Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Tanggal 08 Juni 2018 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

Susunan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018  Tanggal 08 Juni 201 8 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu terdiri dari :

·       Pasal dua

·       Pasal tiga

·       Pasal 4

·       Pasal lima

·       Pasal 6

·       Pasal 7

·       Pasal 8

·       Pasal 9

·       Pasal 10

·       Pasal 11

·       Pasal 12

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018  Tanggal 08 Juni 201 8 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu selengkapnya sebagai berikut :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2018

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.

Bahwa buat mendorong rakyat berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, menggunakan memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak yang mempunyai aliran bruto tertentu buat jangka saat tertentu, perlu membarui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

b.

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a & buat melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (dua) alfabet e & Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu tetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan menurut Usaha yg Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

Mengingat :

1.

Pasal lima ayat (dua) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana sudah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yg dimaksud dengan:

1.

Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir menggunakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai Pajak Penghasilan.

2.

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun kitab yang nir sama menggunakan tahun kalender.

Tiga.

Pemotong atau Pemungut Pajak merupakan Wajib Pajak yang dikenai kewajiban buat melakukan pemotongan &/atau pemungutan pajak sinkron dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan.

Pasal dua

(1)

Atas penghasilan berdasarkan usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada negeri yg memiliki aliran bruto eksklusif, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu

(dua)

Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebesar 0,lima% (nol koma lima %).

(tiga)

Tidak termasuk penghasilan dari usaha yg dikenai Pajak Penghasilan yg bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:

a.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi menurut jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;

b.

Penghasilan yg diterima atau diperoleh pada luar negeri yg pajaknya terutang atau sudah dibayar di luar negeri;

c.

Penghasilan yang sudah dikenai Pajak Penghasilan yg bersifat final menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan

d.

Penghasilan yg dikecualikan sebagai objek pajak.

(4)

Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (tiga) alfabet a mencakup:

a.

Energi pakar yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri berdasarkan advokat, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, & aktuaris;

b.

Pemain musik, pembawa program, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, pengarah adegan, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, & penari;

c.

Olahragawan;

d.

Penasihat, guru, instruktur, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e.

Pengarang, peneliti, & penerjemah;

f.

Agen iklan;

g.

Pengawas atau pengelola proyek;

h.

Mediator;

i.

Petugas penjaja barang dagangan;

j.

Agen asuransi;

k.

Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung & kegiatan homogen lainnya.

Pasal tiga

(1)

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (1) merupakan:

a.

Wajib Pajak orang langsung; dan

b.

Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas,

yg menerima atau memperoleh penghasilan dengan sirkulasi bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

(dua)

Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada hal:

a.

Wajib Pajak menentukan buat dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) alfabet a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan;

b.

Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (4);

c.

Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:

1.

Pasal tiga1A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan pada Tahun Berjalan bersama perubahan atau penggantinya; &

d.

Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.

(tiga)

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (dua) alfabet a, wajib membicarakan pemberitahuan pada Direktur Jenderal Pajak.

(4)

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (tiga), untuk Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (tiga) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 4

(1)

Besarnya peredaran bruto eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal tiga ayat (1) adalah jumlah aliran bruto pada 1 (satu) tahun menurut Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan, yg dipengaruhi dari holistik aliran bruto dari bisnis, termasuk sirkulasi bruto menurut cabang.

(dua)

Dalam hal Wajib Pajak orang langsung merupakan suami-isteri yg:

a.

Menghendaki perjanjian pemisahan harta & penghasilan secara tertulis; atau

b.

Isterinya menghendaki memilih buat menjalankan hak & kewajiban perpajakannya sendiri,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (dua) huruf b dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan isteri.

Pasal lima

(1)

Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (1) yaitu paling lama:

a.

7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;

b.

4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, komplotan komanditer, atau firma; &

c.

3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.

(dua)

Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung semenjak:

a.

Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar semenjak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau

b.

Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yg sudah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 6

(1)

Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (1) setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final.

(dua)

Peredaran bruto yg dijadikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari bisnis, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, &/atau potongan homogen.

(tiga)

Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (dua) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 7

(1)

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal tiga ayat (1) yang peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjalan telah melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan dari usaha tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (dua) sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan.

(dua)

Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (1) yang diterima atau diperoleh pada Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 8

(1)

Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (tiga) dilunasi dengan cara:

a.

Disetor sendiri sang Wajib Pajak yg mempunyai peredaran bruto tertentu; atau

b.

Dipotong atau dipungut sang Pemotong atau Pemungut Pajak pada hal Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk menjadi Pemotong atau Pemungut Pajak.

