Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ ASN dalam PILKADA
Menguasai musuh tanpa mengambil jalan perang adalah yang paling disukai. Bentuk kepemimpinan militer yg tertinggi adalah menguasai musuh menggunakan strategi. (Sun Tzu= Panglima Perang Cina kuno)
Hari pemilihan adalah hari yg memilih pada kampanye setiap pasangan calon Kepala Daerah.
Pada hari itu akan terlihat apakah strategi-strategi yg sudah mereka rencanakan, susun dan implementasikan berhasil atau nir.
Apakah taktik-strategi itu mengantarkan dalam kemenangan atau kekalahan. Akan tetapi, untuk pasangan calon Kepala Daerah sendiri prosesnya belum berakhir pada hari memilih itu.
Netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS)/ ASN pada PILKADA
Karena si pemenang pilkada selanjutnya harus menandakan kekuatan kepemimpinannya dan merealisasikan janji-janjinya yg dilontarkan pada kampanye.
Sebaliknya pasangan calon Kepala Daerah yg kalah harus belajar dari kesalahan mereka karena kekalahan itu berarti bahwa program-program, kandidat dan starategi mereka tidak meyakinkan pemilih.
Salah satu yg menjadi sorotan utama dalam Pilkada kali ini adalah keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) pada proses Pilkada.
Bukan adalah rahasia lagi jika terdapat oknum PNS yg mendukung salah satu calon Pasangan dalam Pilkada.
Apalagi yg mencalonkan diri menjadi Gubenur/ Wakil Gubernur atau Walikota/ Wakil Walikota atau Bupati/ Wakil Bupati adalah Incumbent,
maka secara moralitas dan loyalitas, oknum PNS tersebut pasti akan menempuh berbagai cara supaya atasannya tersebut kembali terpilih menjadi Bupati/Wakil Bupati.
Sehingga buat menjaga Netralitas PNS pada Pilkada, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) mengeluarkan Surat Edaran Nomor B/ 2355/ M. PANRB/ 07/ 2015 mengenai Netralitas Aparatur Sipil Negara dan Larangan Penggunaan Aset Pemerintah Dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak.
Surat Edaran Menpan-RB tadi memuat agar Aparatur Sipil Negara memperhatikan hal-hal menjadi berikut:
1. Pasal 87 ayat 4 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 mengenai Aparatur Sipil Negara menjelaskan bahwa PNS diberhentikan menggunakan nir hormat karena sebagai anggota dan/atau pengurus partai politik;
dua. Pasal 4, angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS menjelaskan bahwa setiap PNS dilarang memberikan dukungan pada calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah menggunakan cara:
- Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah;
- Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
- Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye dan/ atau;
- Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan , himbauan, seruan atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat
Berdasarkan hal tadi diatas di instruksikan pada semua Aparatur Sipil Negara umum , baik yang sebagai calon atau pun nir menjadi calon Kepala Daerah agar:
- Menjaga netralitas dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
- Tidak menggunakan aset Pemerintah dalam kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, seperti ruang rapat/ aula, kendaraan dinas dan perlengkapan kantor lainnya.
- Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang tidak mentaati ketentuan dan melakukan pelanggaran terhadap larangan dijatuhi hukuman disiplin sedang sampai dengan berat sesuai peraturan perundang-undangan.
Sanksi apabila Aparatur Sipil Negara (ASN) yang nir mentaati ketentuan & melakukan pelanggaran terhadap embargo dijatuhi sanksi disiplin sedang hingga dengan berat.
Sesuai peraturan perundang-undangan merupakan pertama kali diberlakukan karena baik pemilihan generik, pilpres & pilkada sebelumnya hanyalah berbentuk teguran verbal.
Menpan RB berkata bahwa, bagi abdi Negara/ PNS yg melanggar tak terdapat lagi peringatan, tapi pribadi penundaan promosi, tunda kenaikan honor , hingga pengurangan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD).
"Sanksi berat dengan pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat," tegasnya.
Kalau diberhentikan nir hormat, maka sanggup saja beliau nanti tidak mendapatkan pensiun dan menghilangkan hak-hak kepegawaiannya.
Menpan RB juga menjamin akan merespons semua laporan berdasarkan Bawaslu atau Panwas wilayah mengenai keterlibatan PNS.
Sanksi akan diberikan tidak hanya pada oknum PNS yg ikut berkampanye, mendukung galat satu calon apalagi sampai menggunakan seragam PNS menghadiri kampanye seseorang calon.
Hal senada pula disampaikan oleh Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), yang mengungkapkan hukuman tegas yg memang pertama kali diberlakukan.
Sebab selama ini meski poly laporan keterlibatan PNS, hanya teguran yang diberikan.
"Dulu tidak sampai pada sanksi. Cuma teguran. Kalau ini sampai sanksi. Ini langkah lebih tegas," kata Ketua KASN.
Lebih lanjut, Ketua KASN menyampaikan sanksi tegas akan diberikan kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yg terlibat politik mudah atau tidak netral pada Pilkada.
Sanksi tadi yakni penundaan promosi sampai dengan pemecatan berdasarkan jabatannya.
Lalu, siapakah yang sanggup menindak Aparatur Sipil Negara/ PNS jika tidak mentaati ketentuan dan melakukan pelanggaran sebagaimana dalam Surat Edaran Nomor B/ 2355/ M. PANRB/ 07/ 2015 mengenai Netralitas Aparatur Sipil Negara & Larangan Penggunaan Aset Pemerintah Dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak tersebut?
