Memahami Kewenangan Desa Berdasarkan UU Desa

1. Pengantar

Perdebatan soal bentuk dan jenis kewenangan lokal desa berdasarkan hak asal-usul, dan kewenangan desa berskala lokal sampai saat ini masih terus bergulir, dan bahkan tidak sedikit kalangan pemerintahan daerah merasa keberatan atas banyaknya kewenangan yang dimiliki desa, dan pada saat yang sama, pemerintah pusat melalui UU No. 23/2014 mengurangi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam urusan perijinan dan pendidikan SLTA. Atas kondisi tersebut, masing-masing daerah seringkali menafsirkan sendiri soal kewenangan yang dimiliki desa tersebut. Hal ini disebabkan penafsiran terkait kewenangan tersebut memiliki konsekwensi langsung dan tidak langsung terhadap cakupan kekuasaan atas pengusulan, perencanaan pembangunan dan penggunaan anggaran negara di desa. Pada saat yang sama, tata kelola desa berada dalam dua kutub kewenangan yang bersifat hirarkis.

Pertama, kewenangan di bidang pemerintahan berada di kutub kendali Kementerian Dalam Negeri, ke 2, kewenangan di bidang pembangunan desa dan tempat perdesaan pada bawah naungan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Kedua kutub tersebut saling berebut saling berebut kendali terhadap desa, hal ini sanggup dicermati berdasarkan aneka macam dokumen kebijakan yg pada terbitkan sang 2 kementerian tersebut yg saling overlapting (tumpang tindih). Kondisi ini tentu sangat ?Mengganggu? Wewenang yang bersifat rekognisi yang dimiliki desa. Atas persoalan tersebut, penulis sedikit membeberkan sekaligus memetakan kewenangan yg dimiliki desa, sebagaimana yg dimandatkan pada UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa.

Sekedar merefresh ingatan bahwa pada UU No.6/2014 tersebut pada ketentuan umumnya mendefinisikan sekaligus menyebutkan bahwa ?Desa adalah desa dan desa norma atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya diklaim Desa, merupakan kesatuan masyarakat aturan yang memiliki batas wilayah yg berwenang buat mengatur & mengurus urusan pemerintahan, kepentingan warga setempat menurut prakarsa rakyat, hak dari usul, &/atau hak tradisional yg diakui dan dihormati pada sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia?.

Defenisi tadi oleh penulis dipahami menjadi adanya pengakuan secara substantif mengenai kedaulatan desa, bahkan secara radikal bisa dipahami menjadi pengakuan (bukan anugerah) wewenang pemerintah sentra, dan pemerintah daerah terhadap keberadaan desa. Hal ini dipertegas dalam definisi Kewenangan Desa yang dijelaskan pada UU No.6/2014 bahwa kewenangan desa adalah ?Wewenang yg dimiliki Desa mencakup kewenangan pada bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, aplikasi Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, & Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa rakyat, hak dari usul dan norma tata cara Desa?.

Pengakuan soal empat kewenangan tersebut, apabila di konteks-kan dengan wewenang yg dimiliki oleh pemerintah wilayah, maka posisi otonomi desa, secara politik adalah equal, dimana prinsip desentralisasi, dekonsentrasi, delegasi dan tugas pembantuan juga dilaksanakan di desa.

Dengan istilah lain, posisi politik & anggaran desa bila dicermati dari 4 bentuk dan atau jenis kewenangan tadi, sangat otonom, strategis dan setara dengan posisi pemerintah wilayah jika berhadapan dengan pemerintah pusat.

2. Memahami Kewenangan

Secara konseptual, kata kewenangan atau kewenangan yang dalam bahasa Belanda disebut ?Bevoegdheid? Yg berarti kewenangan atau berkuasa. Wewenang merupakan bagian yg sangat krusial dalam literasi politik-kekuasaan & Hukum Tata Pemerintahan atau Hukum Administrasi, karena suatu pemerintahan atau organisasi pemerintah dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur dari kewenangan yang diatur pada konstitusi juga regulasi turunannya, misalnya peraturan perundang-undangan.

Jika mengacu pada pandangan SF. Marbun (1997), Perihal kewenangan bisa dicermati menurut Konstitusi Negara yg memberikan legitimasi kepada Badan Publik & Lembaga Negara, seperti halnya desa pada menjalankan fungsinya. Dengan kata lain, wewenang desa merupakan kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku buat melakukan hubungan dan perbuatan hukum[1]

Asas legalitas merupakan keliru satu prinsip utama yg dijadikan menjadi dasar pada setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan pada setiap negara hukum, seperti halnya bagi desa. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan wajib memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yg diberikan sang undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas merupakan wewenang, yaitu suatu kemampuan buat melakukan suatu tindakan-tindakan aturan eksklusif.

