Waktunya Memperkuat Sang Penyokong
Membangun Indonesia dari pinggiran. Gagasan itulah yang menjadi prioritas utama pemerintahan baru ke depan. Pembangunan yang semula terpusat di ibu kota, akan tersebar rata ke seluruh pelosok nusantara. Sasarannya, mempersempit kesenjangan dan ketimpangan demi kesejahteraan bangsa. Salah satu caranya dengan penyaluran dana desa.
Tujuannya untuk mempercepat pemenuhan dana desa serta mempersempit kesenjangan dan ketimpangan alokasi. (Menteri Keuangan, Bambang P.S. Brodjonegoro)Kaleidoskop
Dalam dasawarsa terakhir, di kota-kota besar jamak terlihat gedung pencakar langit, jembatan, jalan raya, kawasan industri, hingga pusat perbelanjaan. Bisa dikatakan bahwa pembangunan Indonesia selama ini bias urban atau menitikberatkan pada kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan. Padahal sejatinya, di desa, kawasan pesisir, dan perbatasan negara merupakan penyokong kebutuhan masyarakat kota.
Akibatnya, terjadi ketimpangan pembangunan antara desa dan kota. Penduduk desa tak menikmati kemudahan akses karena infrastruktur yang kurang memadai. Ditambah lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja jumlahnya terbatas sehingga pendapatan masyarakat desa lebih rendah.
Belum lagi kurang meratanya kualitas pendidikan hingga rendahnya aktivitas keuangan daerah. Data Badan Pusat Statistik mencatat gini rasio Indonesia sejak 2010 hingga 2013 mengalami peningkatan dari 0,38 menjadi 0,41. Angka ini menunjukkan bahwa porsi terbesar kekayaan Indonesia hanya dinikmati segelintir rakyatnya. Inilah yang mendasari pemerintahan baru menetapkan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN.
Berperan
Dalam hal ini, Kementerian Keuangan memegang empat peranan. Pertama, menganggarkan dana desa dalam APBN. Kedua, mengalokasikan dana desa ke setiap kabupaten atau kota. Ketiga, menyalurkan dana desa ke kabupaten atau kota. Terakhir, melakukan pemantauan serta evaluasi terhadap realisasi penggunaan dana desa.
Dalam APBN Perubahan 2015, tak kurang dari Rp20,7 triliun digelontorkan pada sekitar 74.093 desa yang tersebar dalam 434 kabupaten/kota. Nantinya dana tersebut digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Sementara fokus pembangunan akan disesuaikan dengan prioritas yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Terkait cara pengalokasian, pemerintah telah mengatur dalam PP Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas PP Nomor 60 Tahun 2014. Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan bahwa perubahan PP tersebut memiliki dua misi utama. “Tujuannya untuk mempercepat pemenuhan dana desa serta mempersempit kesenjangan dan ketimpangan alokasi,” ujarnya saat sosialiasi dana desa di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Jumat (15/5) silam.
Pada PP Nomor 22 tahun 2015, road map pemenuhan alokasi dana desa mencapai sebesar 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah. Dari perhitungan itu, maka diperkirakan alokasi dana desa secara nasional mencapai rata-rata Rp1 miliar per desa di tahun 2017 mendatang.
Selanjutnya, penyempurnaan formulasi pengalokasikan dana desa dilakukan melalui penerapan alokasi dasar dan perubahan formula. Alokasi dasar yang ditetapkan ialah sebesar 90 persen dari total pagu anggaran dana desa.
Sisanya, sebesar 10 persen dari pagu anggaran dana desa akan dialokasikan berdasarkan formula. Formula tersebut dihitung berdasarkan basis jumlah penduduk sebesar 25 persen, luas wilayah sebesar 10 persen, angka kemiskinan sebesar 35 persen dan tingkat kesulitan geografis sebesar 30 persen.
Setelah itu, alokasi dana desa akan disalurkan dari Rekening Kas Umum negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dalam tiga tahap. Tahap pertama, 40 persen dana tersalurkan paling lambat pada minggu kedua April dengan syarat Pemda Kabupaten/Kota telah menyampaikan Perda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan peraturan bupati/walikota mengenai pembagian dana desa.
Tahap kedua, 40 persen dana disalurkan paling lambat pada minggu kedua Agustus. Tahap ketiga, dana tersalur sebesar 20 persen paling lambat minggu kedua November. Adapun syarat kedua tahap tersebut yakni Pemda Kabupaten/Kota telah menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana desa pada Semester I pada tahun berjalan.
