Hukum Pembagian Harta Waris yang Berlaku di Indonesia

Indonesia menganut perpaduan dari beberapa sistem hukum, yakni campuran dari hukum agama, hukum adat, dan hukum Eropa terutama Belanda yang dibawa saat menjajah Indonesia.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar , memiliki ragam budaya dan norma istiadat yg sangat kaya, jauh sebelum Belanda datang menjajah Indonesia.

Hal ini dapat dibuktikan fakta sejarah yang menyatakan bahwa pada Indonesia sudah berdiri kerajaan-kerajaan yang daerah kekuasaannya sangat luas, bahkan sampai pada negeri tetangga misalnya malaysia.

hukum pembagian harta waris di indonesia

Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain sebagainya merupakan beberapa kerajaan besar yg dulu pernah berkuasa pada negeri ini.

Hukum Waris pada Indonesia

Meninggalkan warisan-warisan budaya yg hingga waktu ini masih mampu kita rasakan, & bila ditinjau dari sistem hukumnya, bisa kita lihat menurut peraturan-peraturan norma yang masih hidup & permanen bertahan hingga waktu ini.

Nilai-nilai hukum tata cara yg masih inheren dan mengikat masyarakat Indonesia telah sebagai salah satu sumber hukum pada Indonesia.

Aturan Hukum Pembagian Harta Waris

Indonesia memiliki 3 aturan hukum yang tidak sama mengenai aturan hukum pembagian harta warisan ini, yakni menurut:

1. Hukum Perdata

2. Hukum Adat

tiga. Hukum Islam

Hukum perdata diberlakukan bagi golongan Tionghoa dan timur asing.

Hukum tata cara yang bersumber dari masing-masing wilayah Adat Indonesa.

Hukum Islam yang tentunya diberlakukan bagi orang Indonesia yg beragama Islam.

Warisan adalah keliru satu kasus yg sangat penting bagi kehidupan rakyat Indonesia.

Namun, walaupun warisan ini merupakan suatu masalah penting, namun tak jarang perihal warisan ini menimbulkan banyak sekali pertarungan.

Maka tidak heran, bila poly famili & saudara yang menetapkan tali persaudaraannya hanya karena masalah hak waris ini.

Konflik yang umumnya timbul merupakan mengenai disparitas pendapat tentang kesetaraan & keadilan pembagian hak waris.

Perhitungan warisan mampu dikatakan relatif rumit, karenanya kita perlu buat memikirkannya menurut sekarang & tidak lagi menyepelekan & menomorduakan perihal warisan ini.

Jangan sampai, tentang warisan ini akan menjadi sebuah perkara besar dikemudian hari, apalagi hingga memutuskan tali persaudaraan & famili.

Lantaran itu, kita perlu mempelajari dan tahu aturan waris pada negeri kita ini - Indonesia.

Sehingga, ketika terjadi pembagian warisan, kata konsensus akan sangat gampang dicapai, & kemungkinan buat terjadinya perselisihan & omongan miring pada belakang pun dapat dihindari.

Apa itu Hukum Waris?

Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, aturan waris dapat diartikan sebagai hukum yg mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah pewaris mangkat dunia, & cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu pada orang lain atau pakar waris.

Pengertian hukum waris ini sendiri tidak tercantum didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Akan namun, rapikan cara pengaturan hukum waris itu sendiri diatur oleh KUHPerdata.

Sedangkan pengertian hukum waris dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, merupakan aturan yg mengatur pemindahan hak kepemilikan atas harta peninggalan pewaris, lalu memilih siapa saja yang berhak sebagai ahli waris & berapa akbar bagiannya masing-masing.

Unsur-Unsur Hukum Waris

Hukum waris nir terlepas berdasarkan beberapa unsur, yakni:

Pewaris

Pewaris adalah orang yg mangkat dunia atau orang yang meninggalkan harta waris, atau orang yg menaruh warisan dianggap pewaris. Pewaris umumnya melimpahkan harta ataupun kewajibannya (hutang) pada orang lain atau pakar waris.

Ahli waris

Ahli waris adalah orang yg menerima warisan, yakni orang yang diberi hak secara hukum buat menerima harta dan kewajiban (hutang) yg ditinggalkan oleh pewaris.

Harta warisan

Harta warisan adalah segala sesuatu yang diberikan pada pakar waris yg ditinggalkan oleh pewaris, baik itu berupa hak atau harta juga kewajiban berupa hutang.

