Pilkada 2017: Memilih Pemimpin yang Pro Desa

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahap kedua dijadwalkan akan diselenggarakan pada 15 Februari 2017 mendatang. Setelah itu, dilanjutkan dengan Pilkada serentak tahap ketiga yang akan dilaksanakan pada Juni 2018 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2018 dan 2019.

Ilustrasi/Era Muslim

Selanjutnya, pilkada serentak tahap keempat akan dilaksanakan pada 2020 buat kepala daerah output pemilihan Desember 2015. Pilkada serentak termin kelima akan dilaksanakan dalam 2022 buat ketua daerah output pemilihan dalam Februari 2017. Pilkada serentak termin keenam akan dilaksanakan dalam 2023 untuk ketua daerah output pemilihan 2018.

Kemudian, Pilkada serentak secara nasional akan dilaksanakan dalam tahun 2027 di seluruh provinsi, kabupaten, & kota di Inonesia buat seterusnya dilakukan pulang tiap lima tahun sekali.

Total daerah yang akan menyelenggarakan pesta demokrasi, Pilkada tahap kedua 2017 tercatat sebanyak 102 daerah, yaitu 94 kabupaten/kota dan 8 provinsi, seperti dikutip situs KPU (Komisi Pemilihan Umum) Indonesia.

Memilih Kepala Daerah Pro Desa

Implementasi UU Desa membutuhkan sinergis dari semua komponen dan elemen bangsa.Hasil kajian tahun 2015, sedikitnya ada enam tantangan besar dalam implementasi UU Desa kedepan.

Diantaranya, yaitu masih adanya fragmentasi penafsiran UU Desa di tingkat elit yang berimplikasi pada proses implementasi dan pencapaian mandat yang tidak utuh, bahkan mengarah pada pembelokan terhadap semangat dan mandat UU Desa. UU Desa belum diimplementasikan secara utuh, masih sepenggal sepenggal.

Kemudian, aplikasi demokratisasi pada Desa masih menghadapi hambatan dalam prakteknya disebabkan serba administratif. Aparatur Pemda cenderung melakukan tindakan kepatuhan berdasarkan ?Pusat? Buat mengendalikan Pemerintah Desa, termasuk pada hal penggunaan Dana Desa. Padahal UU Desa sudah mengakui wewenang yg dimiliki sang Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan warga berdasarkan hak dari-usul, istiadat adat, dan nilai sosial budaya secara demokratis & partisipatif.

Pada sisi lain, kasus dominasi rakyat atas tanah dan asal daya alam belum terintegrasi & sebagai basis berdasarkan proses pembangunan dan pemberdayaan Desa. Masalah-masalah struktural misalnya perseteruan agraria, kepastian Hak Desa atas wilayahnya & kedaulatan dalam mengatur ruang Desa belum tercermin pada kebijakan pembangunan & pemberdayaan Desa.

Kenyataan lain yang belum terjawab hingga ketika ini, tata ruang tempat perdesaan yg wajib tunduk menggunakan rapikan ruang Pemerintah Daerah cenderung nir sebangun dengan Aspirasi Desa-Desa & Rakyat Desa.

Pembangunan Desa skala lokal terkendala dengan pola kebijakan Tata Ruang Perdesaan yg berpola ?Top-down?. Sehingga mengakibatkan Desa kehilangan akses asal daya dampak kebijakan rapikan ruang yang belum mengakomodir Aspirasi Desa.

Atas kompleksitas perkara & tantangan tadi diatas, mengharuskan kita seluruh segera berbenah diri dan merogoh tindakan konkrit buat menyelesaikannya. Agar cita-cita membuahkan desa yg kuat, berdikari, demokratis & sejahtera berwujud di pelosok Nusantara.

Mengingat kedudukan Desa berada dibawah kabupaten/kota. Oleh karena itu, wilayah membutuhkan pemimpin-pemimpin yang cerdas, kuat, dan berani menerapkan UU Desa pada daerahnya.

Untuk Desa yg bertenaga, berdikari, demokratis & sejahtera. "Pada Pilkada 2017 nanti, seluruh rakyat Desa wajib berani menentukan calon Kepala Daerah yg memiliki Visi dan Misi Pro Desa".

"Karena Rakyat di Desa membutuhkan pemimpin yang dapat menyelesaikan kasus, bukan membuat wilayah tambah masalah".[*]

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2