Hukum Acara Perdata dalam Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Sama dengan kasus perdata pada umumnya Hukum Acara Perdata dalam Perbuatan Melawan Hukum diatur pada HIR/ Rbg dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.

hukum acara perbuatan melawan hukum - pmh

Artikel ini berisi Pengertian Dasar Perbuatan Melawan Hukum yg membahas Unsur-Unsur, Kriteria dan bagaimanakah praktik peradilan pada memariksa dan mengadili perkara perbuatan melawan hukum.

Sumber utama artikel ini disarikan dari goresan pena Mariana Sutadi, Tanggung Jawab Perdata Dalam Kecelakaan Lalu Lintas, & Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum, Mahkamah Agung RI, 1992, serta Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, 2005.

Hukum Acara Perdata dalam Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Prinsip Dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut - Pasal 1365 KUHPerdata

Unsur-unsur Pasal 1365 KUHPdt

1. Adanya perbuatan melawan aturan

dua. Kerugian

tiga. Kesalahan

4. Hubungan causal antara perbuatan melawan aturan tadi menggunakan kerugian

Apa yang dimaksud PMH?

Sebelum Tahun 1919 :

  • Melawan hukum merupakan suatu perbuatan yang bertentangan menggunakan kewajiban aturan si Pelaku atau yg melanggar hak subyektif orang lain.

Sejak Tahun 1919 (Arrest HR. 31 Januari 1919 ? LIDENBAUM ? COHEN)

Pengertiannya diperluas, ditambah dengan:

  • Melanggar kaidah tata susila, atau
  • Bertentangan menggunakan asas kepatutan, ketelitian serta perilaku hati-hati yg seharusnya dimiliki seorang dalam pergaulan menggunakan sesama rakyat masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.

Kriteria PMH Menurut Yurisprudensi Tetap pada Indonesia

Perbuatan (Berbuat atau Tidak Berbuat) Yang :

  • Bertentangan dengan kewajiban hukum si Pelaku, atau
  • Melanggar hak subyektif orang lain, atau
  • Melanggar kaidah tata susila, atau
  • Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain

Bertentangan dengan kewajiban hukum si Pelaku = Pelanggaran terhadap kewajiban dari UU, nir dengan sendirinya adalah PMH.

Ada kondisi lain yang harus dipenuhi, yakni :

  1. Dengan pelanggaran tersebut kepentingan Penggugat terancam
  2. Kepentingan Penggugat dilindungi oleh peraturan yang dilanggar
  3. Tidak terdapat alasan pembenar menurut hukum

Melanggar hak subyektif orang lain.

Menurut Meijers : Hak subyektif adalah suatu wewenang spesifik seorang yang diakui oleh aturan, yang diberikan kepadanya demi kepentingannya.

Meliputi :

1. Hak-hak kebendaan ;

2. Hak-hak eksklusif (Mis. Kebebasan, Kehormatan dan Nama baik)

tiga. Hak-hak spesifik (Mis. Hak penghunian menurut si Penyewa)

Melanggar Kaidah Tata Susila

Kaidah tata susila adalah kaidah-kaidah moral sejauh hal tadi diterima oleh masyarakat sebagai kaidah aturan tidak tertulis.

Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 8 Februari 1986 No. 3191 K/Pdt/1984

Bertentangan menggunakan asas kepatutan, ketelitian serta perilaku hati-hati yg seharusnya dimiliki seorang dalam pergaulan menggunakan sesama rakyat masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.

Pertama kali dipergunakan oleh Hoge Raad Tahun 1919 pada perkara Lidenbaum - Cohen.

Apa yang dimaksud kerugian ?

1. Kerugian Materiil :

  • Pada asasnya semua kerugian materiil yang disebabkan oleh PMH wajib diganti -mencakup baik kerugian yang konkret-nyata diderita juga kerugian karena kehilangan yang diharapkan.

Namun dalam beberapa hal dibatasi sang UU (Pasal 1370, 1371 dan 1372 KUHPdt) :

  • Ganti rugi harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan.
  • Bilamana mengenai kematian, maka satu-satunya ganti rugi yang dapat dituntut adalah hilangnya nafkah hidup bagi orang yang ditinggalkan yang lazimnya diterima dari yang meninggal dunia.

dua. Kerugian in materiil

  • Dibatasi Pasal 1371 dan 1372 KUHPdt.
  • Selain penggantian biaya penyembuhan juga dapat dituntut kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacad.
  • Dinilai juga menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak menurut keadaan.
  • Bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.
  • Tuntutan harus dirinci secara jelas.

Siapa yg berhak menuntut ?

1. Pada dasarnya pihak yang merasa dirugikan

dua. Dalam hal si korban meninggal global ? Pasal 1371 KUHPdt.

  • Suami atau isteri yang ditinggalkan
  • Anak atau orang tua si korban Yang lazim mendapat nafkah dari si korban

3.  Bila pihak yang dirugikan adalah anak belum dewasa – Tuntutan gantirugi diajukan oleh orangtua atau walinya

Siapa yg dapat dituntut ?

