Jadikan BUMDes Sebagai Alat Perjuangan di Desa
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Erani Yustika mengungkapkan bahwa wewenang yg diberikan kepada desa pada pengelolaan aset lokal sanggup dikonversi sebagai pemberdayaan.
"Aset itu terdapat yg berada dalam jumlah yang memadai atau pada jumlah yang mangkat , kelompok yg paling miskin pun mempunyai aset, akan tetapi aset yang mati. Tugas negara menghidupkan aset yang meninggal itu, kini terdapat 2 kabupaten yg mau menghidupkan aset yang mati, satu di Sumatera Barat & Jawa Barat," ujar Erani pada diskusi yang diselenggarakan Institut Resedarch and Empowerment (IRE) menggunakan tema 'berbagi potensi ekonomi lokal melalui BUMDes, pada Jakarta, Kamis (11/dua).
Ekonomi Perdesaan ditinjau menurut konteks pasar, berdasarkan Erani dicirikan dengan dengan liberalisasi dan globalisasi. Desa sudah menjadi pasar dimana menjadi arena perdagangan sehingga desa tak lebih sebagai sebuah konsumsi yg mesti digerakkan. Desa hanya jadi ladang modernisasi.
"Jadi menggunakan adanya BUMDesa ini mendorong perekonomian di desa itu perlu, disisi lain penguatan infrastruktur di desa bukan hanya untuk mempermudah perekonomian pada desa akan tetapu pula mengurangi biaya transaksi, oleh karenanya prioritas infrastruktur keliru satunya adalah untuk menekan biaya transaksi," imbuhnya.
Dalam konteks negara, Imbuh Erani, pemerintah pusat telah mempunyai konsensus nasional bahwa arena pembangunan merupakan di desa, daerah pinggiran dan perbatasan. Sedangkan politik fiskalnya adalah adana desa.
"Tapi ini seluruh masih belum cukup, karena mufakat nasional ini harus diikuti sang komitmen pemerintah wilayah. Ini tugas kita beserta yang harus disuntikkan terus menerus. Alhamdulillah desentralisasi kita tidak berhenti di level daerah akan tetapi pula masuk ke desa dengan 2 kewenangan hak asal-usul & pengelolaan aset lokal," tandasnya.
Dari sisi rakyat sipil, Erani mengungkapkan, ada satu gerakan kolektif & kreatid menurut masyarakat desa dalam menciptakan kesadaran. "Jadi BUMDes ini tidak hanya bernilai ekonom isemata akan tetapi terdapat aspek-aspek filosofis didalamnya," papar Erani.
Tiga konteks dalam melihat BUMDes, kemudian menjadi pengarus utamaan 3 pilar yakni, Jaring Komunitas Wiradesa, Lumbung Ekonomi Desa & Lingkar Budaya Desa. "berdasarkan pengarus utamaan ini yang terpenting adalah peran warga dan pokok persoalannya bukan terletak di kapital, akan tetapi pada kreatifitas & komitmen antar rakyat buat memasak SDA, kekayaan desa bukan yg diberikan oleh pemerintah," tutup erani.
Sementara itu, Dirtektur IRE, Sunaji Zaqmroni menyebutkan ada lima tantangan yang dihadapi pemerintah pada membuatkan ekonomi desa. Pertama, gosip seputar penataan forum-forum ekonomi yg terdapat pada desa agar bersinergi pada penguatan ekonomi desa.
Kedua, status & legalitas BUMDesa termasuk kaitannya Badan Hukum BUMDesa. Ketiga, hak kuasa dan hak kelola ata aset-aset Desa maupun aset-aset pemerintah yang terdapat di desa. Keempat, info tentang kebijakan Penyertaan Modal Desa pada forum ekonomi pada desa & BUMDesa. Kelima integrasi & harmonisasi BUMDesa dalam pengembangan kawasan.
Berdasarkan gosip-berita strategis tadi, Sunaji merumuskan beberapa rekomendasi yang terkait pengembangan ekonomi desa guna pemugaran kebijakan terkait aset dan pengembangan ekonomi lokal.
"Pertama, memperjelas kebijakan terkait dengan status aset dan pengembangan Ekonomi Desa. Kedua, membangun harmoni dan sinergi anar pemerintah daerah dan pemerintah desa, baik dalam hal kebijakan maupun pendampingan, seperti harmoni perencanaan dalam RPJM Daerah dan RPJM Desa terkait pengembangan ekonomi dalam satu kawasan. (Sumber: Kemendesa)