Mana Jalan Tolmu? Ini Jalan Tolku!! oleh Balya Nur
Sejeg bujeg pemerintah bikin jalanan, berdasarkan jaman kumpeni sampe sekarang, baru kali ini pemerintah bikin jalanan wabil khusus pembangunan jalan tol jadi heboh nasional.
Diberitakan, diomongin terus menerus setiap hari, seolah-olah hanya dalam jaman pemerintah ini sajalah satu-satunya pemerintah yg menciptakan jalan tol.
Lihat juga: Memukul dengan Meminjam Tangan Lawan
Jalan Tol
Kalau mau dibilang demi pencitraan buat nyalon 2 priode, lha dulu SBY juga nyalon 2 priode, tapi nggak pernah menepuk dada, ngebanggain jalan tol sebagai prestasi akbar.
Sebab, siapapun presidennya, telah pasti akan terus menambah ruas jalan tol. Soal panjang & pendeknya ya sesuai kebutuhan.
Sama menggunakan ketua RT di lingkungan kita.
Buat benerin jalan pada lingkungan kita, Pak RT ngajak warganya nyumbang semen, nyumbang ini itu, nggak ada bantuan menurut pemerintah.
Setelah jadi, nunggu jalanan kemarau ditutup buat ad interim barang satu sampai 3 hari.
Setelah itu siapa saja bebas dan perdeo lewat jalan itu, mau masyarakat RT setempat atau masyarakat tamu berdasarkan seberang pulau pun bebas melenggang tanpa merasa stress lantaran nggak ikut nyumbang semen.
Juga nggak ada yang bilang itu jalanan milik Pak RT. Dari dulu ya begitu.
Baru kini lewat jalan tol harus pake kondisi puja-puji pemerintah dulu. Mending jika perdeo.
Jalan tol yg dibangun sambung menyambung berdasarkan pemerintah yg satu ke pemerintah yang lain, diakui menjadi milik rezim yang berkuasa waktu ini.
Klaim itulah yang dikritisi oleh sebagian besar warga .
Bukan masyarakat anti jalan tol, tapi anti kesombongan rezim.
Tapi lantaran berdasarkan awal telah sombong, seolah jalan tol cuma miliknya & hanya milik kelompoknya, kritikan itu dianggap sebagai memusuhi jalan tol.
Maka keluarlah kesombongan baru, bagi yang menolak rezim ini buat berkuasa satu priode lagi, jangan lewat jalan tol!
Padahal soal lewat jalan tol atau tidak itu kan pilihan.
Kalau mau cepat hingga tujuan, ya masuk jalan tol menggunakan resiko harus bayar mahal.
Jadi bukan soal mendukung atau tidak mendukung 2 priode.
Walaupun pendukung militan dua priode, ya permanen saja masuk tol wajib bayar mahal.
Lihat juga: Presiden Diatas Semua Golongan Lambang Jari
Walaupun setiap bangun tidur selalu teriak pada depan jendela, ?2 priode! Dua priode! ? Permanen saja nggak boleh lewat jalan tol jika cuma punya motor.
Melarang versus politik lewat jalan tol, kan sama saja dengan kau berdagang pada pinggir jalan, tapi kau hanya mau menjual barang pada pembeli yg sama pilihan politiknya.
Tanpa tidak boleh pun, sopir truk pengangkut barang mulai mengeluh dengan mahalnya tarip jalan tol.
Kalau nggak buru-buru amat, mereka lebih menentukan lewat jalan non tol. Hitung-hitungannya sudah kentara.
Lagipula, jikalau punya duit buat bayar tol pun, bila kau bertagar #2019gantipresiden, sepanjang jalan tol kau pasti akan merasa tertekan.
Suara larangan itu terus bergema sepanjang jalan tol, seolah sepanjang jalan tol kau ditertawakan oleh para pengusung 2 priode.
Jadi, jalan tol itu krusial nggak krusial.
Bagi keluarga yg mau pulang kampung, kalau nggak mau buru-buru amat, walaupun punya duit untuk bayar tol, lebih menentukan jalan non tol.
Pemandangan sepanjang jalan tol sangat membosankan!
Lewat jalan non tol sanggup melihat pemandangan beragam. Bisa mampir di warung menggunakan pemandangan hamparan hijau yang menakjubkan.
Bisa jadi semacam studi tour keluarga.
Ngasih memahami ke anak-anak, ini namanya kota ini, itu namanya kota itu.
Bisa berhenti sejenak pada pinggir sawah ladang, duduk pada tepi ladang sambil buka perbekalan.
Lihat juga: Jangan Bercermin di Cermin Retak
Bisa beli sang-sang menggunakan lebih poly pilihan dibanding yang dijual di area peristirahatan jalan tol.
Perjalanan jauh lebih mengesankan.
Itulah bedanya pemerintah yg menciptakan jalan tol hanya untuk kepentingan umum dengan pemerintah yg membangun jalan tol sekalian numpang tenar.
Catatan: Artikel ini diambil dari opini/ status Facebook babeh Balya Nur, 08 Februari 2019.