Pengertian kewenangan pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (1989) diartikan sama dengan kewenangan, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan kewenangan (authority) sebagai hak atau kekuasaan menaruh perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai menggunakan yg diinginkan[2]. Lebih lanjut Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan menaruh suatu pengertian tentang ?Pemberian kewenangan (delegation of authority)?. Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang menurut seorang pimpinan (manager) kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggungjawab buat melakukan tugas eksklusif.

Dengan menggunakan pendekatan tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kewenangan yg dimiliki desa adalah proses delegation of authoritydan proses decentralization of powerdilaksanakan melalui langkah-langkah konstitusional.

Prajudi Atmosudirdjo (1981) menyebutkan bahwa wewenang adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang dari menurut Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang eksklusif atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) eksklusif yang bundar , sedangkan kewenangan hanya tentang sesuatu onderdil eksklusif saja. Di dalam wewenang masih ada kewenangan-kewenangan. Wewenang adalah kekuasaan buat melakukan sesuatu tindak hukum publik?[3].

Apabila merujuk pada defenisi UU No. 6/2014, maka kewenangan menurut hak dari usul adalah hak yang merupakan warisan yg masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sinkron menggunakan perkembangan kehidupan masyarakat. Artinya bahwa kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang dimiliki desa, bukan karena hadiah menurut pemerintah pusat, melainkan wewenang yang bersifat otonom output berdasarkan rahim riwayat desa tersebut.

Hal ini tentu saja tidak sinkron menggunakan Kewenangan lokal berskala Desa, yaitu wewenang buat mengatur & mengurus kepentingan rakyat Desa yang telah dijalankan sang Desa atau sanggup & efektif dijalankan oleh Desa atau yang ada lantaran perkembangan Desa & prakarsa warga Desa, konsep wewenang ini didasari pada prinsip desentralisasi, & delegasi, dekonsentrasi.

3. Apa Saja Ruang Lingkup Kewenangan Berdasarkan Hak Asal ?Usul?

UU No. 6/2014 adalah lompatan akbar adanya pengakuan kedaulatan desa. Kebijakan ini sangat progresif, lantaran membuka akses & rekanan antara negara dan rakyat desa. Dimana selama ini relasi tersebut sangat timpang dan bersifat subordinat, sebagai akibatnya melumpuhkan kreatifitas dan penemuan desa dalam membentuk dirinya & masyarakatnya. Melalui UU No. 6/2014, khususnya Permendes No.1/2015, negara mengakui adanya wewenang desa. Dimana secara eksplisit dijelaskan bahwa ruang lingkup kewenangan menurut hak berasal usul Desa meliputi:

a. Sistem organisasi perangkat Desa;

b. Sistem organisasi rakyat istiadat;

c.  pembinaan kelembagaan masyarakat;

d. Pembinaan lembaga & hukum istiadat;

e. Pengelolaan tanah kas Desa;

f. Pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan setempat;

g. Pengelolaan tanah bengkok;

h. Pengelolaan tanah pecatu;

i.  pengelolaan tanah titisara; dan

j.  pengembangan peran masyarakat Desa.

Kewenangan menurut hak asal usul desa tersebut pada atas ( point a sampai j) tidak lagi (sekedar) mencerminkan (bayangan), akan tetapi menjadi konkret soal adanya legitimasi desa pada rapikan kelola pemerintahan, rapikan kelola masyarakat dan tata kelola aset desa. Mengacu dalam ruang lingkup kewenangan yang dimiliki tadi, maka tantangan yang harus dilewati oleh desa adalah, memastikan dengan seluruh kewenangan yg dimiliki tersebut bisa progresif membentuk & menyejahterakan masyarakat desanya.

Selain menjelaskan soal kewenangan hak berasal usul desa, dalam Pasal 3 (Permendes No. 1/2015), pula dijelaskan soal wewenang berdasarkan hak asal usul Desa istiadat meliputi:

a. Penataan sistem organisasi & kelembagaan warga istiadat;

b. Pranata hukum istiadat;

c. Pemilikan hak tradisional;

d. Pengelolaan tanah kas Desa norma;

e. Pengelolaan tanah ulayat;

f. Konvensi dalam kehidupan warga Desa adat;

g. Pengisian jabatan kepala Desa norma dan perangkat Desa adat; &

h. Masa jabatan kepala Desa norma.