(dua)

Penyetoran sendiri Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dilakukan setiap bulan.

(tiga)

Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak buat setiap transaksi dengan Wajib Pajak yg dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (dua) dan tata cara pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (tiga) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 9

(1)

Dalam hal Wajib Pajak yg dikenai Pajak Penghasilan menurut Peraturan Pemerintah ini bertransaksi menggunakan Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) alfabet b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan surat fakta kepada Direktur Jenderal Pajak.

(dua)

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat kabar bahwa Wajib Pajak bersangkutan dikenai Pajak Penghasilan dari Peraturan Pemerintah ini, berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(tiga)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (dua) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 10

Pada ketika Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, bagi Wajib Pajak yg semenjak awal Tahun Pajak 2018 hingga menggunakan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku memenuhi syarat buat menjalankan kewajiban perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yg Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, namun tidak memenuhi ketentuan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan final menurut Peraturan Pemerintah ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1.

untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (1) yang diterima atau diperoleh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 1% (satu persen) dari peredaran bruto setiap bulan;

2.

untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (1) yang diterima atau diperoleh sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 0,5% (nol koma lima persen) dari peredaran bruto setiap bulan; dan

Tiga.

untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat (1) yang diterima atau diperoleh mulai Tahun Pajak 2019, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 11

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 mengenai Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5424), dicabut & dinyatakan nir berlaku.

Pasal 12

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya pada Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juni 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juni 2018

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 89

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 23 TAHUN 2018

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA

ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI

PEREDARAN BRUTO TERTENTU

I

Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (dua) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Undang-Undang Pajak Penghasilan), telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013), yang mengatur pengenaan Pajak Penghasilan final bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto usaha sampai jumlah tertentu.

Dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, buat memberikan kemudahan & kesederhanaan pada Wajib Pajak pada melaksanakan kewajiban perpajakannya, atas penghasilan berdasarkan usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yg memiliki sirkulasi bruto tertentu dikenai Pajak Penghasilan yg bersifat final dengan jangka ketika eksklusif.

Pemberlakuan jangka waktu tertentu dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi Wajib Pajak buat dapat menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai Pajak Penghasilan menggunakan rezim umum.

Lebih lanjut, buat mendorong rakyat buat berperan dan dalam kegiatan ekonomi formal, Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan tentang penyesuaian tarif Pajak Penghasilan final.

Untuk lebih menaruh keadilan kepada Wajib Pajak yang mempunyai peredaran bruto eksklusif yg telah mampu melakukan pembukuan, dalam Peraturan Pemerintah ini Wajib Pajak bisa memilih buat dikenai Pajak Penghasilan dari tarif Pasal 17 ayat (1) alfabet a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Untuk menyempurnakan ketentuan Pajak Penghasilan final atas penghasilan dari Wajib Pajak yg memiliki sirkulasi bruto tertentu, maka dipandang perlu buat mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu menggunakan Peraturan Pemerintah ini.

II

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup kentara.

Pasal dua

Ayat (1)

Cukup kentara.

Ayat (dua)

Cukup kentara.

Ayat (tiga)

Cukup kentara.

Ayat (4)

Contoh:

Tuan A memiliki keahlian sebagai pemain piano. Dalam hal Tuan A mengajar piano buat & atas namanya sendiri buat memperoleh penghasilan yg nir terikat oleh suatu hubungan kerja, maka Tuan A menyerahkan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Penghasilan Tuan A berdasarkan mengajar piano dikecualikan menurut penghasilan usaha yg dikenai Pajak Penghasilan yg bersifat final menurut Peraturan Pemerintah ini. Tetapi demikian, dalam hal Tuan A mempunyai usaha kursus piano dan mempekerjakan orang lain, maka penghasilan dari usaha tersebut bukan adalah penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.

Pasal tiga

Ayat (1)

Persekutuan komanditer diklaim dengan kata asing commanditaire vennootschap.

Ayat (dua)

Huruf a

Wajib Pajak yang berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dikenai Pajak Penghasilan final, dapat memilih buat tidak dikenai Pajak Penghasilan dari Peraturan Pemerintah ini. Selanjutnya Wajib Pajak tersebut dikenai Pajak Penghasilan atas penghasilan kena pajak nya menurut tarif:

a. Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan buat Wajib Pajak orang eksklusif; atau

b. Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak badan.

