Kemiskinan di Desa Tetap Besar

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo terus mengalami penurunan. Tetapi, BPS mengingatkan pemerintah buat mewaspadai perbedaan yang tinggi antara kemiskinan di perdesaan & perkotaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo terus mengalami penurunan.
Rumah Warga Miskin/Foto: Komunitas ABD

"Ini masalah besar yang kita dihadapi," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Selasa (3/1).

Dalam rilis terbaru BPS, jumlah penduduk miskin per September 2016 mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen). Jumlah ini menurun 250 ribu orang dibandingkan Maret 2016 yg tercatat 28,01 juta orang (10,86 %).

Penurunan jumlah penduduk miskin terus terjadi sejak Presiden Joko Widodo dilantik 20 Oktober 2014. Berturut-turut jumlahnya tercatat 28,59 juta orang (11,22 persen) dalam Maret 2015 dan 28,51 juta orang (11,13 %) per September 2015.

Baca:Membangun Negara Berawal Dari Desa.

Menurut Suhariyanto, perbedaan jumlah penduduk miskin pada perdesaan & perkotaan patut dipandang. Berdasarkan data September 2016, jumlah penduduk miskin di perdesaan 17,28 juta orang (13,96 persen), sedangkan pada perkotaan 10,49 juta orang (7,73 persen).

Posisi ini nir poly berubah dibandingkan September 2015. Ketika itu, jumlah penduduk miskin di perdesaan 17,89 juta orang (14,09 %), sedangkan di perkotaan 10,62 juta orang (8,22 %).

Sementara data Maret 2016, memberitahuakn berita identik. Jumlah penduduk miskin di perdesaan 17,67 juta orang (14,11 persen), sedangkan pada perkotaan 10,34 juta orang (7,79 %).

"Ini tidak berubah. Masih banyak penduduk di desa yang miskin dan perbedaan dengan perkotaan jua tinggi. Ini sebagai tantangan kita ke depan," istilah Suhariyanto.

Dia menuturkan, perbedaan jumlah penduduk miskin memang harus segera ditangani dengan baik sang pemerintah. Sebab, jika dibiarkan, perbedaan ini sanggup semakin tinggi.

"Untuk itu, perlu kebijakan khusus buat mengurangi jumlah penduduk miskin di pedesaan berdasarkan ketika ke ketika," ujar Suhariyanto.

Perbesar Dana Desa

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo mengungkapkan, tingginya perbedaan jumlah penduduk miskin di perdesaan & perkotaan tak tanggal menurut kesenjangan ekonomi.

"Memang faktanya gap antara kota & desa, gapnya secara ekonomi masih sangat besar ," istilah Eko.

Menurut dia, Kementerian Desa dan PDTT terus berupaya mengurangi tingkat kemiskinan di perdesaan, menggunakan cara membentuk Indonesia menurut pinggiran sebagaimana Nawa Cita Jokowi-JK. Salah satunya, via acara Dana Desa yg dimulai sejak 2015.

Eko menyampaikan, dana tadi dipakai buat membentuk infrastruktur dasar yang padat karya. Ia pun menjamin, Dana Desa bisa menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi desa.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi desa dalam 2015, yakni sekitar 12 % atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional (lima,0 %). Angka tadi meningkat dibandingkan 2014 yang tercatat 4.8 persen.

Bahkan, dari Eko, Kementerian Desa & PDTT menemukan sejumlah berita di lapangan, seperti beberapa desa pada Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), pertumbuhan ekonomi mencapai 60 %. Sebab, basis awalnya rendah.

"Terbukti pula pertumbuhan ekonomi desa jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Kalau ini dipertahankan, desa akan pelan-pelan mengejar ketertinggalannya walaupun nir akan menjadi sama dengan kota," istilah Eko.

Berdasarkan sejumlah pertimbangan, dia mengungkapkan, pemerintah menaikkan alokasi Dana Desa pada 2016 menjadi Rp 46,96 triliun. Dari nominal tersebut, Dana Desa bisa membentuk jalan sepanjang 50.378 km, drainase sepanjang 49,558 km, & jembatan sepanjang 412,199 km.

Selain itu, warga jua memakai Dana Desa buat membangun sejumlah sarana & prasarana desa, misalnya, 12.614 MCK, 628 embung, & 1.557 pasar.

Pada tahun ini, alokasi Dana Desa balik semakin tinggi sampai mencapai Rp 60 triliun.

Baca:Permendes Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017.

Eko mengatakan, Kementerian Desa & PDTT nir memasang sasaran spesifik dalam mengurangi kesenjangan antara desa dan kota. Ini karena pemerintah akan penekanan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Kendati demikian, Eko meyakini, sasaran peningkatan status desa yg diamanatkan oleh RPJM hingga 2019 akan jauh terlampaui.

"Kami mengadakan sensus pada 6.000 desa dan hasilnya sangat baik. Nanti akan kita umumkan," ujarnya.

Belum optimal

Kepala Kajian Kemiskinan & Perlindungan Sosial Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto menilai, Dana Desa mulai memperlihatkan efektivitas buat mengurangi jumlah penduduk miskin pada perdesaan. Namun, penurunan jumlah penduduk miskin pada desa yang tidak lebih cepat dibandingkan kota.

"Efektivitas Dana Desa belum optimal karena ini program baru jadi masih mencari bentuk," ujar Teguh.

Oleh karena itu, beliau mengharapkan, pada tahun ini efektivitas dana desa dapat ditingkatkan. Sebab, program tadi merupakan salah satu solusi konkret buat menurunkan tingkat kemiskinan di perdesaan.

Baca:Takumi no Sato, Salah Satu Potret Sukses Desa di Jepang

Apalagi, menurut Teguh, di sejumlah desa, Dana Desa masih digunakan untuk anggaran rutin aparat desa. Sementara untuk anggaran infrastruktur yang memiliki dampak berganda (multiplier effect), alokasinya masih minim.

Teguh membenarkan pemerintah mempunyai sejumlah program agunan sosial buat mencegah bertambahnya penduduk miskin, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Tetapi ke depan, pemerintah harus menginisiasi program-program yg tidak hanya bertujuan mengentaskan masyarakat miskin, namun juga membentuk lapangan kerja.

"Dengan begitu, pendapatan akan semakin tinggi sehingga beban hayati berkurang," istilah Teguh yang pula menjabat menjadi kepala Program Studi Ilmu Ekonomi FEB UI ini.

Terkait jumlah penduduk miskin pada perkotaan, beliau menilai, pertambahan per September 2016 tidak lepas dari pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sektor formal. Akibatnya, para penganggur beralih ke sektor informal.

Peralihan itu bukan tanpa konsekuensi. Sebab, pendapatan yg menurun berdampak pada peningkatan kemiskinan.[]

Diolah dari sumber republika.

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2