Decentralization of power dan delegation of authority dalam UU No. 6/2014 diperkuat menggunakan prinsip rekognisi. Artinya siapapun dalam NKRI ini, termasuk pemerintah pusat menaruh pengakuan terhadap seluruh wewenang yg dimiliki desa, dimana konsekwensi berdasarkan pengakuan tadi, adanya jaminan politik-aturan desa sebagai bagian dari penganggaran nasional (APBN). Hal ini juga yg mandatkan pada Pasal 14, bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota wajib mengakui, menghormati dan melindungi kewenangan dari hak berasal usul.

4. Apa itu Kewenangan Lokal Berskala Desa?

Selain menaruh kepastian agunan adanya wewenang dari hak berasal-usul, negara pula memberikan agunan adanya wewenang lokal yg berskala desa. Hal ini di atur pada Pasal 5 (bab III), dimana kriteria kewenangan lokal berskala Desa mencakup:

a. Wewenang yg mengutamakan kegiatan pelayanan & pemberdayaan warga ;

b. Wewenang yg memiliki lingkup pengaturan & kegiatan hanya di pada daerah dan rakyat Desa yg mempunyai efek internal Desa;

c. Wewenang yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa;

d. Kegiatan yg telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;

e. Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota & pihak ketiga yang telah diserahkan & dikelola oleh Desa; dan

f. Kewenangan lokal berskala Desa yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota

Kewenangan lokal berskala desa tersebut (poin a hingga f) adalah bentuk koreksi kritis terhadap perangai kebijakan pemerintah wilayah (yang selama ini) mengakibatkan sebagai obyek pembangunan & bukan sebagai subyek. Pengakuan wewenang lokal berskala desa, jua sebagai solusi alternatif meretas problem terjadinya overlapting acara & kebijakan antar pemerintah daerah kabupaten, provinsi & sentra tentang desa. Melalui wewenang lokal berskala desa tersebut, pemerintah sentra menaruh warning pada pemerintah daerah supaya nir lagi ?Membuahkan desa menjadi lokasi proyek? Pembangunan. Perencanaan pembangunan yg di rancang sang Satuan Kerja Pemda (SKPD) tidak boleh mengambil alih wewenang desa, dan demikian sebaliknya, bahwa desa dalam merencanakan pembangunan desa, nir boleh mengambil wewenang yang seharusnya sebagai porsi pemerintah kabupaten atau provinsi.

Hal ini seperti yg dipertegas dalam Pasal 7 Kewenangan lokal berskala Desa meliputi:

1. Bidang pemerintahan Desa,

2. Pembangunan Desa;

tiga. Kemasyarakatan Desa; &

4. Pemberdayaan masyarakat Desa.

Pasal 8 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diantaranya meliputi:

1. Penetapan dan penegasan batas Desa;

dua. Pengembangan sistem administrasi dan informasi Desa;

3. Pengembangan tata ruang & peta sosial Desa;

4. Pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja Desa;

5. Pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian;

6. Pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, pencari kerja, & tingkat partisipasi angkatan kerja;

7. Pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yg bekerja menurut lapangan pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan;

8. Pendataan penduduk yg bekerja di luar negeri;

9. Penetapan organisasi Pemerintah Desa;

10. Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa;

11. Penetapan perangkat Desa;

12. Penetapan BUM Desa;

13. Penetapan APB Desa;

14. Penetapan peraturan Desa;

15. Penetapan kolaborasi antar-Desa;

16. Pemberian biar penggunaan gedung rendezvous atau balai Desa;

17. Pendataan potensi Desa;

18. Pemberian izin hak pengelolaan atas tanah Desa;

19. Penetapan Desa dalam keadaan darurat seperti insiden bala, pertarungan, rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan peristiwa luar biasa lainnya dalam skala Desa;

20. Pengelolaan arsip Desa; dan

21. Penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Desa.

Pasal 9 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:

1. Pelayanan dasar Desa;

2. Sarana & prasarana Desa;

tiga. Pengembangan ekonomi lokal Desa; dan

4. Pemanfaatan sumberdaya alam & lingkungan Desa.

Pasal 10 Kewenangan lokal berskala Desa pada bidang pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 alfabet a antara lain mencakup:

1. Pengembangan pos kesehatan Desa & Polindes;

2. Pengembangan energi kesehatan Desa;

3. pengelolaan dan pembinaan Posyandu melalui: 1) layanan gizi untuk balita; 2) pemeriksaan ibu hamil; 3) pemberian makanan tambahan; 4) penyuluhan kesehatan; 5) gerakan hidup bersih dan sehat; 6) penimbangan bayi; dan 7) gerakan sehat untuk lanjut usia.

