Masril Koto: Membangun Jaringan Lembaga Keuangan Mikro di Sumatera Barat
Masril Koto merupakan social entrepreneur yang membidani kelahiran Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani pada Sumetera Barat. Awalnya, Masril ingin membantu para petani buat lebih memproduktifkan lahan pertaniannya. Kini, LKMA Prima Tani sudah mempunyai 500 unit yg beredar di Sumatera Barat. Masril Koto menuturkan lika-liku pembentukan LKMA Prima Tani pada Radito Wicaksono berdasarkan SWA. Inilah wawancaranya:
![]() |
Masril Koto, Pendiri Bank Tani dan Lembaga Keuangan Mikro |
Untuk Bank Petani sendiri dimulai sekitar tahun 2007-an. Tapi semua nir bermula menurut situ saja. Usaha saya pada memberdayakan masyarakat miskin, khususnya petani telah dimulai sejak awal. Saya terlahir di keluarga miskin. Bapak saya hanya kuli bangunan, bunda aku bertani. Bahkan aku berhenti sekolah waktu masuk ke kelas 4 SD. Saya keluar berdasarkan sekolah karena aku kecewa dengan kebijakan yang mengharuskan siswa buat membeli sepatu pramuka. Orang tua saya tidak punya uang, jadi saya tidak bisa beli. Untuk itu saya keluar saja.
Keluar berdasarkan sekolah aku coba untuk bantu-bantu orang tua menggunakan bekerja apa saja, termasuk sebagai tukang pulung. Dari hasil memulung itu, ternyata saya berhasil mengumpulkan uang. Uang berdasarkan hasil memulung itu pun lantas aku belikan mesin jahit. Saya belajar menjahit & mulai bantu-bantu menjahit di kampung. Kebetulan kampung saya dulu poly loka konveksi, jadi aku bantu-bantu jahit orang-orang yang punya usaha konveksi pada kampung aku . Setelah itu, saya serahkan mesin jahit ke orang tua, supaya mereka mampu ikut menjahit, nir perlu bertani lagi. Saya bantu-bantu pasang kancing.
Apa yg menjadi pemicunya saat itu?
Pada suatu saat, famili aku termasuk saya pindah ke kampung lain, tepatnya ke Pasar Padang Luar. Di sana aku beralih profesi sebagai kuli angkut pada pasar. Tapi ternyata dari kegiatan aku menjadi kuli waktu itu, saya sanggup bangun rumah untuk orang tua, walaupun kecil ukurannya. Tidak lama selesainya itu, aku memutuskan buat merantau ke Jakarta. Sesampainya pada Jakarta, aku menerima pekerjaan di percetakan, yang kebetulan dimiliki oleh orang Agam, kampung saya. Tetapi, beberapa tahun kemudian, di tahun 1998, pecahlah kerusuhan yang menyebabkan banyak usaha tutup. Saya pun memutuskan untuk pulang pergi ke kampung saya.
Tiba di kampung, aku nir memiliki pekerjaan. Daripada diam, aku menyibukkan diri di banyak sekali macam organisasi kepemudaan, semacam Karang Taruna. Saya ingin menggerakan pemuda di kampung aku agar lebih aktif dengan berkumpul. Ketika di Jakarta, saya melihat ada olahraga yg memakai bola & dimasukan ke pada keranjang tinggi, yang baru aku ketahu saat itu nama olahraga tersebut merupakan bola basket.
Saya bikin loka bermain olahraga misalnya itu pada kampung. Dan ternyata pemuda-pemuda disini menyukainya. Pemuda di kampung aku lebih senang menggunakan sesuatu yang baru & berbeda, kalau yang biasa-biasa saja mereka tidak tertarik. Maka berkumpul lah pemuda-pemuda pada kampung aku itu. Dari kumpul-kumpul tersebut, kami coba bikin aktivitas yg lebih positif lagi. Kami coba bereskan kampung kami yg sebelumnya terlihat tidak begitu terawat. Ternyata, kami berhasil membereskan kampung kami, & membuatnya menjadi lebih higienis & nyaman. Hal ini menjadikan apresiasi dari orang-orang tua di sana.
Beres dari sana, saya tetapkan untuk balik ke pasar, pada mana saya pernah sebagai kuli pada sana. Ketika itu saya baru menyadari ternyata poly kuli pada sana yang mempunyai keahlian lain, selain mengangkat-angkat barang. Ada yg mampu menyetir kendaraan dan lain-lainnya. Saya pikir, kenapa mereka nir menjadi energi ahli yg lain selain kuli. Ternyata, selesainya saya cari memahami, mereka terbentur dengan masalah ijazah ketika melamar pekerjaan yang lebih tinggi.