Setelah dana desa masuk ke RKUD Kabupaten/Kota, Kepala Desa yang telah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan menganggarkan dana desa di dalamnya berhak menerima dana desa. Selambatnya tujuh hari kerja, dana tersebut telah dikirim oleh Pemda kabupaten/kota ke Rekening Kas Desa (RKD). Setelah dana diterima, barulah Kepala Desa dapat menjalankan program pembangunan desa.
Pasca dilaksanakannya program pembangunan desa, Kepala Desa wajib menyusun laporan realisasi penggunaan dana desa kepada Bupati/Walikota. Lalu, Bupati/Walikota menyampaikan laporan konsolidasi realisasi penyaluran dan penggunaan dana desa kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada sejumlah Kementerian teknis.
Pada tahap ini, Kementerian Keuangan berperan atas pemantauan dan evaluasi penggunaan dana desa. Bila ternyata pemerintah kabupaten/kota terbukti melakukan pelanggaran dalam mengelola dana desa, maka mereka akan diberikan sanksi berupa penundaan penyaluran dan/atau pemotongan dana desa.
Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo, pemerintah Pusat sudah menyalurkan 80 persen pagu dana desa yaitu sebesar Rp16,6 triliun secara tepat waktu, kepada kabupaten dan kota. “Masing-masing untuk penyaluran tahap I dan tahap II ialah Rp8,3 triliun,” tuturnya seperti dikutip dari laman kemenkeu.go.id, Senin (16/11).
Namun hingga 13 November 2015, dana desa yang sudah disalurkan dari RKUD ke RKD baru mencapai Rp6,2 triliun. Bahkan, dari 434 kabupaten/kota, baru 244 yang melaporkan penyaluran dari RKUD ke RKD. Sementara sisanya belum menyampaikan laporan.
Sebelumnya, pada penyaluran tahap pertama, dari 244 daerah sebanyak 136 daerah telah menyalurkan seluruh dana desa ke desa sebesar Rp2,89 triliun atau 34,7 persen. Sedangkan 84 daerah baru menyalurkan dana desa sebesar Rp1,16 triliun atau 14 persen. Sisanya sebanyak 24 daerah belum menyalurkan sama sekali.
Penyebabnya yakni keterlambatan penyampaian peraturan bupati (perbup) dan peraturan walikota (perwali) tentang pembagian dana desa. Keterlambatan ini ternyata disebabkan sebagian daerah baru memproses penetapan perbup/perwali setelah Peraturan Pemerintah (PP) No.22/2015 dan Peraturan Menteri Keuangan No.93/2015 baru disahkan pada bulan Mei 2015.
Pada penyaluran tahap kedua, 129 daerah sudah menyampaikan laporan. Dari jumlah tersebut, sedikitnya 59 daerah telah menyalurkan seluruh dana desa dengan jumlah Rp1,23 triliun atau 14,9 persen. Sementara 66 daerah baru menyalurkan sebagian dana desa kepada desa sebesar Rp968 miliar atau 11,7 persen. Sisanya, empat daerah belum menyalurkan sama sekali.
Untuk penyaluran tahap tiga, terjadi penundaan penyaluran dana desa karena ada sejumlah daerah yang terlambat atau belum menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana desa. Oleh karena itu, kata Boediarso, salah satu arah kebijakan dana desa tahun depan yakni menerapkan reward and punishment dalam menyalurkan dana desa kepada kabupaten/kota/desa.
Tantangan
Dalam penyaluran dana desa, Boediarso mengatakan bahwa pemerintah setidaknya menemui lima persoalan mendasar yang menjadi tantangan di lapangan. Pertama, adanya ketentuan hukum yang belum sejalan antar (peraturan) satu sama lain. Kedua, Bupati dan Walikota masih terlambat dalam menetapkan peraturan terkait dana dan keuangan desa sebagai dasar penyaluran dana desa dari rekening daerah.
Ketiga, masih ada keterlambatan penyaluran dana desa dari kabupaten atau kota ke desa. “Padahal pemerintah pusat sudah menyalurkan tepat waktu sebesar Rp16,6 triliun dana desa atau 80 persen dari pagu sebesar Rp20,7 triliun kepada Kabupaten atau Kota,” ujarnya.
Selanjutnya, Kabupaten dan Kota terlambat menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan penyerapan dana desa dari rekening kas umum daerah ke rekening kas desa. Terakhir, belum terpenuhinya ketentuan besaran Alokasi Dana Desa (ADD) dan bagi hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dari APBD Kabupaten/Kota.
“Data APBD 2015 dan info dari daerah, tahun 2015 masih ada sejumlah daerah yang belum memenuhi ADD 10 persen dan PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) 10 persen. Kalau ada yang belum dipenuhi, maka bisa jadi RAPBD kabupaten/kota tidak disahkan,” katanya.
(Sumber: Media Keuangan, Edisi 100).