Jumlah Pendamping Desa Masih Minim

GampongRT - Rencana pemerintah untuk mulai mencairkan dana desa masih terkendala ketersediaan pendamping desa yang profesional. Jumlah fasilitator pemberdayaan masyarakat yang bersertifikasi masih belum memadahi.

Padahal sesuai Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Perkemendes) No 3/2015, keberadaan fasilitator desa merupakan syarat pencairan dana desa. “Keberadaan fasilitator pendamping desa yang bersertifikat ini sangat penting karena belum semua pemerintahan desa, memiliki sumber daya manusia yang siap mengelola dana desa,” kata Ketua DPD Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) Provinsi Jawa Timur Nurrahman Joko Wiryanu kemarin. (Baca: Kumpulan Regulasi Desa)

Dana desa ini tujuannya telah kentara yakni buat memberdayakan masyarakat. ?Tentunya, aturan negara ini harus dipertanggungjawabkan penggunaannya dan harus direncanakan secara baik dalam pengalokasiannya. Apabila tanpa pendampingan, penggunaan dana desa ini rawan terjadi penyelewengan,? Ujarnya. Saat ini lembaganya baru melakukan dua kali uji kompetensi buat menyiapkan fasilitator pendamping rakyat.

Uji kompetensi pertama dilaksanakan Mei lalu & diikuti 30 orang. Mereka berasal berdasarkan Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Kediri, & Kabupaten Malang. Sementara uji kompetensi kedua dilakukan sejak Sabtu (6/6) di Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya (UB) Malang yg diikuti 30 orang.

Mereka dari Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang, & Kabupaten Lumajang. Saat ini saja jumlah fasilitator pemberdayaan masyarakat pada Jawa Timur yang sudah bersertifikasi sebagai energi profesional baru mencapai sekitar 100 orang. Padahal pada daerah Kabupaten Malang masih ada 378 desa.

?Setiap kecamatan minimal diharapkan lebih kurang 3 orang fasilitator pendamping desa, yakni menjadi fasilitator pemberdayaan, fasilitator keuangan, dan fasilitator teknis,? Ungkapnya. Pihaknya akan pulang membuka layanan uji kompetensi gelombang ketiga di Jawa Timur. Utamanya buat wilayah Kabupaten Madiun, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Jombang.

Tujuannya buat menyiapkan tenaga fasilitator profesional & menutup kekurangan jumlah fasilitator yg terjadi saat ini. Uji kompetensi untuk fasilitator pemberdayaan warga ini tidak dilaksanakan sendiri sang IPPMI Provinsi Jawa Timur, akan tetapi bekerja sama menggunakan Lembaga Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (LSPFPM) yang berada pada bawah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Sekretaris Eksekutif LSPFPM Chamiyatus Sidqiyah menunjukkan, proses uji kompetensi buat fasilitator pemberdayaan masyarakat tadi dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yakni proses verifikasi dokumen, dua kali tes tulis, tes wawancara, & praktik. ?Nanti mereka yang sudah lulus sertifikasi permanen akan diawasi kinerjanya selama tiga tahun. Jika ada pelanggaran kode etik, sertifikat profesional ini sanggup dicabut,? Tandasnya.

Pelaksanaan uji kompetensi buat sertifikasi fasilitator pemberdayaan masyarakat ini memakai baku ISO 1704. Mereka yg diklaim tenaga fasilitator pemberdayaan profesional merupakan sudah terlatih, bisa melayani publik, bersertifikat, & bagian berdasarkan asosiasi.

?Selama ini kapasitas tenaga fasilitator pemberdayaan rakyat masih sangat majemuk sebagai akibatnya wajib ditingkatkan melalui tunjangan profesi agar aturan negara yang disalurkan tidak terbuang sia-sia & menimbulkan permasalahan,? Kata Chamiyatus Sidqiyah. Secara nasional, hingga Mei yang lalu jumlah fasilitator pemberdayaan masyarakat yg sudah bersertifikat mencapai sebanyak 2.169 orang.

Sementara jumlah desa yang terdapat waktu ini, mencapai sekitar 74.000. Sekretaris Badan Kerja Sama Antar-Desa Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Iman Suwongso menyatakan pendampingan buat pengelolaan & perencanaan aturan dana desa sangat dibutuhkan. ?Dana desa telah dicairkan mulai Selasa (9/6). Kepala desa akan menjadi kuasa pengguna aturan (KPA).

Tentunya sangat diharapkan pendampingan supaya perencanaan dan penggunaan aturan sempurna sasaran,? Ujarnya. Kebutuhan pendampingan tersebut dimulai menurut penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yg berlaku selama enam tahun. Dari RPJMDes tersebut diterjemahkan pada Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) & penyusunan aturan berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Sumber:koran-sindo.Com

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2