4. Pelatihan & supervisi upaya kesehatan tradisional;

5. Pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika & zat adiktif di Desa;

6. Pelatihan & pengelolaan pendidikan anak usia dini;

7. Pengadaan dan pengelolaan sanggar belajar, sanggar seni budaya, & perpustakaan Desa; dan

8. Fasilitasi & motivasi terhadap kelompok-grup belajar di Desa.

Pasal 11 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang wahana & prasarana Desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 alfabet b antara lain meliputi:

1. Pembangunan & pemeliharaan tempat kerja dan balai Desa;

2. Pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa;

3. Pembangunan & pemeliharaan jalan usaha tani;

4. Pembangunan & pemeliharaan embung Desa;

5. Pembangunan energi baru dan terbarukan;

6. Pembangunan dan pemeliharaan tempat tinggal ibadah;

7. Pengelolaan pemakaman Desa & petilasan;

8. Pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan;

9. Pembangunan dan pengelolaan air higienis berskala Desa

10. Pembangunan & pemeliharaan irigasi tersier;

11. Pembangunan dan pemeliharaan lapangan Desa;

12. Pembangunan & pemeliharaan taman Desa;

13. Pembangunan & pemeliharaan dan pengelolaan saluran buat budidaya perikanan; dan

14. Pengembangan wahana & prasarana produksi pada Desa.

Pasal 12 Kewenangan lokal berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 alfabet c diantaranya mencakup:

1. Pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa;

dua. Pembangunan & pengelolaan loka pelelangan ikan milik Desa;

tiga. Pengembangan usaha mikro berbasis Desa;

4. Pendayagunaan keuangan mikro berbasis Desa;

lima. Pembangunan & pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan;

6. Pembangunan & pengelolaan lumbung pangan & penetapan cadangan pangan Desa;

7. Penetapan komoditas unggulan pertanian dan perikanan Desa;

8. Pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit pertanian & perikanan secara terpadu;

9. penetapan jenis pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan;

10. Pengembangan benih lokal;

11. Pengembangan ternak secara kolektif;

12. Pembangunan & pengelolaan tenaga berdikari;

13. Pendirian & pengelolaan BUM Desa;

14. Pembangunan dan pengelolaan tambatan bahtera;

15. Pengelolaan padang gembala;

16. Pengembangan wisata Desa di luar planning induk pengembangan pariwisata kabupaten/kota;

17. Pengelolaan balai benih ikan;

18. Pengembangan teknologi sempurna guna pengolahan output pertanian & perikanan; &

19. Pengembangan sistem bisnis produksi pertanian yg bertumpu dalam sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.

Pasal 13 Kewenangan lokal berskala Desa pada bidang kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 alfabet c meliputi:

1. Membina keamanan, ketertiban & ketenteraman daerah & warga Desa;

dua. Membina kerukunan rakyat rakyat Desa;

3. Memelihara perdamaian, menangani konflik dan melakukan mediasi pada Desa; &

4. Melestarikan dan mengembangkan gotong royong rakyat Desa.

Pasal 14 Kewenangan lokal berskala Desa bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 alfabet d diantaranya:

1. Pengembangan seni budaya lokal;

2. Pengorganisasian melalui pembentukan & fasilitasi lembaga kemasyarakatan & forum istiadat;

3. Fasilitasi kelompok-kelompok rakyat melalui: 1) gerombolan tani; 2) kelompok nelayan; tiga) kelompok seni budaya; dan 4) gerombolan rakyat lain di Desa.

4. Pemberian santunan sosial kepada keluarga fakir miskin;

5. Fasilitasi terhadap gerombolan -kelompok rentan, kelompok rakyat miskin, wanita, warga norma, & difabel;

6. Pengorganisasian melalui pembentukan & fasilitasi paralegal buat memberikan bantuan aturan kepada masyarakat masyarakat Desa;

7. Analisis kemiskinan secara partisipatif pada Desa;

8. Penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup higienis dan sehat;

9. Pengorganisasian melalui pembentukan & fasilitasi kader pembangunan & pemberdayaan warga ;

10. Peningkatan kapasitas melalui pembinaan bisnis ekonomi Desa;

11. Eksploitasi teknologi sempurna guna; &

12. peningkatan kapasitas masyarakat melalui: 1) kader pemberdayaan masyarakat Desa; 2) kelompok usaha ekonomi produktif; 3) kelompok perempuan; 4) kelompok tani; 5) kelompok masyarakat miskin; 6) kelompok nelayan; 7) kelompok pengrajin; 8) kelompok pemerhati dan perlindungan anak; 9) kelompok pemuda; dan 10) kelompok lain sesuai kondisi Desa.

