Menuju Desa Kumande
UU Desa nir melawan & menantang tradisionalisme (kearifan lokal & tata cara norma) melainkan menantang ketertinggalan, keterbelakangan dan kemiskinan.
Ilustrasi: Siklus Perencanaan Desa |
Tolok ukur kemajuan desa diantaranya ketersediaan wahana & prasarana desa yang lebih baik, pelayanan dasar yang semakin baik, melek warta dan teknologi, ekonomi yang menguat, kualitas hayati insan yang kian semakin tinggi, & lain-lain.
Desa maju jua paralel dengan desa kuat & desa berdikari. Desa kuat & desa berdikari, keduanya menjadi visi-misi UU Desa dan adalah 2 sisi mata uang. Di pada desa bertenaga dan desa berdikari terkandung prakarsa lokal, kapasitas, bahkan dalam titik tertinggi merupakan desa yg berdaulat secara politik.
Konsep desa bertenaga senantiasa diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan wilayah kuat dan negara bertenaga. Negara bertenaga bukan berarti memiliki struktur yg besar & berkuasa secara dominan terhadap semua aspek kehidupan.
Negara kuat merupakan virtual umat manusia, kecuali manusia yang membela ideologi anti negara. Manusia begitu prihatin jika melihat negara lemah dan negara gagal. Daron Acemoglu & James A. Robinson (2014), pada bukunya Mengapa Negara Gagal, menegaskan bahwa negara gagal vs negara sukses (bertenaga, makmur) sangat tergantung dalam institusi politik-ekonomi.
Negara yang mempunyai institusi politik-ekonomi inklusif, cenderung berpotensi buat sebagai negara sukses. Sementara negara dengan institusi politik-ekonomi yang bersifat ekstraktif, cenderung tinggal menunggu waktu untuk terseret ke dalam jurang kemiskinan, instabilitas politik, dan berujung dalam negara gagal.
Apa Makna Desa Kuat & Desa Mandiri
Makna desa kuat dan desa mandiri? Sebagai dua sisi mata uang, antara desa kuat dan desa mandiri, merupakan sebuah kesatuan organik. Dalam desa kuat terdapat kemandirian desa, dan dalam desa mandiri terdapat kandungan desa kuat. Kapasitas tentu merupakan jantung dalam desa kuat dan desa mandiri. Tetapi secara khusus dalam desa kuat terdapat dua makna penting.
Pertama, desa mempunyai legitimasi di mata masyarakat desa. Masyarakat mendapat, menghormati dan mematuhi terhadap institusi, kebijakan & regulasi desa. Tentu legitimasi mampu terjadi jikalau desa memiliki kinerja dan berguna secara konkret bagi rakyat, bukan hanya manfaat secara administratif, tetapi jua manfaat sosial & ekonomi.
Kedua, desa memperoleh pengakuan dan penghormatan (rekognisi) dan agama menurut pihak negara (institusi negara apapun), pemerintah wilayah, perusahaan, dan lembaga-forum lain. Jika mereka meremehkan desa, misalnya menduga desa nir bisa atau desa nir siap, maka desa itu masih lemah. Rekognisi itu tidak hanya pada atas kertas sebagaimana pesan UU Desa, tetapi juga diikuti menggunakan perilaku dan tindakan nyata yg tidak meremehkan tetapi memercayai.
Desa yang demokratis serupa menggunakan makna ?Rakyat berdaulat secara politik?. Demokrasi adalah keharusan pada UU Desa, sekaligus keharusan pada penyelenggaraan desa. Apabila rekognisi dan subsidiaritas adalah solusi terbaik buat menata ulang hubungan desa dengan negara, maka demokrasi merupakan solusi terbaik buat menata ulang hubungan antara desa dengan masyarakat atau antara pemimpin desa dengan masyarakat rakyat.
Tanpa demokrasi, rekognisi-subsidiaritas & kemandirian desa hanya akan memindahkan korupsi, sentralisme & elitisme ke desa. Sebaliknya, demokrasi tanpa rekognisi-subsidiritas hanya akan menciptakan jeda yg jauh antara masyarakat menggunakan arena, sumberdaya dan negara.
Menuju Desa Kumande
Desa Kumande adalah singkatan dariDesa Kuat, Desa Mandiri, dan Demokratis. Untuk menuju ke desa kumande, tentu banyak jalan yang harus dilalui, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Salah satu jalan, pembangunan desa harus melalui partisipatif. Semua rakyat desa wajib terlibat pada pembangunan desa. Mulai berdasarkan proses perencanaan, pelaksanaan, sampai pada supervisi.
Perencanaan pembangunan yang partisipatif sebagai perwujudan aspirasi dan kepentingan rakyat. Karena, sesungguhnya orang desa yang lebih paham, mengerti dan tau bagaimana kondisi desanya. Dengan adanya keterlibatan semua masyarakat desa, masyarakat desa dapat menyampaikan aspirasinya untuk diakomodir dalam proses perencanaan desa.
"Bukan perencanaan & pembangunan desa yang hanya pada dominasi sang ketua desa & beberapa orang saja atau "elit-elit desa".
Perlu dipahami juga, bahwa perencanaan desa bukan sekedar membuat usulan-usulan yang disampaikan ke pemerintah kabupaten/kota. Perencanaan Desa yang ideal, setiap aspirasi masyarakat desa terakomodir hak-hak politinya, dan mendapat pembiayaan melalui dana desa. Oleh karena itu, dana desa harus bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat desa yang mungkin selama ini termarjinalkan.
(Diolah menurut materi training PD & ditulis pada bahasa sendiri).