Pintu Kemajuan dari UU Desa
DESA kembali menarik perhatian setelah disahkannya UU Desa pekan lalu. Terobosan dalam UU itu berusaha menggairahkan desa agar punya semangat maju. Selama ini, desa tetap saja harus bergelut dengan masalah-masalah mendasar. Padahal, desa memiliki ''segalanya'': sumber daya manusia, sumber daya alam, semangat kegotong-royongan, serta sistem sosial yang penuh kekerabatan dan toleransi.
Tantangan lain kelembagaan pemerintahan desa, selama ini kapasitasnya masih terbatas buat melaksanakan pelayanan publik serta membangkitkan potensi dan memberdayakan rakyat. Banyak faktor yang menjadi penyebab itu seluruh, baik faktor internal maupun eksternal. Namun, ternyata faktor positioning desa yang belum tepat merupakan faktor secara umum dikuasai yg menjadi penyebabnya.
Dalam sejarah perkembangannya, desa selama ini lebih ditempatkan sebagai objek daripada subjek. Sejak zaman dahulu desa dijadikan bahan kajian, pilot project kebijakan, sumber dukungan politik, sumber legitimasi para penguasa, & pendayagunaan para pengusaha.
Tonggak Pemberdayaan
Pengesahan UU Desa menjadi tonggak sejarah yang penting bagi pemerintahan desa yg kini mencapai 73 ribu desa pada seluruh Indonesia. Baru kali ini ada UU Desa yang menampakan komitmen yang konkret dari negara buat memberdayakan desa & menaikkan kesejahteraan semua aparatur desa. Komitmen itu cukup membesarkan hati.
Pertama, adanya alokasi anggaran dari APBN buat pembangunan desa. Setiap desa akan mendapat alokasi dana dari APBN sebesar 10 % menurut dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD sehabis dikurangi dana alokasi spesifik (DAK). Nilainya diadaptasi menggunakan kondisi geografis desa, jumlah penduduk, dan nomor kemiskinan.
Adanya pendapatan dari alokasi dana APBN itu tentu adalah kebijakan baru yg positif dan sebagai poin penting bagi pembangunan serta pemberdayaan masyarakat desa. Desa menghadapi poly masalah. Dengan adanya tambahan pendapatan desa yang signifikan, problem-persoalan akan terus ditangani dan dicarikan solusinya sinkron dengan prioritas serta kewenangan desa.
Kedua, adanya penghasilan tetap, tunjangan, & pemeliharaan kesehatan buat kepala desa serta perangkat desa. Kepala desa & perangkat desa dalam hakikatnya merupakan penyelenggara negara pada taraf desa. Keberadaan mereka sangat strategis dalam sistem penyelenggaraan negara. Sebab, desa adalah muara seluruh program pemerintahan & pembangunan. Selain itu, desa adalah basis data sebagai asal informasi & pembuatan kebijakan nasional dan daerah. Lantaran itu, buat kelancaran & kesuksesan program-program pemerintahan dan pembangunan, telah semestinya kesejahteraan aparatur desa diperhatikan karena pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja sangat signifikan.
Walaupun sudah terdapat perhatian pemerintah, secara generik taraf pendapatan aparatur desa masih rendah sebagai akibatnya perlu terus ditingkatkan. Kebijakan pemberian penghasilan tetap, tunjangan, dan jaminan kesehatan dari negara adalah kebijakan penting yg bisa menciptakan iklim kerja yang baik dalam menjalankan tugas & kewajiban aparatur desa.
Masa Jabatan Kades
Meski UU Desa merupakan UU yg indah, ada hal yg perlu dikritisi. UU Desa mengatur jabatan ketua desa selama 6 tahun & sanggup dipilih buat 3 kali masa jabatan, baik berturut-turut juga tidak berturut-turut. Jabatan 6 tahun sebenarnya belum relatif bagi ketua desa buat memaksimalkan program kerjanya. Selain itu, masa jabatan 6 tahun akan mendorong stabilitas politik desa ''terguncang'' balik setiap enam tahun.
Pengalaman memberitahuakn, pemilihan ketua desa sering menorehkan luka, dendam berkepanjangan, dan mengakibatkan perseteruan bagi para pihak terkait. Acapkali pihak-pihak yang kalah/dirugikan ''menjegal'' acara-program kepala desa terpilih sebagai akibatnya menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan. Apalagi porto pemilihan kepala desa menjadi beban APBD kabupaten/kota. Karena itu, menggunakan periode jabatan yg singkat, porto pilkades akan membebani APBD.
Menurut saya, masa jabatan yang ideal buat ketua desa merupakan 10 tahun & relatif menjabat satu periode saja buat mendorong kaderisasi kepemimpinan pada taraf desa. Dengan nir bisa memperpanjang jabatan, guncangan politik pada desa mampu dikurangi lantaran incumbent tidak bisa mencalonkan lagi.
Meski begitu, pengesahan UU Desa patut disambut perasaan bangga dan gembira. UU Desa itu patut diapresiasi karena mencantumkan kebijakan-kebijakan yg strategis bagi kemajuan dan perkembangan desa. Selain itu, UU tadi menghargai eksistensi desa dan peran aparatur desa. Mengingat, kedudukan dan kiprah desa dalam sistem ketatanegaraan kita sangat penting. UU Desa yg baru merupakan terobosan yg fenomenal menurut pemerintah dan DPR yg bakal menjadi tonggak sejarah bagi perkembangan dan kemajuan desa dan dicatat dengan tinta emas pada sejarah pemerintahan Indonesia.[]
Oleh Irawan Rumekso
Mantan Camat, Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah
JAWA POS, 24 Desember 2013