Untuk itu, karena aku sanggup merasakan hal yg sama dengan mereka, lantaran aku sama-sama miskin dan nir memiliki ijazah, maka aku coba bantu mereka.
Caranya bagaimana?
Caranya menggunakan mengumpulkan mereka & saya bikin Sekolah Kejar Paket, bekerja sama dengan forum pengajaran pada sana. Awalnya banyak buruh yang tertarik buat ikut, tapi lama kelamaan semakin berkurang. Saya coba menggunakan cara lain , yaitu dengan menghadirkan pengajar-pengajar manis, kuli-kuli itu pun kembali.
Di sana, saya juga sebagai siswanya. Walaupun sekolah tadi aku yang bikin, dan saya pula ikut mengajar, saya juga menjadi anak didik pada sana. Dan dari situlah akhirnya aku mempunyai ijazah Paket A, untuk setara Sekolah Menengah pertama, sama dengan kuli-kuli yang lain.
Saya kembali ke kampung menggunakan para pemuda di sana.Saya mencoba balik buat membangun suatu aktivitas-kegiatan pemuda yang positif. Kami mencoba buat berdagang dan lain-lain. Hasilnya pun ternyata tidak terlalu baik. Akhirnya, saya punya ilham untuk bikin ruko beserta sahabat-sahabat. Modalnya hanya menurut minta keringanan kebijakan ke toko material buat memperkenankan mereka membeli bahan material dengan cara bayar mundur. Ruko terselesaikan & terdapat yg menyewa, baru kami bayar ke material.
Dari sana, aku & rekan-rekan diberi penghargaan sebagai pemuda yang berprestasi. Kami diberikan bantuan gratis komputer berdasarkan Dinas Pendidikan Sumatera Barat berkat output kerja keras kami. Awalnya, pemuda-pemuda di kampung belajar memakai personal komputer tersebut. Hingga akhirnya kami semua mampu memakai personal komputer tersebut. Bahkan kami pula menerbitkan sebuah buletin kampung yang nantinya dikirim ke beberapa orang kampung kami yg sedang merantau.
Atas keberhasilan tadi, kami pun dipercaya buat menjadi pengurus pasar di lingkungan kami. Kami diangkat sebagai pengurus pasar atas persetujuan warga , tokoh warga , para perantau, & beberapa pengurus pasar yg usang. Ternyata poly bagian pada pasar termasuk manajemennya yang perlu dibenahi. Saya coba keliling pasar-pasar pada semua Sumatera Barat.
Beberapa ketika selesainya itu, saya memutuskan buat berhenti dari pasar. Hal tersebut diperkuat lantaran saya menikah menggunakan wanita pujaan aku . Setelah menikah, lantaran sinkron istiadat, aku harus ikut keluarga wanita. Maka aku hijrah ke famili istri saya pada Baso. Baso ini populer sebagai kecamatan pembuat pisang di Sumatera Barat.
Tetapi waktu itu hampir semua ladang pisang pada sana mengalami musibah. Pohon-pohon pisang di sana terserang penyakit yg menyebabkan pohon tadi sebagai mati. Alhasil, poly huma pada sana yang terbengkalai, nir ditanami apa-apa. Petani di sana pun bingung buat membuatkan ladang mereka. Akhirnya tak jarang berdasarkan mereka yg menjadi buruh tani pada huma orang lain.
Semenjak saya berada di Baso, saya lebih memilih untuk menanam jahe & ubi jalar.Awalnya aktivitas aku tadi dianggap hal yg aneh sang orang-orang di sana. Tetapi, lantaran musibah yg menimpa landang pisang mereka, akhirnya mereka pun turut menanam jahe & ubi jalar pada ladang mereka.
Ternyata selesainya itu, banyak petani di Baso yg beralih buat bertanam ubi jalar, lantaran ubi jalar lebih mudah ketimbang pisang dan jahe. Ubi jalar yg dihasilkan di kampung kami itupun ternyata cukup baik. Pemerintah pun melihat hal tadi dan lantas memberikan pelatihan kepada para petani di kampung kami bagaimana cara menanam ubi jalar.
Ketika sedang bertani tadi, aku sering bertemu & berkomunikasi dengan petani-petani lainnya. Dari hasil diskusi tadi, aku menerima keluhan-keluhan yg sama di antara petani-petani tadi. Mereka selalu mengeluhkan perseteruan tentang kapital. Mereka ingin memperluas kebun mereka & menaikkan hasil panen mereka, namun terkendala di urusan modal.
