Maksud tuntutan 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun
Dalam lanjutan sidang perkara Penistaan Agama menggunakan terdakwa AHOK kemarin Kamis 20 April 2017, Jaksa Penuntut Umum telah membacakan tuntutannya dan menuntut AHOK menggunakan 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Maksud Tuntutan 1 Tahun Penjara & Percobaan dua Tahun
Kelanjutan sidang masalah penistaan kepercayaan ini, memang menuai poly kontroversi, mulai dari permintaan polisi buat menunda sidang sesudah pilkada terselesaikan menggunakan alasan keamanan, kemudian pernyataan Jaksa Agung yg jua menginginkan agar sidang ahok dengan rencana pembacaan tuntutan ditunda sang Majelis Hakim.
Majelis Hakim permanen melanjutkan buat melaksanakan sidang, akan tetapi dalam akhirnya ditunda jua, dengan alasan Jaksa Penuntut Umum belum terselesaikan mengetik tuntutannya. Dan yang anehnya penundaan sidang tersebut dilaksanakan hingga dua minggu, yg adalah dilaksanakan sesudah pilkada.
Pasca pembacaan tuntutan jaksa penuntut ini, banyak kalangan berdasarkan Netizen umum kurang tahu atau mempertanyakan maksud menurut tuntutan 1 tahun penjara menggunakan dua tahun percobaan ini. Awambicara, akan mencoba sedikit membahas mengenai isi tuntutan jaksa ini :
- Penjara 1 tahun baru akan dijalani kalau dalam masa percobaan 2 tahun sdr. Ahok melakukan suatu tindak pidana lain lagi.
- Apabila dalam masa percobaan 2 tahun tersebut, ternyata dia melakukan tindak pidana lain, maka Ahok harus menjalani hukuman yg 1 tahun ditambah hukuman terhadap tindak pidana yang dilakukannya itu.
- Apabila dalam 2 tahun itu Ahok tidak melakukan tindak pidana, berarti selamanya Ahok tidak akan pernah merasakan penjara atas pidana yang dijatuhkan itu.
- Apabila setelah melewati masa percobaan 2 tahun tersebut, kemudian melakukan tindak pidana yang lain, berarti dalam hal ini Ahok statusnya merupakan Residivis.
Sebagai model : Misalkan, sesudah dua tahun lewat sehari Ahok melakukan perbuatan pidana lain ataupun tindak pidana yang sama, beliau tetap bebas atas tindak pidana yang 1 tahun penjara percobaan 2 tahun tersebut, akan namun dalam tindak pidana sehabis lewat masa percobaan tersebut, beliau berstatus menjadi Residivis.
Didalam KUHAP memang nir diatur apakah hakim boleh/ nir boleh menghukum lebih berat berdasarkan tuntutan jaksa. Hanya Pasal 182 ayat (tiga) & ayat (4) menyebut implicit majelis hakim memilih putusan menurut surat dakwaan.
Harus kita pahami benar bahwa menurut Pasal 182 ayat (tiga) dan (4) tadi yg secara implicit menyebutkan Majelis Hakim menentukan putusan dari Surat Dakwaan, bukan Surat Tuntutan atau acapkali juga diklaim menggunakan rekuisitor.
Menurut kami sebagai Netizen Awam, Hakim/ Majelis Hakim bisa menetapkan suatu masalah melebihi isi tuntutan Jaksa, sepanjang putusan hakim tadi tidak melebihi ancaman pada dakwaan.
Hakim mempunyai independensi dalam membuat putusannya. Hakim sanggup meminta "fatwadanquot; Pada keyakinannya, hati nuraninya. Sudah banyak yurisprudensi mengenai putusan hakim yang melebihi tuntutan jaksa.
Salah satunya merupakan pada putusan MA No. 510 K/Pid.Sus/2014, majelis hakim agung menghukum terdakwa 18 tahun penjara, lebih tinggi 3 tahun dari tuntutan jaksa.