14 Temuan KPK Terkait Dana Desa
GampongRT - Urusan dana desa terkait erat dengan pengelolaan keuangan desa. Dalam pengelolaan keuangan desa seringkali masalah yang dihadapi adalah efektivitas dan efisiensi, prioritas, kebocoran dan penyimpangan serta rendahnya profesionalisme. Pengelolaan keuangan yang baik berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan kepemerintahan desa. Oleh karena itu, asas-asas dalam pengelolaan keuangan desa perlu diterapkan.
Terkait urusan dana desa yang masih terus sebagai topik hangat aneka macam kalangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah dilema pada pengelolaan dana desa. Persoalan-duduk perkara itu wajib dipahami sebaik-baiknya lantaran menyimpan potensi penyimpangan. Temuan itu diperoleh selesainya KPK melakukan kajian UU Desa & disetujuinya aturan sejumlah Rp. 20,7 triliun dalam APBN-Perubahan tahun 2015. KPK menemukan 14 temuan pada empat hal, yaitu regulasi-kelembagaan, rapikan laksana, supervisi, dan asal daya manusia.
KPK diantaranya menemukan belum lengkapnya regulasi & petunjuk teknis pengelolaan keuangan desa. Selain itu juga masih banyak masih ada over lapping atau tumpang tindih wewenang antara Kementrian Desa & Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementrian Dalam Negeri.
?Bila mengikuti PP No. 60/2014, desa A yang mempunyai 21 dusun menggunakan luas 7,lima km persegi akan mendapatkan dana desa sebanyak Rp. 437 juta, sedangkan desa B yang memiliki tiga dusun & luas 1,5 km persegi mendapatkan sebesar Rp. 41 juta. Namun, menggunakan peraturan yg baru, PP No. 22/2015, desa A menerima Rp. 312 juta & desa B menerima Rp. 263 juta,? Celoteh Kepala Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha.
Pada tata laksana, KPK melihat tenggang ketika daur pengelolaan anggaran desa akan sulit dipatuhi sang desa. Selain itu, satuan harga baku barang & jasa yg dijadikan acuan bagi desa pada menyusun APBDesa belum tersedia. APBDesa yg disusun nir sepenuhnya mendeskripsikan kebutuhan yang diperlukan desa.
?Berdasarkan regulasi yang ada, prosedur penyusunan APBDesa dituntut dilakukan secara partisipatif buat menaikkan kesejahteraan warga desa. Tetapi, nir selamanya kualitas rumusan APBDesa yang dihasilkan sinkron dengan kebutuhan prioritas dan syarat desa tersebut,? Jelas Priharsa.
Priharsa mencontohkan, desa X yang kondisinya minim infrastruktur & proporsi jumlah penduduk secara umum dikuasai miskin, justru memprioritaskan penggunaan APBDesa buat renovasi kantor desa yang kondisinya masih relatif baik. Atau desa Y yg memprioritaskan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)perdagangan cengkeh, meski daerahnya minim infrastruktur.
Pada aspek pengawasan, masih ada 3 potensi problem, yaitu: 1) Efektifitas Inspektorat Daerah pada melakukan supervisi terhadap pengelolaan keuangan pada desa masih rendah; 2) Saluran pengaduan warga nir dikelola dengan baik sang semua wilayah; dan 3) Ruang lingkup penilaian dan supervisi yg dilakukan oleh camat belum jelas.
Itulah sejumlah dilema penting yg wajib dipahami dan diwaspadai sang para perangkat desa.
Sumber: berdesa.Com