Lima. Bagaimana Cara Mengindentifikasi Kewenangan Desa?

Bupati/Walikota melakukan pengkajian buat identifikasi & inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul & kewenangan lokal berskala Desa dengan cara:

a. Inventarisasi daftar kegiatan berskala lokal Desa yg ditangani oleh satuan kerja perangkat wilayah atau acara-program satuan kerja perangkat wilayah berbasis Desa;

b. Identifikasi dan inventarisasi aktivitas pemerintahan & pembangunan yang sudah dijalankan sang Desa; &

c. Membangun Tim Pengkajian & Inventarisasi terhadap jenis wewenang dari hak asal usul & wewenang lokal berskala Desa.

Dalam hal identifikasi tersebut, Desa melakukan identifikasi terhadap kegiatan yang sudah ditangani dan kegiatan yg mampu ditangani namun belum dilaksanakan. Untuk memastikan hal tersebut, maka desa membentuk tim pengkajian & inventarisasi wewenang desa menurut hak berasal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Tugas Tim Pengkajian dan Inventarisasi meliputi:

a. Membuat rancangan daftar wewenang menurut hak berasal usul & kewenangan lokal berskala Desa menurut output kajian;

b. Melakukan pembahasan rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak dari usul & wewenang lokal berskala Desa;

c. Pembahasan rancangan sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib melibatkan partisipasi Desa, unsur ahli dan pemangku kepentingan yang terkait; dan

d. Menghasilkan rancangan daftar kewenangan dari hak berasal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

Hasil rancangan daftar kewenangan ditetapkan menggunakan Peraturan Bupati/Walikota, serta Bupati/Walikota harus melakukan pengenalan Peraturan Bupati/Walikota pada Desa, yang diikuti proses fasilitasi penetapan daftar kewenangan pada tingkat Desa.

Peran kepala desa dan BPD sebagai sangat penting pada urusan pengkajian dan inventarisasi serta identifikasi kewenangan tadi, dimana dalam Pasal 19 disebutkan bahwa:

?Kepala Desa bersama-sama BPD wajib melibatkan masyarakat Desa melakukan musyawarah buat menentukan wewenang dari hak dari usul dan kewenangan lokal berskala Desa menurut daftar yang sudah ditetapkan menggunakan Peraturan Bupati/Walikota sinkron dengan kebutuhan dan syarat Desa?.

Lebih lanjut disebutkan pada Pasal 20, bahwa ketua Desa beserta-sama BPD bisa menambah jenis wewenang dari hak asal usul & kewenangan lokal berskala Desa lainnya sesuai dengan prakarsa masyarakat, kebutuhan & syarat lokal Desa. Serta Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa tentang wewenang menurut hak asal usul & wewenang lokal berskala Desa (pasal 21).

6. Pungutan Desa yg pada larang & di bolehkan

Desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yg diberikan kepada warga Desa. (dua) Jasa layanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. Surat pengantar; b. Surat rekomendasi; & c. Surat fakta.

Sedangkan kewenangan melakukan pungutan, sesuai Pasal 23 (1) disebutkan bahwa Desa berwenang melakukan pungutan atas jasa usaha misalnya pemandian umum, wisata desa, pasar Desa, tambatan bahtera, keramba ikan, pelelangan ikan, & lain-lain.

(dua) Desa bisa membuatkan dan memperoleh bagi hasil menurut usaha beserta antara pemerintah Desa menggunakan warga Desa.

7. Penutup

Kewenangan berdasarkan hak dari usul dan wewenang desa berskala lokal desa, merupakan bentuk dan jenis kewenangan yang diakui sang negara dalam rangka mempercepat proses DESA MEMBANGUN INDONESIA. Oleh sebab itu desa wajib memiliki agama diri dan optimisme dalam menata & menciptakan dirinya. Keberhasilan desa buat bangkit menurut keterpurukan & keterbelakangan ketika semua stakeholders desa manunggal, gotong royong menjalankan semua kewenangan yg dimilikinya secara konsisten buat kepentingan bersama, bukan untuk menciptakan kejayaan segelintir orang apalagi buat kepentingan ketua desa & perangkat desa semata.

Penulis adalah Pendobrak Desa

Sumber: https://www.Karanganyar.Desa.Id/2017/11/17/memahami-kewenangan-desa-berdasarkan-uu-desa/

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2