Huruf b

Contoh:

Tuan C seseorang konsultan pajak & bersama Tuan D sesama konsultan pajak membangun Firma CD & Rekan. Firma tadi menjalankan usaha memberikan jasa konsultan pajak. Mengingat jasa yg diberikan sang firma tadi sama menggunakan jasa yg diberikan Tuan C dan Tuan D sehubungan menggunakan pekerjaan bebas berupa jasa konsultan pajak, maka firma tadi nir termasuk Wajib Pajak badan berbentuk firma yg dikenai Pajak Penghasilan yg bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Huruf c

Cukup kentara.

Huruf d

Cukup kentara.

Ayat (tiga)

Cukup kentara.

Ayat (4)

Cukup kentara.

Ayat (lima)

Cukup kentara.

Pasal 4

Ayat (1)

Contoh 1:

Tuan B seorang arsitek & memiliki bisnis toko bahan bangunan. Pada Tahun Pajak 2020, Tuan B memperoleh aliran bruto menurut menaruh jasa arsitek atas nama diri sendiri sebanyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) & dari toko bahan bangunan memperoleh sirkulasi bruto sebanyak Rp l.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Penentuan batasan peredaran bruto nir melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dihitung hanya atas sirkulasi bruto dari usaha toko bahan bangunan.

Lantaran batasan sirkulasi bruto yang diterima oleh Tuan B dari usaha toko bahan bangunan tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan berdasarkan usaha toko bahan bangunan dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Sedangkan penghasilan berdasarkan kegiatan arsitek dikenai Pajak Penghasilan menurut tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Contoh dua:

Tuan S seorang dokter dan memiliki usaha apotek. Pada Tahun Pajak 2020, Tuan S memperoleh peredaran bruto dari memberikan jasa dokter atas nama diri sendiri sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan dari usaha apotek memperoleh peredaran bruto sebesar Rp Tiga.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Meskipun jumlah peredaran bruto Tuan S sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), penentuan batasan peredaran bruto hanya berdasarkan peredaran bruto dari usaha apotek.

Lantaran batasan peredaran bruto yg diterima sang Tuan S berdasarkan usaha apotek nir melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan berdasarkan bisnis apotek dikenai Pajak Penghasilan final menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Sedangkan penghasilan berdasarkan jasa dokter dikenai Pajak Penghasilan menurut tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Contoh 3:

Tuan X merupakan pedagang tekstil yg mempunyai tempat kegiatan usaha pada beberapa pasar pada wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian aliran usaha pada tahun 2019 merupakan sebagai berikut:

a. Pasar A sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

b. Pasar B sebanyak Rp dua.000.000.000,00 (2 miliar rupiah);

c. Pasar C sebanyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

Dengan demikian, Tuan X dalam tahun 2020 tidak bisa dikenai Pajak Penghasilan final, karena peredaran bruto usaha Tuan X berdasarkan seluruh tempat bisnis dalam tahun 2019 melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Ayat (dua)

Contoh:

Tuan G & Nyonya H merupakan sepasang suami isteri yg menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis. Pada Tahun Pajak 2019, Tuan G mempunyai bisnis toko kelontong dengan peredaran bruto Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) & Nyonya H mempunyai bisnis salon menggunakan peredaran bruto Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Meskipun aliran bruto masing-masing kurang menurut Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), akan tetapi karena jumlah sirkulasi bruto dari bisnis Tuan G ditambah sirkulasi bruto dari usaha Nyonya H pada Tahun Pajak 2019 adalah Rp 5.000.000.000,00 (5 miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha Tuan G & Nyonya H tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal lima

Contoh 1:

Tuan L mempunyai bisnis kedai kopi & sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tanggal 16 Oktober 2018. Tuan L dikenai Pajak Penghasilan final sesuai menggunakan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Peredaran bruto yang diperoleh Tuan L dari usahanya:

a.

Tahun 2018 : Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

b.

Tahun 2019 : Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

c.

Tahun 2020 : Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah);

d.

Tahun 2021 : Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

e.

Tahun 2022 : Rp 1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah);

f.

Tahun 2023 : Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar 5 ratus juta rupiah);

g.

Tahun 2024 : Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).

Tuan L bisa dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini pada jangka saat 7 (tujuh) Tahun Pajak, yaitu semenjak Wajib Pajak terdaftar hingga dengan Tahun Pajak 2024. Untuk Tahun Pajak 2025 dan Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Contoh dua:

Persekutuan Komanditer (CV) JK mempunyai usaha penjualan gerabah dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada tanggal 4 Agustus 2016.

Peredaran bruto yang diperoleh CV JK:

a.

Tahun 2018: Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

b.

Tahun 2019: Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

c.

Tahun 2020: Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar 5 ratus juta rupiah);

d.