Lihat juga: Surat Pengakuan Hutang

Sistem Pewarisan pada Indonesia

Di Indonesia sendiri aturan waris mengenal beberapa macam sistem pewarisan, yakni:

Sistem Keturunan

Sistem ini dibedakan sebagai 3 macam yaitu:

1. Sistem patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak,

dua. Sistem matrilineal dari garis keturunan bunda,

tiga. Sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan ke 2 orang tua.

Sistem Individual

Berdasarkan sistem ini, setiap pakar waris mendapatkan atau mempunyai harta warisan menurut bagiannya masing-masing.

Pada umumnya sistem ini diterapkan dalam masyarakat yg menganut sistem kemasyarakatan bilateral misalnya Jawa dan Batak.

Sistem Kolektif

Ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yg tidak terbagi-bagi penguasaannya ataupun kepemilikannya.

Dan tiap pakar waris hanya mempunyai hak untuk memakai atau menerima output dari harta tersebut.

Contohnya: barang pusaka di suatu rakyat tertentu.

Sistem Mayorat

Dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yg tidak terbagi dengan hak dominasi yg dilimpahkan kepada anak tertentu.

Misalnya kepada anak tertua yang bertugas menjadi pemimpin famili menggantikan kedudukan ayah atau mak menjadi ketua famili.

Contohnya: pada rakyat Bali & Lampung, harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua & di Sumatra Selatan kepada anak wanita tertua.

Hukum Pembagian Harta Waris pada Indonesia

Indonesia menganut tiga aturan hukum waris, sehingga di Indonesia belum terdapat aturan waris yang berlaku secara nasional.

Adapun aturan waris yg berlaku di Indonesia adalah hukum waris adat, aturan waris Islam, dan hukum waris perdata.

Masing-masing aturan waris pada Indonesia ini mempunyai anggaran yg berbeda-beda, yakni:

1. Hukum Waris Adat

Indonesia yg mempunyai banyak suku, agama dan norma norma yang berbeda-beda, dan bisa ditinjau dari bentuk negaranya yakni kepulauan.

Hal ini sangat mensugesti anggaran aturan yang berlaku pada tiap golongan warga , & dikenal menggunakan sebutan hukum adat.

Menurut Ter Haar, pada bukunya yg berjudul; "Beginselen en Stelsel van het Adatrecht (1950)", hukum waris tata cara adalah aturan-anggaran hukum yg mengatur penerusan dan peralihan berdasarkan abad ke abad baik harta kekayaan yg berwujud & tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut.

Bentuk aturan norma itu sendiri umumnya nir tertulis, hanya berupa norma dan istiadat-norma yg berlaku, yang harus dipatuhi sang rakyat pada suatu daerah eksklusif dan hanya berlaku di daerah itu saja, yg disertai dengan hukuman-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.

Lihat: Izin Menjual dan/ atau Menjaminkan Tanah an. Anak yang Belum Dewasa

Karena itu, aturan waris tata cara dipengaruhi sang sistem kemasyarakatan & kekerabatannya.

2. Hukum Waris Perdata

Hukum waris perdata atau yg tak jarang dianggap aturan waris barat berlaku buat rakyat Indonesia nonmuslim, termasuk masyarakat negara keturunan, baik Tionghoa juga Eropa yg diatur pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP).

Hukum waris perdata menganut sistem individual pada mana setiap ahli waris menerima atau memiliki harta warisan berdasarkan bagiannya masing-masing.

Dalam hukum waris perdata terdapat 2 cara mewariskan, yakni:

A. Mewariskan Tanpa Surat Wasiat (Ab-instentato)

Mewariskan tanpa surat wasiat atau Ab-instentato & pakar warisnya diklaim dengan Ab-instaat berdasarkan dalam undang-undang,

Berdasarkan undang-undang, terdapat 4 golongan ahli waris yakni, terdiri dari:

  • Golongan I : suami, istri dan anak-anak beserta keturunannya;
  • Golongan II : orang tua, saudara-saudara beserta keturunannya;
  • Golongan III : kakek, nenek dan seterusnya ke atas;
  • Golongan IV : keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.

B. Mewariskan Berdasarkan Surat Wasiat

Yakni berupa pernyataan seseorang (pewaris) tentang apa yg dikehendakinya selesainya ia mati dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut balik selama dia masih hayati sinkron menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992.

Cara pembatalannya pula harus menggunakan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.

Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah telah dewasa atau berusia 18 tahun atau lebih & atau telah menikah meski belum berusia 18 tahun.