Saya coba bantu bikin koperasi, namun ditolak mereka karena sebagian besar menurut mereka telah nir percaya lagi menggunakan koperasi. Mereka menduga koperasi hanya menguntungkan para pengurusnya saja. Hanya ketua, wakil, sekretaris, dan bendahara saja yg akan mendapatkan laba.
Saya coba pikir-pikir lagi, apa yg mampu bikin para petani percaya dengan forum-forum semacam itu. Saya terpikir buat membentuk sebuah bank spesifik bagi petani. Alasannya lantaran banyak petani yg percaya dengan sistem bank, namun mereka tidak berani ke bank. Bagi mereka, bank hanya diperuntukan bagi orang-orang yg rapi saja. Ditambah lagi, mereka tidak ingin menemukan ketentuan-ketentuan yg rumit dari bank.
Dari situ, aku bertekad buat menciptakan bank. Langkah awal, saya berusaha mencari fakta sebanyak-banyaknya bagaimana cara untuk membuat bank. Saya pergi ke aneka macam macam bank yg ada di Sumatera Barat. Saya tiba ke berbagai macam seminar mengenai perbankan. Padahal waktu itu aku nir mempunyai biaya yg banyak buat mencari kabar tentang perbankan ini. Benar-benar saat itu aku & beberapa rekan-rekan aku , hanya bermodalkan semangat.
Pengalaman-pengalaman tidak baik sempat aku temui. Mulai dari syarat perjalanan ke kota yang relatif jauh dan sulit, kehabisan uang, kena tilang, sampai dibohongi sang pihak berdasarkan keliru satu bank. Namun, seluruh terbayarkan saat saya bertemu menggunakan orang menurut Bank Indonesia pada sebuah seminar yg diadakan sang Bank Indonesia. Saya bertemu menggunakan Pak Yiyuk Herlambang, dia banyak kasih donasi kabar ke saya bagaiamana cara menciptakan bank. Selain itu, ada Pak Joni berdasarkan Dinas Pertanian Sumatera Barat yg turut membantu saya membangun sebuah bank tani. Dari situlah akhirnya terbentuk sebuah forum keuangan bagi para petani di kampung kami.
Kami semua coba berbagi lembaga keuangan ini. Hingga akhirnya keluarlah sistem saham pada forum keuangan kami tadi. Bahkan, saat awal, poly saham yang terjual, sampai menyentuh angka Rp 15.000.000. Ketika itu harga saham per lembarnya adalah Rp 100.000. Meski begitu, ada beberapa petani yang membeli saham tadi dengan cara menyicil. Hingga usang-kelamaan, secara resmi lembaga keuangan ini berdiri.
Pola kegiatan apa yg dipilih bagaimana pola pemberdayaan masyarakatnya?
Walaupun apa yg aku dan kawan-kawan bentuk ini bernama lembaga keuangan, namun secara prakteknya, forum ini lebih sempurna diklaim menjadi bank. Hanya lantaran terbentur oleh ketentuan berdasarkan Bank Indonesia bahwa untuk menciptakan sebuah bank harus ada data di Bank Indonesia, maka forum ini pun dinamakan sebagai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani. Lembaga ini pun sahamnya dimiliki oleh para petani pada sana. Yang mengelolanya merupakan anak-anak muda, pada mana sebagian besar berdasarkan anak belia tersebut adalah putra-putri menurut petani di sana.
Di bank tani ini, terdapat majemuk produk tabungan atau pinjaman yg berbasis sinkron dengan kebutuhan langsung para petani secara khusus, misalnya tabungan mak hamil, tabungan pajak motor buat pengojek, & tabungan pendidikan anak, tabungan buat persiapan pernikahan, & lain-lain.
Sistem control yang diterapkan oleh LKMA ini cukup unik, karena diadaptasi menggunakan kearifan lokal yg terdapat pada wilayah LKMA masing-masing. Ada yg menggunakan Dato atau orang yang dituakan di kampung buat dijadikan agunan, sampai terdapat yang menerapkan pengumuman di masjid dan semua kampung bagi mereka yg melanggar perjanjian menggunakan LKMA. Alhamdulillah, sampai sajauh ini belum ada perseteruan dalam hal kontrol pinjaman dari LKMA.
Bagaimana liku-liku pemberdayaan? Tantangan apa saja yang dihadapi saat melakukan pemberdayaan?
