Pemberdayaan Setengah Hati

Pemerintah berencana terus menambah alokasi dana desa dari APBN, buat mengakselerasi pembangunan pada wilayah. Sayangnya, penambahan dana yg akan ditransfer pribadi ke desa itu nir dibarengi menggunakan penguatan kapasitas sumber daya insan (SDM) di wilayah.

Penambahan dana desa yang akan ditransfer langsung ke desa itu tidak dibarengi dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di daerah

Tidak meratanya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi untuk mengelola dana desa, memang menjadi salah satu hambatan dalam penyalurannya. Padahal, pemerintah juga telah menyediakan pendamping desa untuk memastikan pengelolaan dana dapat dilakukan dengan baik hingga ke tahap pelaporannya.

Badan Pengawasan Keuangan & Pembangunan (BPKP) wajib turun tangan buat melakukan kajian tentang potensi kelemahan akuntabilitas pengelolaan dana desa.

Hasilnya, forum tersebut disarankan buat melakukan kajian sesudah dana cair & aplikasi pengelolaannya selesai. Tujuan kajian tadi adalah supaya diperoleh citra komprehensif tentang potensi kelemahan akuntabilitas pengelolaan keuangan dana desa.

Kajian itu juga meminta BPKP menaruh masukan kepada Kementerian Dalam Negeri, buat mendorong pemerintah daerah menyusun dan menerbitkan panduan generik, serta pedoman teknis penggunaan dana desa.

Kajian yg dilakukan sang Pusat Penelitian dan Pengawasan BPKP itu jua meminta semua pihak buat memperhatikan keterlambatan penerbitan kebijakan tentang dana desa, & perubahan regulasi yang ditetapkan sang pemerintah pusat.

Keterlambatan penerbitan kebijakan dan perubahan regulasi tadi bisa mengakibatkan kebingungan, dan ketidakpastian dalam pelaksanaan pengelolaan dana desa.

Selain itu, terdapat juga potensi kelemahan akuntabilitas, karena perbedaan jangka waktu rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) kabupaten/kota dengan RPJM desa, sehingga memunculkan disharmoni pelaksanaan pembangunan di lapangan.

Kurangnya keterbukaan pula bisa mengurangi kualitas akuntabilitas perencanaan & penganggaran dana desa. Selain itu, dana desa berpotensi tidak efektif, karena perencanaan pembangunan desa nir sinkron dengan kebutuhan rakyat, serta kekhasan daerah.

Selanjutnya, kajian tersebut pula menyoroti nir adanya indikator dan sasaran pembangunan desa, yg berpotensi menciptakan pembangunan yg tidak terarah. Kemudian, pembangunan desa berpotensi menjadi nir efektif, karena perencanaan dan penganggaran nir sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Hal krusial lain yg sebagai sorotan merupakan pertanggungjawaban publik oleh ketua daerah dalam perencanaan & penyusunan aturan belum dilakukan menggunakan baik. Terakhir, keterlambatan ketersediaan pedoman umum & panduan teknis berpotensi membuat pembangunan desa yang bersumber menurut dana desa terlambat.

Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengatakan selama ini upaya membangun ekonomi berdasarkan pinggir & pemberdayaan desa masih 1/2 hati.

?Selama ini pengelolaan dana desa memang memenuhi regulasi & semua aturan yang ada, namun imbas yg dirasakan masyarakat masih sangat kurang,? Ucapnya, Kamis (29/12).

Menurut Enny, pemerintah sudah bertindak sok memahami, menggunakan merekrut orang-orang yg nir tepat menjadi pendamping desa. Harusnya, pemerintah melibatkan forum & semua pihak yg selama ini melakukan acara pemberdayaan warga pada setiap daerah.

Menurutnya, selama ini sebenarnya sudah terdapat forum sosial rakyat yang melakukan acara pemberdayaan masyarakat pada desa. Tujuan lembaga tersebut pun relatif murni buat kerja sosial, dan membangun masyarakat di wilayah.

?Belum tentu pendamping desa yg direkrut dari para sukarelawan mengerti ciri desa. Kenapa pemerintah tidak bekerja sama menggunakan pihak yg selama ini telah melaksanakan acara pemberdayaan desa?? Katanya.

Kerja sama tadi dapat dilakukan menggunakan sebuah sistem & standar yg disepakati, serta pengawasan ketat. Sistem kerja sama itu pun wajib memuat indikator yang dapat sebagai acuan pada memilih keberhasilan pelaksanaan pengelolaan dana desa.

Enny menambahkan, pemerintah selama ini jua terlalu fokus dengan pendekatan proyek pada pengelolaan dana desa. Dampaknya, pengelolaan dana desa hanya dievaluasi menurut serapannya, tanpa melihat multiplier effect yg dihasilkan.

Selain itu, Enny juga menekankan pentingnya perencanaan pembangunan dalam pengelolaan dana desa yang efektif. RPJM Desa harus disusun dengan memperhatikan aspirasi warga , bukan disusun sang konsultan yang belum tentu mengerti kebutuhan wilayah.

?Selama ini penyusunan RPJM Desa disusun secara tergesa-gesa, dan kerap diselesaikan oleh para konsultan, tanpa menyerap aspirasi masyarakat,? Ucapnya.

Persoalan transparansi dalam pengelolaan dana desa sebenarnya jua sudah sebagai perhatian pemerintah. Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, berkata pengelolaan dana desa memerlukan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, buat mencegah penyelewengan.

?Saya akan ikut aktif mengawasi dana desa bersama seluruh warga & penegak hukum, supaya tidak terdapat pemikiran yang aneh-aneh terkait program yg sedang dikerjakan. Kami jua membuka ruang transparansi kepada warga ,? Ucapnya.

Eko pula mengingatkan pejabat desa buat nir takut menggunakan keterbukaan publik pada pengelolaan dana desa. Keterbukaan merupakan keliru satu langkah antisipasi pelanggaran yang mungkin dilakukan secara nir disengaja.

Pengawasan, lanjut Eko, memang diperlukan agar pengelolaan dana desa semakin membaik setiap tahunnya. Pasalnya, dana desa akan terus semakin tinggi supaya mampu menggerakkan perekonomian masyarakat pada pedesaan.

Untuk tahun ini, Kemendesa PDTT mengarahkan penggunaan dana desa buat empat program prioritas. Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemendesa PDTT Ahmad Erani Yustika mengatakan, dana desa 2017 bisa dipakai buat empat peruntukan akbar yg bisa diadaptasi menggunakan kebutuhan mendesak tiap desa.

“Tahun 2017, bagi desa yang masih tertinggal, untuk bidang infrastruktur silakan dilanjutkan. Kedua, pelayanan sosial dasar, seperti akses air bersih, sanitasi, listrik, dan PAUD. Ketiga, pengembangan ekonomi untuk membuat BUMDes. Keempat, pemberdayaan dan pelatihan,” paparnya.

Sejak pertama kali dirilis dalam 2015, alokasi dana desa terus semakin tinggi. Pada 2015 total dana desa yang dialokasikan pemerintah adalah sebanyak Rp20,7 triliun. Angka itu lalu naik dalam 2016 menjadi Rp46,9 triliun, dan direncanakan naik lagi menjadi Rp60 triliun pada 2017. Pemerintah juga berniat menggandakan alokasi dana desa dalam 2018.

Peningkatan alokasi dana desa seharusnya diimbangi dengan peningkatan perbaikan kualitas pendampingan dan pengawasan. Kesiapan SDM, partisipasi masyarakat, transparansi menjadi beberapa suara sumbang program dana desa.[Sumber: Koran Bisnis]

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2