Yang termasuk golongan pakar waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat buat menjadi pakar warisnya.

Tiga. Hukum Waris Islam

Hukum waris Islam berlaku bagi Warga Negara Indonesia yg beragama Islam & diatur pada Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia.

Yaitu materi hukum Islam yg ditulis dalam 229 pasal.

Dalam aturan waris Islam menganut prinsip kewarisan individual bilateral, bukan kolektif juga mayorat.

Sehingga pewaris bisa asal berdasarkan pihak bapak atau bunda.

Dalam agama Islam, harta waris menjadi harta yg diberikan menurut seorang yang telah tewas dalam orang terdekat seperti famili & kerabat yg ditinggalkan.

Untuk pembagian harta waris pada dalam hukum Islam itu sendiri sudah diatur dengan sangat jelas dalam buku suci umat Islam - Al Quran, yakni pada Surat An Nisa.

Allah SWT dengan segala rahmat-Nya juga telah menaruh bimbingan untuk mengarahkan manusia dalam urusan pembagian harta warisan.

Pembagian harta warisan ini memiliki tujuan agar diantara manusia yang telah ditinggalkan tidak menyebabkan pertengkaran dan perselisihan.

Hal Penting Peninggalan Pewaris

Dalam hukum waris Islam, ada 3 hal krusial tentang harta warisan yang ditinggalkan & akan diberikan kepada ahli waris yg harus dimuntahkan, yakni:

  1. Semua biaya berhubungan dengan pemakaman jenazah (pewaris)
  2. Wasiat dari orang yang meninggal (pewaris)
  3. Hutang piutang yang ditinggalkan orang yang meninggal (pewaris)

Tiga hal ini haruslah dipenuhi terlebih dahulu sebelum pembagian harta waris mulai diberikan kepada keluarga, atau kerabat yang ditinggalkan & yg berhak mendapat harta waris tersebut.

Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Islam

Hukum waris Islam sangat penting untuk dipahami & dipelajari. Dengan maksud, agar tidak terjadi kesalahan pada penentuan pakar waris dan pembagiannya, serta dapat dilaksanakan dengan adil.

Lantaran dalam hukum waris Islam, pembagian harta waris erat hubungannya dengan amalan/ ibadah pada kepercayaan Islam.

Dengan aturan waris Islam ini, maka seseorang mampu terhindar dari dosa, yakni nir memakan harta orang lain yg bukan haknya.

Seperti yg dijelaskan oleh Rasulullah SAW pada haditsnya:

“Belajarlah Al Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya aku seorang yang akan mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi akan ada dua orang berselisih, tetapi tak akan mereka bertemu seorang yang akan mengabarkannya.” (HR. Ahmad Turmudzi dan An Nasa’I”).

Dari hadits tadi, kentara mengabarkan bahwa hukum harta waris berdasarkan Islam menjadi sangat krusial, khususnya buat penegak hukum syariat Islam dengan absolut.

Berdasarkan pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, ada beberapa ketentuan yang sudah ditetapkan pada mengatur harta waris ini, yaitu:

  1. Hukum harta warisan adalah hukum yang mengatur mengenai pemindahan hak kepemilikan pewaris dan menentukan siapa saja yang memiliki hak dan berapa banyak setiap bagiannya.
  2. Pewaris merupakan seseorang yang disaat meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
  3. Ahli waris merupakan orang yang disaat meninggal memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris yang beragama Islam dan tidak terhalang hukum untuk menjadi ahli waris.
  4. Harta peninggalan merupakan harta yang ditinggalkan pewaris berupa harta benda yang menjadi miliknya.
  5. Harta waris merupakan harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama sesudah dipakai untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya mengurus jenazah, membayar hutang dan memberikan untuk kerabat.
  6. Wasiat merupakan pemberian sebuah benda dari pewaris pada orang lain atau lembaga yang berlaku sesudah pewaris wafat.
  7. Hibah merupakan pemberian benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang pada orang lain yang masih hidup.
  8. Baitul Maal merupakan balai harta keagamaan.
Sedangkan kewajiban ahli waris pada pewaris menurut pasal 175 KHI adalah:

  1. Mengurus dan menuntaskan sampai pemakaman jenazah selesai
  2. Menyelesaikan hutang piutang seperti biaya pengobatan, perawatan dan kewajiban pewaris atau menagih piutang
  3. Menyelesaikan masalah wasiat pewaris
  4. Membagikan harta warisan pada ahli waris yang memang berhak
Ahli waris secara bersama atau perorangan bisa mengajukan permintaan pada ahli waris yang tidak menyetujui hal tersebut dan yang bersangkutan bisa mengajukan gugatan lewat Pengadilan Agama untuk dilaksanakan pembagian harta warisan [Pasal 188 KH].

kewajiban ahli waris kepada pewaris menurut islam

Jika pewaris nir meninggalkan harta warisan apapun, pakar pewaris nir diketahui keberadaannya, maka harta waris yg didasari putusan Pengadilan Agama akan diserahkan dalam Baitul Maal untuk kepentingan Islam dan kesejahteraan generik [Pasal 191].

