Asal Usul Penduduk Indonesia
Asal usul penduduk Indonesia yang asli sebagaimana dikemukakan Paul dan Fritz Sarasin (Basri, 2011) adalah suatu ras yang berkulit gelap dan bertubuh kecil. Awalnya, ras ini mendiami Asia Bagian Tenggara yang saat itu masih bersatu sebagai daratan pada zaman es atau periode glasial. Namun, setelah periode es berakhir dan es mencair, maka dataran tersebut kemudian terpisah oleh lautan yang hingga saat ini dikenal dengan nama laut China Selatan dan laut Jawa.
Akibatnya, daratan yang sebelumnya bersatu terpisah menjadi daratan utama Asia dan Kepulauan Indonesia. Penduduk asli tinggal di daerah pedalaman dan penduduk pendatang tinggal di wilayah pesisir. Keturunan dari ras yang mendiami Asia bagian tenggara tadi dikenal sebagai orang-orang Vedda yang dikelompokkan sebagai “negrito atau negroid”. Ciri fisik mereka hampir sama dengan penduduk asli Australia (Aborigin), sehingga ahli Antropologi Indonesia, Koentjaraningrat menamakan orang Vedda sebagai Austro-Melanosoid.
Selanjutnya orang Vedda menyebar ke timur dan mendiami wilayah Sulawesi Selatan,Papua, Kai, Seram, Timor Barat, Flores Barat, hingga ke Kepulauan Melanesia. Walaupun umumnya ke timur, tapi sebagian ada juga yang menyebar ke barat dan menghuni Pulau Sumatra. Orang Vedda yang ada di Sumatera mengembangkan kapak genggam dan mereka suka memakan kerang-kerangan. Ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil kulit kerang di dekat Langsa (Aceh), Sumatra Utara, Pahang, Kedah dan Perak di Malaysia.
Selain itu kapak genggam ditemukan pula di gua-gua yang ada di Pulau Jawa. Beberapa gua di Jawa yang menyimpan bukti penggunaan kapak genggam adalah gua Petruruh (Tulungagung), Gua Sodong (Besuki). Gua Sampung (Ponorogo). Bahkan ditemukan pula hingga Vietnam Utara, sehingga Koentjaraningrat berpendapat bahwa telah terjadi perpindahan Austro Melanosoid dari wilayah timur ke wilayah barat Nusantara, dari Jawa ke Sumatra, Semenanjung Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Dalam perkembangan tentang asal usul penduduk Indonesia, ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebelum bangsa Vedda mendiami wilayah Nusantara, terdapat orang-orang asli yang lebih dulu tinggal seperti orang kubu di Sumatra dan orang Toala di Sulawesi. Karena itu, orang Vedda sendiri dianggap pendatang atau imigran pertama yang datang ke pulau-pulau di Nusantara yang sudah berpenghuni.
Setelah kedatangan orang Vedda ke Nusantara, kemudian disusul oleh kedatangan dua gelombang besar manusia yang dikenal sebagai Proto Melayu dan Deutero Melayu. Proto Melayu dianggap sebagai kelompok melayu Polinesia yang bermigrasi dari wilayah Cina Selatan (sekarang menjadi Provinsi Yunan) melewati Indochina dan Siam kemudian masuk ke pulau-pulau di Nusantara. Peristiwa tersebut terjadi sekitar 3000 tahun sebelum masehi (SM). Saat ini Proto Melayu dianggap mencakup Gayo dan Alas di Sumatra Utara dan Toraja di Sulawesi.
Proto-Melayu bermigrasi ke wilayah Nusantara melalui dua jalur yaitu jalur barat dan timur. Jalur barat dilalui oleh mereka yang berasal dari Yunan (Cina Bagian Selatan). Mereka bermigrasi lewat jalur darat degan rute atau jalur sebagai berikut:
Pertama masuk ke Indochina, kemudian masuk ke Siam, Semenanjung Melayu, Sumatra dan akhirnya menyebar ke seluruh Nusantara. Peristiwa rersebut ditaksir sekitar 11.000 – 2.000 SM. Sebagian Proto Melayu mengambil jalur timur dan berasal dari Kepulauan Ryukyu Jepang. Dari sana mereka mengarungi lautan menuju Taiwan, Filipina, Sangir, dan Masuk ke Sulawesi Selatan. Bukti dari perpindahan tersebut adalah adanya suku Toala Proto-Melayu. Bangsa Proto-Melayu membawa perkakas dari batu berupa kapak persegi dan kapak lonjong. Kapak persegi dibawa oleh Bangsa Proto-Melayu yang pindah melalui jalur barat, sedangkan kapak lonjong oleh bangsa Proto-Melayu yang pindah melalui jalur timur.
Gelombang kedatangan berikutnya ke wilayah Nusantara adalah Deutero Melayu yang berasal dari Indochina bagian utara. Kedatangan Deutero-Melayu mendesak keberadaan Proto-Melayu ke arah pedalaman sekitar tahun 300 – 200 SM.
Mereka memperkenalkan perkakas dan senjata yang terbuat dari besi atau logam. Mereka telah melakukan kegiatan bercocok tanam dan menggunakan perahu bercadik. Padi yang banyak ditanam di Indonesia saat ini juga dibawa oleh Deutero-Melayu dari wilayah Assam Utara atau Birma Utara. Dari sana padi dibawa melalui jalur lembah Sungai Yang-tze di wilayah Cina Selatan, terus ke selatan sampai di Jawa.
Bangsa Deutero-Melayu mengembangkan peradaban dan kebudayaan yang lebih maju. Sehingga mereka berkembang menjadi suku-suku yang ada sampai saat ini seperti Melayu, Minang, Jawa, Bugis, dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, Proto-Melayu dan Deutero Melayu berbaur, sehingga sulit dibedakan. Diperkirakan Gayo dan Alas di Sumatra serta Toraja di Sulawesi mewakili Proto-Melayu. Selain ketiga suku tersebut (kecuali Papua) dimasukkan ke dalam kategori Deutero-Melayu. Walaupun demikian, nenek moyang bangsa Indonesia dapat dikatakan serumpun yaitu keturunan dari penduduk asli dan dua gelombang migrasi dari utara.
Kesamaan rumpun kategori ras-ras yang mendiami kepulauan Nusantara juga dapat dibuktikan melalui kajian linguistik. Sekitar 170 bahasa yang dipakai di kepulauan Nusantara termasuk kelompok Austronesia dengan sub linguistik Melayu-Polinesia. Sub Melayu-Polinesia ini kemudian terbagi lagi menjadi 2 kelompok yakni:
- Kelompok pertama terdiri atas bahasa yang berkembang di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi;
- Kelompok kedua terdiri atas bahasa yang berkembang di Batak, Melayu standar, Jawa dan Bali. Bahasa kelompok kedua ini muncul cukup lama setelah kelompok yang pertama.
Namun demikian ada fakta terbaru yang menyatakan bahwa secara umum menunjukkan semua gen yang ada pada manusia sekarang ternyata berasal dari Afrika, sebagaimana penjelasan Prof. Sangkot Marzuki dari lembaga Eijkman yang mengatakan bahwa "Semua yang hidup sekarang setelah dites DNA-nya ternyata merujuk pada persamaan DNA orang Afrika"
Bahan bacaan:
- Nusantara. Bernard H.M.Vlekke. Kepustakaan Populer Gramedia. 2008.
- Ringkasan Sedjarah Nasional. R.Soekandar. Buddhi. 1956.
- Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Kelas VII. Kemendikbud. Jakarta. 2014