Desa, Pemda, dan Swasta

Penandatangan ratusan naskah kesepahaman (MoU) segitiga antara kementerian, Pemerintah Daerah, dan partikelir menandai Jakarta Food Security Summit pada 8-9 Maret 2018. Ini ikhtiar Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal & Transmigrasi (PDTT) guna melambungkan kemakmuran masyarakat melalui kerja sama antardesa menggunakan korporasi pertanian.

Kuantum kebijakan memang dibutuhkan demi menggerakkan ekonomi desa. Sebab, meski diguyur dana desa Rp 127 triliun sepanjang 2015-2017, pendapatan warga tak berkecimpung berdasarkan kisaran Rp 710.000/kapita/bulan. Persentase kemiskinan perdesaanpun bergeming pada 14 persen.

Titik terperinci timbul dari 40 % golongan menengah perdesaan. Selama periode itu proporsi pengeluaran mereka naik dua,51 persen. Artinya, merekalah yang sebagai penggerak produksi & konsumsi desa waktu ini. Dukungan korporasi meluaskan peluang bisnis dari dalam desa, sembari menambah ruang profit swasta melalui partisipasi memakmurkan desa.

Persoalannya, walaupun kerja sama desa dan swasta menerima legitimasi UU No 6/2014 mengenai Desa Pasal 93, implementasinya selama ini terjegal lontaran pemikiran sepihak. Baru-baru ini, pemerintah mewacanakan penghapusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yg dirancang saban enam tahun & Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) yang tersusun tahunan.

Baca: Menjawab Kekhawatiran Dana Desa.

Alasannya, dari Permendagri No 114/2014 kolaborasi menggunakan partikelir wajib tercantum terlebih dulu pada kedua dokumen, sehingga merusak investasi desa. Sebaliknya, pihak di luar pemerintah menyangsikan niat tidak baik swasta sekadar menggangsir surplus dari desa.

Memahami Prukades

Kedua sisi pemikiran sebenarnya mengandung celah yg dapat dipadukan. Lampiran UU Desa menyintesiskan kaidah pembangunan desa menurut atas dan desa menciptakan dari bawah. Paham bibit unggul desa ini membuka kiprah pemerintah guna merekognisi desa, bersamaan penguatan wewenang desa berasas subsidiaritas (Pasal 3).

Asas rekognisi sudah diimplementasikan berujud peresmian kode daerah menjadi pangkal pencairan dana desa. Kini, Program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) meluaskan ranahnya ke luar dana desa, yaitu menghubungkan partikelir ke sekelompok desa yang bekerja sama pada satu kabupaten.

Pemerintah daerah bertemu menggunakan pihak partikelir buat menjalin kerja sama pada program Prukades pada Jakarta, Jumat (dua/tiga). Prukades bisa menjadi sarana buat menaikkan kesejahteraan warga desa.

Guna menghentikan prasangka & menjahit kepercayaan antarpihak, entitas krusial Prukades ialah kemitraan bupati, ketua desa, dan pimpinan perusahaan. Kesigapan bupati menjamin pupusnya rente usaha, sekaligus membabat kasus lapangan yg lazim timbul di tengah kemitraan bisnis.

Kesediaan pengusaha menyusun perikatan menggunakan desa memastikan nilai tambah komoditas pertanian terbagi adil antarpihak. Apalagi, partikelir bisa menyediakan benih, penyuluh perusahaan, pabrik pengolah hasil, & mendapat produk akhir (offtaker).

Kerja sama antardesa mengejawantahkan asas subsidiaritas, sehingga koersi dengan memaksa ketua desa haram dijalankan. Upaya halal ialah mengajak kepala desa mengalkulasi perbandingan manfaat dan impak kerja sama. Sepanjang 2017 alokasi buat permodalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) homogen-homogen Rp 53 juta/desa.

Apabila dijalankan 3 pengurus menggunakan honor Rp 1.250.000/orang/bulan, ditambah porto tetap Rp 250.000/bulan, maka dana untuk usaha tinggal hanya tersisa Rp lima juta/tahun. Artinya, tidak hemat bagi BUMDes buat berusaha sendiri-sendiri di tiap desa.

Peternak di Desa Selorejo, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tengah memungut telur menurut rak. Dua bulan jelang puasa, permintaan telur tengah indolen.

Padahal, menggunakan jumlah desa tiap kabupaten rata-rata 160, pembentukan BUMDes Bersama sanggup mengakumulasi dana segar Rp 8,lima miliar. Ini kapital kerja yang besar , tanpa bunga, bisa tersedia saban tahun. Sehingga, BUMDes Bersama mampu menggaji tiga pengurus secara layak, sembari berbisnis dalam skala ekonomi optimal.

Baca: Angka Kemiskinan Satu Digit.

Kerja sama desa dalam perekonomian secara alamiah terjalin berabad-abad kemudian. Lima hari pasaran Jawa mengekor pola perpindahan pasar pada tiap 5 desa: satu desa sentra (krajan) dan empat desa pinggiran sinkron penjuru angin. Pola itu direkayasa menjadi pembangunan tempat perdesaan semenjak 1970-an. Sayang, tempat sulit berkembang, lantaran hasil panen terlunta-lunta di belantara tengkulak.

Maka, Prukades membalik prosesnya, menggunakan menemukan korporasi pertanian terlebih dahulu. Setelah partikelir mengikat janji buat menerima produk (offtaker), barulah proses pembentukan kawasan dimulai.

Berbasis asas rekognisi, pemerintah wajib menjaga hak kepemilikan lahan warga dan hak pemerintah desa atas asetnya. Contohnya, investasi partikelir Rp 1,7 triliun di Sumba Timur tidak membarui sertifikat tanah. Justru, BUMDes Bersama menggalang hasrat kerja petani & sebagai wakil desa kala berkomunikasi usaha. Ketua BUMDes Bersama berwenang tetapkan aspek strategis dalam usaha di daerah Prukades.

Birokrasi pemerintah perlu membuka mata adanya praktik baik & mengubah orientasi kinerja dalam manfaat kesejahteraan warga . Ini menjadi patokan baru penyusunan kebijakan, pencegahan penyuapan dan rente birokrasi, sekaligus menjaga arus manfaat yang adil bagi masyarakat.

Baca: Konsep Desa Mandiri.

Hampir seluruh Prukades menghasilkan flora semusim, sehingga keberhasilannya segera teruji dalam Agustus-September 2018 waktu Badan Pusat Statistik menggelar survei penyusun kabar partisipasi kerja & pengukur kemakmuran warga .

Oleh: Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan IPB

Sumber: Kompas.Com

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2