Pengertian Mengenai Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan tak jarang diistilahkan sebagai putusan atau keputusan. Sehingga terkadang agak tidak wajar diantara keduanya yg notabene memiliki disparitas.
Leden Marpaung dalam buku "Peristiwa Hukum dalam Praktek" yang dikeluarkan Kejaksaan Agung RI 1985 halaman 221, mengatakan bahwa putusan adalah "hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan.
Rumusan di atas terasa kurang tepat selanjutnya jika dibaca pada buku tersebut, ternyata "putusan" dan "keputusan" dicampuradukkan. Ada juga yang mengartikan "putusan" (vonis) sebagai "vonis tetap" (difinitief) (Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea).
Rumusan-rumusan yg kurang sempurna terjadi menjadi dampak penterjemahan ahli bahasa yg bukan pakar aturan. Sebaliknya, dalam pembangunan hukum yang sedang berlangsung diperlukan kecermatan dalam penggunaan kata-kata.
Pengertian Mengenai Putusan Pengadilan
Mengenai kata "putusan" yang diterjemahkan dari ahli vonis adalah hasil akhir yang disebut: interlocutoir yang diterjemahkan dengan keputusan antara atau keputusan sela dan preparatoire yang diterjemahkan dengan keputusan pendahuluan/ keputusan persiapan, serta keputusan provisionele yang diterjemahkan dengan keputusan untuk sementara (Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Kedua, halaman 406).
Lilik Mulyadi, mendefinisikan putusan Hakim sebagai "Putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara."
Adapun secara normatif, Pasal 1 nomor 11 KUHAP mendefinisikan putusan pengadilan sebagai "pernyataan Hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas lepas dari segala tuntutan aturan pada hal dan menurut cara yang diatur pada Undang-undang ini."
Pada asasnya putusan pengadilan merupakan mahkota menurut keadilan yang diproduksi sang suatu sistem peradilan.
Layaknya sebuah mahkota peradilan maka kewibawaan hukum & sistem peradilan termanifestasi dari keagungan keadilan menurut putusan pengadilan yg notabene dibentuk oleh Hakim.
Oleh karena itu sebagai sebuah realitas sistem penegakan hukum, Hakim dalam dasarnya mempunyai kekuasaan yg sangat krusial dan memilih dalam bekerjanya sistem peradilan.
Di Indonesia, Hakim sebagai sentral menurut proses pengadilan yg berlangsung. Lantaran putusan Hakim sebagai zenit berdasarkan bekerjanya sistem peradilan pidana.
Berkaitan menggunakan hal tersebut, Lilik Mulyadi beropini bahwa Perihal putusan hakim atau "putusan pengadilandanquot; adalah aspek penting dan diperlukan buat menuntaskan perkara pidana.
Dengan demikian, dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasannya "putusan hakim" di satu pihak berguna bagi terdakwa memperoleh kepastian hukum (rechts zekerheids) tentang "statusnya" dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian dapat berupa: menerima putusan; melakukan upaya hukum verzet; Banding atau Kasasi; melakukan grasi; dan sebagainya.
Sedangkan dilain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan hakim adalah "mahkota" dan "puncak" pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan (Lilik Mulyadi,, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, halaman 119).
Sebagai pemegang zenit kekuasaan mengadili maka putusan pengadilan yg diproduksi oleh Hakim memegang imbas yang signifikan terhadap terwujudnya negara aturan Indonesia.
Apabila putusan Hakim tadi nir sempurna & antagonis menggunakan rasionalisasi keadilan publik maka telah tentu implikasinya, apatisme terhadap putusan pengadilan tadi nir hanya menunjuk pada Hakim & pengadilan saja namun pula akan berimbas pada holistik sistem peradilan.