Selain si Pelaku (Pertanggungan jawab eksklusif). Menurut 1367 KUHPdt. Juga terdapat pertanggungan jawab dalam kualitas eksklusif :

1) Yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang sebagai tanggungannya, atau disebabkan sang orang-orang yang berada dibawah pengawasannya

dua) Orang tua dan atau wali manakala si Pelaku belum dewasa & tinggal pada mereka

tiga) Majikan dan orang lain yg mewakili urusan si Pelaku yang sedang bekerja untuknya

Apa yang sanggup dituntut ?

- Ganti rugi dalam bentuk barang (natura), atau

- Dikembalikan ke keadaan semula, atau

- Ditiadakan akibat berdasarkan PMH.

Menentukan besarnya ganti rugi

- Kerugian pada kekayaan :

  1. Kerugian pada benda/ materiil
  2. Kerugian pada orang karena luka atau meninggal dunia Pasal 1370 KUHPdt. Dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan.

- Kerugian immateriil/idiil Pasal 1371 Dan 1372 KUHPdt

Apa yg dimaksud menggunakan kesalahan?

  • Apakah setiap orang yg melakukan PMH bisa dipersalahkan terhadap perbuatannya tadi dan karenanya harus bertanggungjawab atas perbuatannya itu?
Pada umumnya memang ya. Pada dasarnya kesalahan mengikuti sifat melawan hukum dari suatu perbuatan.

  • Perkecualian

Anak-anak dibawah umur, orang yg terganggu kesehatan jiwanya.

Faktor Kesalahan korban

- Berpengaruh waktu memutuskan pertanggungjawaban.

Dibedakan pertanggungjawaban lantaran kesalahan (schuld aansprakelijheid) dan pertanggungjawaban resiko (resico aanprakelijheid)

- Tanggungjawab si pelaku ditiadakan sejak semula atau dibatasi hingga suatu begian menurut kerugian.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 199 K/Sip/1971 tanggal 27 Nopember 1975 ? Kelalaian berdasarkan pengemudi sendiri mengurangi pertanggungjawaban akan akibat gesekan itu, sebagai akibatnya merupakan adil jika porto perbaikan oto buat 1/tiga bagian dibebankan kepadanya dan buat dua/tiga bagian dibebankan kepada lawannya.

Hubungan Causal antara Perbuatan & Kerugian

a) Teori conditio sine quanon (ajaran Von Buri) ? Semua peristiwa harus dipercaya sebab :

b) Ajaran Causa Proxima ? Hanya mata rantai terakhir saja menurut rangkaian karena yang adalah penyebab menurut kerugian

c) Teori Adequate ? Yang dipercaya sebagai karena menurut kerugian adalah perbuatan berdasarkan rangkaian sebab yang menurut logika yg sehat diduga mengakibatkan kerugian tadi.

Hukum Acara dalam Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Penerapan hukum dalam perkara PMH haruslah memperhatikan dengan sungguh-benar-benar holistik isi dan jiwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur bagaimanakah mengatur PMH tadi, disamping itu tentunya juga diperhatikan aneka macam Yurisprudensi dan doktrin yg mengatur hal tadi.

Dalam penjatuhan putusan masalah PMH nir dimaksudkan menjadi menerapkan ketentuan UndangUndang secara formal belaka, tetapi jua digunakan banyak sekali penemuan aturan dan banyak sekali macam methode penafsiran aturan.

Format gugatan PMH

Dasar dari suatu Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri adalah adanya hubungan hukum diantara para pihak, dan orang atau pribadi hukum yang merasa bahwa hakhaknya dilanggar dapat mengajukan gugatan terhadap seorang pribadi hukum tersebut di Pengadilan.

? Sifat aturan secara perdata di Indonesia merupakan sederhana, porto ringan dan cepat (Perhatikan UU No. 4 tahun 2004 mengenai Kekuasaan Kehakiman) dan sesungguhnya nir ada ketentuan khusus bagaimanakah format/materi suatu surat gugatan harus diajukan dalam suatu surat gugatan wajib disusun, lantaran ketentuan Pasal 118 HIR) hanya menentukan surat gugatan wajib diajukan menggunakan surat permintaan yg ditandatangani oleh Penggugat atau wakilnya dan bagi yg buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan somasi secara lisan pada Ketua Pengadilan Negeri yg berwenang buat mengadili gugatannya & mohon agar dibuatnya surat gugatan;

? Tetapi pada kebiasaan praktik peradilan suatu surat somasi harus memuat gambaran yg kentara tentang duduk perkaranya, dengan perkataan lain dasar gugatan wajib dikemukakan menggunakan jelas pada fundamentum petendi/posita yaitu bagian yang memuat alasan-alasan berdasarkan keadaan dan alasan-alasan menurut hukum.