Ada beberapa hal yang relatif sulit bagi saya dalam membuatkan LKMA ini. Pertama, adalah kondisi aku ketika itu. Saya sudah punya famili waktu itu. Kondisi famili terutama perekonomian keluarga wajib saya pikirkan. Saat itu, kondisi ekonomi aku dan famili nir mampu dibilang baik, bahkan bisa dikatakan sedang goyah. Kemudian, aku harus mampu membagi ketika menggunakan keluarga. Tapi aku selalu berusaha buat meyakinkan istri saya terutama, buat bisa bersabar.
Hal sulit berikutnya adalah, meyakinkan para petani supaya percaya dengan forum keuangan semacam ini. Tidak gampang meyakinkan orang Minang. Ada yang harus pakai berkelahi dulu, terdapat yang saling curiga. Tapi, lagi-lagi, saya coba buat sabar. Saya berusaha buat meyakinkan mereka lebih dalam lagi & akhirnya mereka pun percaya terhadap forum keuangan ini.
Kemudian hal sulit lainnya merupakan pekerjaan ini pekerjaan yg penuh rjsiko. Saya pulang ke mana-mana naik motor. Padahal jarak antar satu wilayah ke wilayah lainnya di sini cukup jauh & menantang. Tapi, lagi-lagi, kembali ke awal, saya wajib bersabar dalam menghadapi ini seluruh. Tidak cepat menyerah, maka hasilnya pun akan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Hasilnya seperti apa, terutama jika dibandingkan menggunakan syarat dalam ketika kegiatan ini dimulai & kondisi ketika ini? Kemajuan apa saja yang telah diperoleh?
Dulu, banyak huma yg nir tergarap oleh para petani pada sini. Bahkan ada beberapa bagian yg cenderung terbengkalai. Tetapi kini , hampir seluruh huma di sini dipakai buat bertani.
Petani-petani pada sini pun saat ini telah mencicipi laba menggunakan memakai fasilitas-fasilitas pada bank tani ini. Setiap petani kini telah sanggup menyebarkan huma yg mereka garap. Selain itu, anak-anak muda di kampung-kampung, kini ini menjadi lebih aktif menggunakan bekerja pada LKMA. Mereka pun bekerja layaknya para pekerja bank, dengan sandang rapi.
Saat ini LKMA Prima Tani sudah mempunyai 550 unit di seluruh wilayah Sumatera Barat, dengan total aset mencapai Rp 250 miliar. Seluruh unit LKMA telah mempekerjakan 1.500 anak-anak petani pada kampung-kampung pada Sumatera Barat. Mereka tidak mempunyai sistem gaji dalam bekerja pada sana. Tetapi, sesudah 6 bulan bekerja, mereka bisa memilih gaji mereka sendiri. Caranya? Dengan mencari nasabah sebesar-banyaknya.
Apa sasaran dan planning ke depan buat semakin menaikkan pemberdayaan ini?
Saya menargetkan unit LKMA bertambah, setidaknya pada wilayah Sumatera Barat. Yang saat ini terdapat 550 unit, saya ingin sebagai 1.100 unit. Saya juga menargetkan para petani dan unit di sini menjadi naik taraf menjadi lebih besar . Dengan cara membangun sebuah konsorsium yg sahamnya asal dari unit-unit LKMA di berbagai daerah di Sumatera Barat.
Saya pula ingin memiliki jasa keuangan di sektor riil, terutama dengan membuat sebuah ?Bulog? Sendiri. Kemudian, kami ingin punya perusahaan sawah. Dengan jasa keuangan ini pula, kami ingin menjadi fasilitator pinjaman ke pihak-pihak ketiga. Saya jua ingin mengadakan produk asuransi pada jasa keuangan ini. Intinya, saya ingin seluruh sawah & ladang di sini, yang tidak tergarap sebagai tergarap.
Belum lagi beberapa rencana CSR kami yg menunjuk ke bidang pendidikan petani. Kami ingin meningkatkan kapasitas para pemilik & pengelola LKMA menggunakan mengadakan pelatihan-training rutin buat mempertinggi kapasitas mereka.
Seperti apa governance dari kegiatan ini? Bagaimana bentuk pertanggungjawaban dari dana-dana yang masuk? Bagaimana laporan keuangan kegiatan ini? Siapa yang mengontrol?
Semua yang mengelola LKMA ini merupakan anak-anak petani, pada mana orang tua mereka justru sebagai pemilik saham pada sana. Jadi mereka bertanggung jawab kepada pemilik saham yg tidak lain & tidak bukan adalah orang tua mereka sendiri. Layaknya perusahaan-perusahaan pada umumnya, pada sini pun terdapat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). (Didin Abidin Mas?Ud)
Sumber: www.Swa.Co.Id