Jika pewaris memiliki istri lebih dari satu, maka masing-masing menerima gono gini dari tempat tinggal tangga menggunakan suami dan seluruh bagian pewaris sebagai hak untuk ahli waris [Pasal 190 KH].

Lihat juga: Gugatan Perdata di Pengadilan Negeri

Untuk duda akan menerima separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak.

Namun jika meninggalkan anak maka akan mendapat 1/4 bagian [Pasal 179 KHI].

Untuk janda menerima 1/4 bagian apabila pewaris nir meninggalkan anak.

Namun apabila ada meninggalkan anak maka janda akan mendapat 1/4 bagian [Pasal 180 KHI].

Bagian Ahli Waris Menurut Islam

Dalam aturan waris Islam, membagi bagian untuk para ahli waris, bisa dilihat sebagai berikut:

Bagian Warisan buat Istri

pembagian harta waris jika suami meninggal menurut hukum islam

Untuk bagian dari setiap pakar waris yakni istri akan menerima 1/4 bagian jika pewaris yg mati nir memberikan anak atau cucu.

bagian harta waris untuk istri dan anak dari suami yang tidak memiliki ayah dan ibu

Sementara istri akan mendapat 1/8 bagian apabila pewaris mempunyai anak atau cucu dan istri nir pernah terhijab menurut pakar waris.

bagian harta waris untuk istri yang memiliki anak atau cucu

Hal yang sebagai dasar hukum bagian buat istri adalah firman dari Allah SWT dari surat An Nisa ayat 12:

?Para isteri memperoleh seperempat harta yg engkau tinggalkan, apabila kamu tidak mempunyai anak, & apabila engkau memiliki anak, maka isteri-isteri memperoleh seperdelapan berdasarkan harta yang kamu tinggalkan selesainya dipenuhi wasiat atau selesainya dibayar hutang-hutangmu?.

bagian harta waris untuk istri pertama cerai dan kedua serta anak-anaknya

Bagian Warisan buat Suami

bagian warisan untuk suami dari istri yang meninggal memiliki ibu dan saudara

Sedangkan buat suami akan menerima 1/dua bagian apabila pewaris nir mempunyai anak. Dan 1/4 bagian bila pewaris mempunyai anak.

Pembagian warisan buat suami ini dari firman Allah SWT pada surat An Nisa ayat 12:

?Dan bagimu (suami-suami) seperdua bagian menurut harta yg ditinggalkan oleh isteri-isterimu, apabila nir memiliki anak, & jika terdapat anak maka kamu menerima 1/4 dari harta yang ditinggalkan sehabis dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar hutang-hutangnya?.

Bagian Warisan buat Anak Perempuan

Sementara itu, buat pembagian warisan bagi anak wanita merupakan akan mendapat 1/dua bagian jika pewaris memiliki anak laki-laki .

bagian harta warisan dari suami dengan dua istri dan anak-anaknya

Dua anak wanita atau lebih akan menerima dua/tiga bagian jika pewaris nir mempunyai anak laki-laki .

Anak perempuan dan anak pria maka bagiannya adalah 2 banding satu yakni anak pria menerima 2 bagian dan anak perempuan menerima satu bagian yg berdasarkan firman Allah SWT:

?Apabila anakmu, yaitu bagian seseorang anak pria sama dengan bagian 2 orang anak perempuan ?.

Bagian Warisan buat Anak Laki-Laki

Untuk warisan anak pria akan menerima semua warisan bila hanya satu orang anak menjadi ashabah, jika nir terdapat pakar waris dzawil furudz.

Tetapi jika pakar waris dzawil furudz maka hanya menerima ashabah atau residu sesudah dibagikan untuk ahli waris dzawil furudz atau ashabah bin nafsih.

Apabila anak laki-laki dua orang atau lebih & tidak masih ada anak wanita & pakar waris dzawil furudz lain, maka harta warisan akan dibagi rata.