Bahwa terhadap hal tersebut maka Bawaslu/ Panwaslu yg memiliki peranan krusial buat menindak Aparatur Sipil Negara/ PNS bila tidak mentaati ketentuan & melakukan pelanggaran tersebut.
Namun demikian kiprah dan masyarakat merupakan yg paling krusial bila ada warga / masyarakat yg melihat atau menemukan Aparatur Sipil Negara/ PNS yang mendukung salah satu calon, apalagi hingga menggunakan seragam PNS menghadiri kampanye seorang calon, ikut terlibat dalam kampanye secara nyata, memakai aset pemerintah maupun memfasilitasi pengerahan massa maka Aparatur Sipil Negara/ PNS dapat dilaporkan pada Bawaslu/ Panwaslu.
Selain itu peran krusial pada suksesnya Pilkada merupakan efektifitas Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentragakumdu) yang adalah adonan antara Polri, Kejaksaan, & Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Khususnya pada melakukan proses aturan pidana terkait pelanggaran pilkada.
Bahwa anggota Sentragakumdu telah bisa menentukan minimal dua indera bukti pelanggaran pemilu buat menjadi dasar penyidik Polri pada melakukan penyidikan.
Sanksi Pidana bagi Aparatur Sipil Negara/ PNS pada keterlibatan Pilkada khususnya pelanggaran seperti menyuap/ menaruh/ menjanjikan pada orang lain buat menentukan calon pasangan tertentu?
Meski Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, tidak mengatur mengenai sanksi bagi pelanggaran pemilu/ pilkada, pelanggaran seperti politik uang dapat tetap disidik dan diproses secara hukum menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), politik uang dapat dikategorikan sebagai suap dan gratifikasi.
Hal itu diatur pada Pasal 149 kitab undang-undang hukum pidana ayat 1 yang menyatakan:
"barang siapa dalam waktu diadakan Pemilihan menurut aturan-anggaran umum, menggunakan menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau agar memakai hak itu menurut cara eksklusif, diancam dengan pidana penjara paling usang 9 (Sembilan) bulan atau pidana hukuman paling banyak Rp.4.500,00 (empat ribu 5 ratus rupiah)?, Pasal 149 kitab undang-undang hukum pidana ayat 2 yang menyatakan ?Pidana yang sama diterapkan pada Pemilih, yg menggunakan menerima pemberian atau janji, & menerima suap?;
Tafsiran Pasal tersebut diatas merupakan mengenai penyuapan dalam pemilihan, penyuapan itu wajib dilakukan menggunakan hadiah atau perjanjian yg berupa apa saja termasuk uang, sembako & lain sebagainya.
Yang dihukum menurut Pasal tersebut diatas merupakan misalnya:
Si A berkata kepada B: “Jika kamu memilih pasangan calon No.X, saya akan memberi kamu uang Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah)”.
Apabila pemilih (si B) mendapat anugerah atau perjanjian itu & dia menentukan apa yang dikehendaki sang si A, maka A & B ke 2-duanya dieksekusi.
Selain Pasal tersebut diatas diatur juga sanksi pidana terkait Pemilu/ Pilkada pada Pasal 150 KUHP yang menyatakan:
?Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan dari anggaran-aturan umum, melakukan tipu muslihat dari aturan-anggaran umum, melakukan tipu makar sebagai akibatnya bunyi seseorang pemilih sebagai tidak berharga atau mengakibatkan orang lain daripada yang dimaksud oleh pemilih yg ditunjuk,diancam dengan pidana penjara paling usang sembilan bulan?.
Kemudian Pasal 151 KUHP yang menyatakan:
?Barangsiapa menggunakan nama orang lain buat ikut dalam pemilihan menurut aturan- anggaran generik, diancam dengan pidana penjara paling usang satu tahun empat bulan? Dan Pasal 152 kitab undang-undang hukum pidana yg menyatakan ?Barangsiapa dalam waktu diadakan pemilihan menurut aturan-anggaran umum menggunakan sengaja menggagalkan pemungutan suara yg telah diadakan atau mengadakan tipu makar yg mengakibatkan putusan pemungutan suara itu lain menurut yg seharusnya diperoleh menurut kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yg dimuntahkan secara sah,diancam menggunakan pidana penjara paling lama dua tahun?.
Dari pembahasan tadi diatas lantaran pentingnya peran Aparatur Sipil Negara/ PNS dalam suksesnya Pilkada maka Aparatur Sipil Negara/ PNS wajib betul-betul netral, tidak terlibat dalam politik mudah & mengutamakan profesionalitas.
Surat Edaran Menpan RB tersebut adalah Langkah menjadi bentuk keseriusan Pemerintah dalam mengawasi Aparatur Sipil Negara/ PNS yg tidak netral sebagai akibatnya terciptanya asas Pemilu yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur & Adil.
Sedangkan hukuman pidana terkait pelanggaran Pemilu/ Pilkada dalam kitab undang-undang hukum pidana yg memuat ancaman pidana penjara agar kita menjadi Aparatur Sipil Negara/ PNS nir melakukan pelanggaran sebagaimana yang termuat dalam kitab undang-undang hukum pidana dalam waktu pilkada berlangsung.
Jangan hingga karena bersikap nir netral & melakukan money politic buat mendukung keliru satu calon menciptakan kita dipecat & masuk penjara.
“Berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati-hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.” (Q.S Ali Imran ayat 103).
“dan tolong-menolonglah kamu sekalian dalam hal kebaikan dan taqwa; dan jangan tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan” (Q.S. Al-Maidah ayat 2)
(Atok Lekep)