Kisah Kasim Arifin, Transmigrasi Menggapai Cita
Peluncuran Buku dan E-Goverment/Foto: Kemendesa |
Lima belas tahun lamanya ia meninggalkan Langsa, Aceh, dan mengabdi sebagai masyarakat transmigrasi di desa ini. Berkat transmigrasi, desa ini tak lagi menjadi desa miskin yang tertinggal.
Kisah Kasim Arifin, sang pahlawan transmigrasi disyairkan Sastrawan Taufik Ismail, pada peluncuran buku transmigrasi menggapai cita, karya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigras, Marwan Jafar.
“Dalam pengabdiannya, Kasim Arifin mengajarkan masyarakat desa untuk bercocok tanam. Dia mengajarkan bagaimana mengatur irigasi, sehingga desa tidak lagi menjadi kawasan tandus dan kering,” ungkap Taufik, dalam acara peluncuran buku transmigrasi menggapai cita, di Kantor Kemendes PDTT, Kalibata Jakarta Selatan, Selasa (19/1).
Taufik mengungkapkan, program transmigrasi yang secara pribadi dijalankan Kasim Arifin, telah mampu merubah desa menjadi lebih baik. Perekonomian masyarakat menjadi stabil, dan anak-anak di desa terhindar dari krisis pendidikan. “Untuk pertama kalinya masyarakat desa di sana masuk perguruan tinggi. Dan untuk pertama kalinya, warga desa di sana naik haji,” katanya.
Buku transmigrasi menggapai cita karya Menteri Marwan adalah buku yang menunjukkan semangat dan kegigihan program transmigrasi dalam memajukan daerah.
Marwan dalam sambutannya menjelaskan bahwa buku tersebut penting dalam rangka mengukuhkan kiprah transmigrasi untuk mempercepat pembangunan daerah sebagai wujud Cita ke 3 dari Nawacita, yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran.
"Transmigrasi Menggapai Cita merupakan keinginan bersama akan semakin menggelorakan semangat dan perjuangan kita untuk lebih menggairahkan kembali program transmigrasi di bumi Indonesia yang kita cintai, yang akhir-akhir ini mengalami pasang surut cukup siginifikan," ujar Marwan.
Menteri Marwan menyatakan, pihaknya berkomitmen mensukseskan transmigrasi. Terutama dikawasan perbatasan dan pinggiran. “Kita juga punya berbagai macam program, kurang lebih ada 114 kota terpadu mandiri yang telah dicanangkan. Dan sampai sekarang pun masih terus kita canangkan kota terpadu mandiri. Kemudian juga membangun lahan transmigrasi di perbatasan daerah pinggiran dan itu menjadi tekad kita semua dalam rangka mensukseskan transmigrasi,” urainya.
Ia juga sangat mengapresiasi para pejuang-pejuang transmigran, yang telah mampu merubah desa terpencil menjadi desa yang berkembang. Para pejuang transmigran ini menurutnya, adalah sosok berharga yang telah sukses membuka lahan-lahan tandus menjadi lahan-lahan yang sangat berharga untuk desa.
“Kita tentu punya Kasim-Kasim Arifin yag lain, yang telah berjasa melanjutkan membangun negeri kita. Kita juga punya pahlawan-pahlawan baru, kita punya pejuang-pejuang transmigran. Para transmigran yang telah sukses, dan berhasil membuka lahan-lahan di luar jawa lebih bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
"Kedepan kita akan mencetak Kasyim Arifin baru dan mempunyai banyak pejuang transmigran yang telah sukses. Kita kedepan akan membangun lahan di luar jawa. Kita akan membagun lahan transmigrasi di daerah pinggiran adalah tekad kita semua. Kita akan bangkit, Transmigrasi tak pernah mati," imbuhnya.
Sementara itu, Akademisi Universitas Lampung, Muhajir Utomo, mengakui, program transmigrasi adalah momentum tepat untuk membangun Negara melalui daerah pinggiran. Menurutnya, cita-cita Negara dapat terlahir dari program transmigrasi.
“Pasang surut transmigrasi mulai dari era kolonisasi Tahun 1995, bahwa tujuan transmirasi saat itu adalah bagian dari realisasi pembangunan daerah. Perpindahan penduduk dilakukan, berdasarkan analisis SDM (Sumber Daya Manusia) dan SDA (Sumber Daya Alam),” katanya.
Menurutnya, bertumpuknya masyarakat di pulau Jawa menurutnya, hanya bisa diatasi melalui program transmigrasi. Menurutnya, transmigrasi juga merupakan bagian dari penggerak pedesaan yang akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.
“Di desa itu infrastruktur lemah, petaninya juga sudah tua-tua. Karena sangat jarang anak muda yang mau menetap di desa. desa harus maju, sehingga anak-anak muda tidak keluar dari desa,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Muhajir menyarankan agar program transmigrasi fokus pada tiga objek, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Menurutnya, komoditi yang dipilih dalam mengembangkan desa harus memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan kompetitif. Selain demi kesejahteraan masyarakat, hal ini juga bertujuan untuk menarik kembali anak muda agar kembali mengabdi di desanya masing-masing.
“Ada juga transmigrasi di wilayah pesisir, untuk menjadi nelayan misalnya. Kemudian, sudah saatnya juga menteri merangkul perguruan tinggi dan pendukung lainnya. Karena, tantangan kita smkin pelik. Bukan hanya tantangan lahan, tapi bnyak juga tantangan lainnya. Semoga program ini menjadi terkenal dan dikenang oleh Negara,” ujarnya.
Diolah oleh admin dari sumber Kemendesa.