Akan namun bila terdapat anak wanita maka dibagi menjadi dua banding satu dari menurut surat An Nisa ayat 11 & 12.

Bagian Warisan untuk Ibu

Ibu akan menerima warisan sebesar 1/6 apabila pewaris yg wafat meninggalkan anak dan mendapat 1/tiga bagian apabila pewaris tidak mempunyai anak.

bagian warisan untuk ayah atau ibu dari anak yang meninggal belum menikah

Dari antara harta waris yg ada dan apabila ada bunda yang dihijab bunda artinya nenek berdasarkan pihak ibu yakni ibu dari bunda & seterusnya.

bagian waris untuk istri dan anak, ibu serta saudara dari suami yang meninggal

Nenek berdasarkan pihak bapak yakni mak berdasarkan bapak dan seterusnya.

warisan suami, memiliki ibu, istri dan anak-anak namun sebelum dibagikan, ibu meninggal

Sumber Foto Ilustrasi:

FB: Pusaka Harta

Oleh: Sofyan Bakir

Berdasarkan surat An Nisa ayat 11:

“Dan untuk dua orang ibu bapak, baginya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika pewaris itu mempunyai anak”.

Bagian Warisan buat Bapak

Bagian warisan untuk bapak apabila pewaris mempunyai anak pria atau cucu berdasarkan anak pria adalah 1/6 bagian menurut harta peninggalan & sisanya untuk anak pria.

Jika pewaris hanya meninggalkan bapak maka bapak akan menerima semua harta peninggalan menggunakan jalan ashabah.

Jika pewaris meninggalkan mak & bapak maka mak akan menerima 1/tiga & bapak menerima dua/3 bagian.

Bagian Warisan untuk Nenek

Jika pewaris hanya meninggalkan nenek dan nir meninggalkan ibu, maka nenek menerima 1/6 bagian.

Apabila pewaris meninggalkan nenek lebih menurut satu dan tidak meninggalkan ibu, maka nenek akan menerima 1/6 bagian yg akan dibagi homogen diantara nenek.

Orang Yang Tidak Berhak Atas Warisan

Menurut hukum Islam mengenai pakar waris, ada beberapa jenis orang yg tidak berhak buat mendapat harta waris, yakni:

  1. Pembunuh pewaris berdasarkan dari hadits yang diriwayatkan Al Timidzi, Ibnu Majah, Abu Daud dan An Nasa’i.
  2. Orang murtad yakni keluar dari Islam berdasarkan dari hadits yang diriwayatkan Abu Bardah.
  3. Orang yang berbeda agama dengan pewaris yakni tidak menganut Islam atau kafir.
  4. Anak zina yakni anak yang lahir dari hubungan diluar nikah berdasarkan hadits yang diriwayatkan At Timidzi [Hazairin, 1964:57].

Apabila pewaris meninggalkan bunda, maka seluruh nenek akan terhalang baik itu nenek pihak ibu & pihak ayah.

Sedangkan bila seluruh ahli waris terdapat, maka yg berhak buat menerima harta warisan hanyalah anak laki-laki dan perempuan , ayah, bunda, janda dan duda sementara buat pakar waris lain akan terhalang.

Demikian penjelasan lengkap terkait Pembagian Warisan Menurut Hukum Islam, yg kami kutip menurut (dalamislam,com).

Pembagian Warisan yg Adil

Dari penerangan diatas mengenai hukum waris yg berlaku di Indonesia, maka kita perlu mengetahui kebutuhan yg bisa meliputi keluarga akbar kita.

Rumit memang, apalagi jika telah sampai pada perhitungannya pembagian harta warisnya.

Tetapi, seluruh perlu buat kita pahami dan pelajari, supaya tidak menjadi perkara dikemudian hari.

Jika menemui kesulitan, ada baiknya kita membicarakannya dengan orang terdekat, atau meminta pendapat kepada ahlinya.

Liihat juga: Hukum Acara Perdata dalam Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Selain itu, ingatlah dan perhatikan wasiat orang tertua. Wasiat orang tua yang telah tewas sanggup menjadi kewajiban yg wajib ditunaikan sang pakar waris.

Semua yg sudah kita capai waktu ini, tentu tidak diperoleh menggunakan mudah. Lantaran itu kita ingin memastikan bahwa hasil kerja keras kita dapat dinikmati oleh orang-orang terkasih, tanpa meninggalkan permasalahan dikemudian hari.

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2