Tahun 2021: Rp Tiga.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

CV JK dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak, yaitu sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan Tahun Pajak 2021. Untuk Tahun Pajak 2022 dan Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Contoh 3:

PT ABC mempunyai usaha bengkel kendaraan beroda empat dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada lepas 24 Januari 2019.

Peredaran bruto yg diperoleh PT ABC:

a.

Tahun 2019 : Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

b.

Tahun 2020 : Rp 200.000.000,00 (2 ratus juta rupiah);

c.

Tahun 2021 : Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);

d.

Tahun 2022 : Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

PT ABC dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu 3 (tiga) Tahun Pajak, yaitu sejak Tahun Pajak 2019 sampai dengan Tahun Pajak 2021. Untuk Tahun Pajak 2022 dan Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 6

Cukup kentara.

Pasal 7

Contoh:

Tuan I memiliki usaha restoran dan dikenai Pajak Penghasilan final sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini semenjak Tahun Pajak 2019, karena peredaran bruto Tuan I pada tahun 2018 kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pada bulan Agustus tahun 2019, peredaran bruto Tuan I sudah mencapai Rp lima.000.000.000,00 (5 miliar rupiah).

Meskipun peredaran bruto Tuan I telah melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), Tuan I tetap dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final menggunakan tarif 0,lima% (nol koma lima %) sampai menggunakan akhir Tahun Pajak 2019.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan I dalam Tahun Pajak 2020 & seterusnya, dikenai Pajak Penghasilan menggunakan ketentuan umum dari tarif Pasal 17 ayat (1) alfabet a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 8

Contoh:

Tuan R memiliki bisnis toko elektronika dan memenuhi ketentuan buat dapat dikenakan Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pada bulan September 2019, Tuan R memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektro menggunakan peredaran bruto sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah). Dari jumlah tersebut, penjualan dengan aliran bruto sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dilakukan dalam tanggal 17 September 2019 kepada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang adalah Pemotong atau Pemungut Pajak, sisanya sebanyak Rp20.000.000,00 (2 puluh juta rupiah) diperoleh menurut penjualan pada pembeli orang langsung yg eksklusif datang ke toko miliknya. Tuan R memiliki surat liputan Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan yg bersifat final dari ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pajak Penghasilan yg bersifat final yg terutang buat bulan September 2019 dihitung menjadi berikut:

a.

Pajak Penghasilan yg bersifat final yang dipotong sang Dinas Perhubungan DKI Jakarta:

= 0,5% x Rp 60.000.000,00

= Rp 300.000,00

b.

Pajak Penghasilan yang bersifat final yang disetor sendiri:

= 0,5% x Rp 20.000.000,00

= Rp 100.000,00

Pasal 9

Cukup kentara.

Pasal 10

Contoh:

Firma Alaihi Salam melakukan kegiatan bisnis jasa konsultan hukum yang dibentuk oleh Tuan A & Tuan S, yang berprofesi menjadi konsultan hukum. Firma AS terdaftar sebagai Wajib Pajak dari tahun 2017. Firma AS memakai pembukuan dari tahun kalender.

Peredaran bruto yg diperoleh Firma Alaihi Salam:

a.

Tahun 2017: Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

b.

Tahun 2018: Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);

c.

Tahun 2019: Rp 2.000.000.000,00 (2 miliar rupiah).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Firma AS pada Tahun Pajak 2018 memenuhi syarat dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut. Namun demikian Firma AS tidak memenuhi ketentuan untuk dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Pasal tiga ayat (dua) huruf b Peraturan Pemerintah ini, meskipun peredaran bruto Firma AS tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Untuk Tahun Pajak 2018 Firma Alaihi Salam memenuhi kewajiban Pajak Penghasilannya menjadi berikut:

1.

Pada bulan Januari 2018 sampai menggunakan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, Firma AS dikenai Pajak Penghasilan final menggunakan tarif 1% (satu persen) dari ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013;

2.

Sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku hingga menggunakan bulan Desember 2018, Firma Alaihi Salam dikenai Pajak Penghasilan final dengan tarif 0,5% (nol koma 5 persen) dari ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Untuk Tahun Pajak 2019 dan seterusnya, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Firma AS dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal tiga1E Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 11

Cukup kentara.

Pasal 12

Cukup kentara.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6214

Status Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018  Tanggal 08 Juni 2018 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu adalah sebagai berikut :

Peraturan Yang Perlu Diketahui :

  1. Peraturan Pajak Tentang PPh Pasal 4 ayat 2
  2. Peraturan Pajak Tahun 2018.

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2