etnis Rohingya dibantai oleh militer Myanmar. Dia hanya diam seribu bahasa, seperti orang yang sedang sakit gigi akut. Sejumlah aktivis di Indonesia hingga menciptakan petisi pencabutan Nobel Perdamaian.

Ramos Horta beserta Uskup Belo mendapat Nobel Perdamaian memahami 1996. Anda tahu sendiri siapa Ramos Horta yg pernah sebagai Perdana Menteri Timor Timur.

Tahun 2007 mantan Wapres Alaihi Salam Al Gore menerima Nobel Perdamaian. Apa yg dilakukan oleh Al Gore? Dia membuat presentasi mengenai "climate change" yg dipresentasikan di World Economic Forum. Jadi hanya bermodal slide presentasi.

Jangan lupa tahun 1939 Adolf Hitler pernah dinominasikan menjadi pemenang Nobel Perdamaian. Untungnya beliau tidak memenangkannya.

Mengapa figur luar biasa seperti Gandhi menurut India tidak pernah menerima Nobel Perdamaian? Mengapa SBY dan Jusuf Kalla yang melakukan upaya luar biasa & berhasil melakukan penghentian perang di Aceh, konflik Ambon, Poso tidak mendapat Nobel Perdamaian. Masuk nominasi pun tidak.

Semua itu bias politik. Dunia Barat adalah pemegang otoritas kebenaran dan apabila kita nir sesuai dengan rencana mereka, maka kita adalah musuh, seperti kata mantan Presiden Bush "Axis of Evildanquot;, poros kejahatan, poros setan.

Jadi jangan kaget bila Ahok bakal masuk nominasi dan menerima Nobel Perdamaian. Kata para leluhur pada Jawa, "Ojo gampang kagetan, Ojo gampang gumunan." Jangan mudah kaget, jangan mudah kagum.

4. Menjadikan Ahok menjadi martir

Nah taktik ini yang paling berbahaya. Ahok & keluarga serta para pendukungnya wajib super hati-hati, super waspada. Jangan terlena dengan aneka macam sanjungan, puja puji dan aliran karangan bunga. Semua itu bukan pujian yg lapang dada. Jangan mau dijadikan korban & kemudian dieksploitasi.

Ada kekuatan akbar yg tengah mengintai dan mengakibatkan Anda menjadi wahana mereka untuk mencapai tujuan. Karena itu lebih baik Ahok permanen di pada tahanan Mako Brimob. Lebih kondusif. Jangan mau dilakukan penangguhan penahanan, buat mengantisipasi kemungkinan terburuk. Kalau perlu pengamanan pada Mako Brimob khusus buat Ahok malah harus ditingkatkan.

Semua kekuatan politik, semua elemen masyarakat, semua pemuka agama harus ikut menyadarkan adanya bahaya besar yg sedang mengintai. Jangan lagi menduga unjuk rasa Ahoker menjadi bercanda dan main-main. Mereka dimanfaatkan jadi pintu masuk, ad interim mereka sendiri nir menyadari skenario besar yang akan memanfaatkan mereka.

*Penulis merupakan Konsultan Media & Politik*

Sumber : FB Nanik Sudaryati

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2