Hubungannya dengan Perkara Pidana

- Tidak perlu dinyatakan telah terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana, dari suatu putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum permanen.

Dengan kata lain, tuntutan perbuatan melawan aturan dan ganti kerugian tidak wajib diajukan selesainya adanya putusan hakim pidana yang sudah berkekuatan aturan permanen, yang menyatakan kesalahan Tergugat, karena menurut Pasal 1918 KUHPdt Hakim yg menyelidiki tuntutan ganti rugi pada perbuatan melawan aturan perkara perdata tidak terikat dalam putusan Hakim yg telah berkekuatan hukum permanen yg menjatuhkan sanksi kapada seseorang karena suatu kejahatan atau pelanggaran bila bisa dibuktikan kebalikannya.

- Disamping itu Pasal 1919 KUHPdt memilih bahwa ?Apabila seseorang telah dibebaskan menurut suatu kejahatan atau pelanggaran yang didakwakan kepadanya, maka pembebasan itu pada muka Hakim perdata nir dapat dimajukan untuk memenangkan suatu tuntutan ganti rugi?.

Dengan demikian pihak yang dirugikan dalam suatu perbuatan melawan hukum bisa langsung mengajukan tuntutan ganti kerugian tanpa menunggu proses pidananya.

- Yurusprudensi permanen Mahkamah Agung RI pada putusannya tanggal 25 Mei 1957 No. 18 K/Sip/1956 dalam perkara Ng Kong Po versus The Lian Kiem yg pada pertimbangan hukumnya beropini ? Pada umumnya, apabila pada suatu masalah perdata keliru satu pihak mengajukan suatu putusan pidana buat pertanda sesuatu, pihak lawan wajib diberi kesempatan untuk mengajukan bukti balasan, namun pada hal ini pemberian bukti balasan tadi tidaklah perlu lantaran faktafaktanya jelas & nir adalah perselisihan antara kedua belah pihak, sedang perselisihan paham antara Penggugat buat kasasi disatu pihak dan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dilain pihak adalah mengenai kesimpulan yang ditarik berdasarkan kabar-berita itu, yang menurut Pengadilan Penggugat adalah beretikat jahat sedang dari dari Penggugat ia beretikat baik (dikutip berdasarkan rangkuman yurisprudensi Mahkamah Agung RI, diterbitkan MARI, Jakarta, tahun 1993, hal. 315).

Perubahan Gugatan

Dalam ketentuan HIR/ R.Bg memang nir diatur tentang perubahan surat somasi, sehingga Hakim leluasa buat memilih sampai dimana perubahan surat somasi itu diperkenankan, sebagai patokan ketentuan perubahan gugatan diperkenankan, asalkan kepentingan ke 2 belah pihak, baik kepentingan Penggugat & ataupun terutama kepentingan Tergugat menjadi orang yang diserang & sang karena itu berhak buat membela diri, jangan sampai dirugikan dengan perubahan gugatan tersebut (disarikan dari Retnowulan Sutantio, dkk., Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Penerbit Alumni, Bandung, tahun 1986, hal 23).

Perubahan gugatan yang bersifat pengurangan gugatan senantiasa akan diperkenankan oleh Hakim,, karena nir merubah atau menyimpang dari insiden materiil (Perhatikan putusan Mahkamah Agung RI lepas 6 Maret 1971 No. 209 K/Sip/1970 termuat pada Yurisprudensi Indonesia, Penerbitan I-II-III-IV/72 hal 470 diterbitkan Mahkamah Agung RI ) .

Penggabungan Tuntutan

Adanya penggabungan (kumulasi) tuntutan, pada HIR/ R.Bg memang jua tidak diatur secara rinci.

Undang-Undang tidak melarang Penggugat mengajukan gugatan terhadap beberapa orang Tergugat (Perhatikan Pasal 4, 81, 107 Rv, 157 R.Bg, 1283, 1284 KUHPdt & 18 WvK), & menurut ketentuan-ketentuan tersebut sekalipun nir diketemukan batas anggaran yang dengan tegas bagaimanakah penggabungan tadi diperkenankan, namun dalam umumnya dapatlah disimpulkan bahwa antara tuntutan-tuntutan yg diajukan terhadap pelbagai Tergugat haruslah ada hubungannya yg erat, jadi harus ada koneksitas.

Lanjutan Sesungguhnya dalam suatu perbuatan melawan aturan masih ada suatu option (pilihan) bagi Penggugat pada mengajukan suatu gugatan yaitu pada siapa sajakah gugatan tersebut harus ditujukannya, mengingat dalam suatu perbuatan melawan hukum, diserahkan sepenuhnya pada Penggugat buat menentukan kepada siapa sajakah somasi Penggugat wajib ditujukan, merupakan Penggugat berwenang buat menentukan siapa yang dirasakan sudah melakukan perbuatan melawan hukum dan merugikan dirinya oleh karenanya harus digugatnya.(sang : Kurnia Yani Darmono)

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2