PER-43/PJ/2011 Tanggal 28 Desember 2011 Tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri Dan Subjek Pajak Luar Negeri
PER-43/PJ/2011 Tanggal 28 Desember 2011 Tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri Dan Subjek Pajak Luar Negeri mengatur tentang :
- Pasal 1 Tentang Pengertian Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, dan pengertian Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda .
- Pasal 2 Tentang Siapa yang termasuk dalam kategori subjek pajak.
- Pasal 3 Tentang Pengertian dan siapa yang termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri.
- Pasal 4 Tentang Pengertian dan siapa yang termasuk Subjek Pajak Luar Negeri.
- Pasal 5 dan Pasal 6 Tentang Pengertian dan siapa yang termasuk Bentuk Usaha Tetap.
- Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal , Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 Tentang Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia.
- Pasal 14 dan Pasal 15 Tentang Subjek Pajak Badan yang didirikan di Indonesia.
- Pasal 16 Tentang Pengertian Tentang Tempat kedudukan manajemen bagi Subjek pajak luar negeri yang menjalankan kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- Pasal 17 Tentang Saat dimulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
- Pasal 18 Tentang Hubungan antara Subjek Pajak dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
- Pasal 19 Tentang Saat berlakunya PER-43/PJ/2011.
Peraturan Yang Perlu Diketahui :
- P ER-43/PJ/2011 Tanggal 28 Desember 2011 Tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri Dan Subjek Pajak Luar Negerimulai berlaku sejak Tanggal 28 Desember 2011 .
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
- Peraturan Seluruh Jenis Pajak.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER-43/PJ/2011
TENTANG
PENENTUAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum pada penentuan status subjek pajak pada negeri dan subjek pajak luar negeri, serta buat melaksanakan ketentuan Pasal 1, Pasal 2, & Pasal 2A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu memutuskan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri & Subjek Pajak Luar Negeri;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENENTUAN SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI DAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
(1) | Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. |
(2) | Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau jurisdiksi mitra untuk mencegah terjadi pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak. |
Pasal 2
(1) | Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap. |
(2) | Subjek Pajak dapat dibedakan atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPh. |
Pasal 3
(1) | Subjek pajak dalam negeri adalah:
| ||||||||||||
(2) | Orang pribadi atau badan yang tidak memenuhi kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subjek pajak luar negeri. | ||||||||||||
(3) | Orang pribadi yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. | ||||||||||||
(4) | Badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan menerima penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. |
Pasal 4
(1) | Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia: a. yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; atau b. yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(2) | Pengertian "yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia" sebagaimana terdapat pada ayat (1) huruf b meliputi pula yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. |
Pasal lima
(1) | Subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(2) | Bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tempat usaha yang bersifat permanen yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri, orang pribadi atau badan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) untuk menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia. |
Pasal 6
(1) | Pemenuhan kewajiban perpajakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal lima ayat (1) dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri. |
(2) | Pemenuhan kewajiban perpajakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
Pasal 7
(1) | Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 1) adalah orang pribadi yang:
| ||||||||||
(2) | Tempat tinggal orang pribadi sbagaimana dimaksud pada ayat (1): a. dapat ditempati sendiri oleh orang pribadi atau bersama-sama dengan keluarganya, yang dapat dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakannya; dan b. berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya. | ||||||||||
(3) | Orang pribadi dianggap mempunyai tempat berdiam (permanent dwelling place) di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dalam hal orang pribadi mempunyai tempat di Indonesia yang dipakai untuk kediaman, yang bersifat tidak sementara dan bukan sebagai persinggahan. | ||||||||||
(4) | Orang pribadi dianggap mempunyai tempat melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaannya (ordinary course of life) di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2) dalam hal orang pribadi mempunyai tempat di Indonesia yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari terkait dengan urusan ekonomi, keuangan atau sosial pribadinya, antara lain turut serta dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, turut serta dalam kegiatan, keanggotaan, atau kepengurusan suatu organisasi, kelompok atau perkumpulan di Indonesia. | ||||||||||
(5) | Orang pribadi dianggap mempunyai tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode) di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dalam hal orang pribadi mempunyai tempat di Indonesia yang digunakan untuk melakukan kebiasaan atau kegiatan, baik yang bersifat rutin, sering ataupun tidak, antara lain melakukan aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi. |
Pasal 8
(1) | Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) yang kemudian pergi keluar negeri tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia, apabila keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan. |
(2) | Orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu: a. Green Card, b. identity card, c. student card, d. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia diluar negeri, e. surat keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau f. tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat. |
Pasal 9
Yang dimaksud menggunakan berada pada Indonesia bagi Subjek Pajak orang eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a nomor 1), nomor 3), & Pasal 4 ayat (1) merupakan Subjek Pajak orang eksklusif berdasarkan keadaan yang sebenarnya berada di dalam wilayah negara Republik Indonesia pada suatu ketika.
Pasal 10
Jangka ketika 183 (seratus delapan puluh 3) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal tiga ayat (1) huruf a nomor 2) ditentukan menggunakan menghitung lamanya Subjek Pajak orang langsung berada pada Indonesia, yg keberadaannya pada Indonesia bisa secara terus menerus atau terputus-putus, & bagian dari hari dihitung penuh 1 (satu) hari.
Pasal 11
Subjek Pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 3) dalam hal:
a. | Subjek Pajak orang pribadi menunjukkan niatnya secara tegas untuk bertempat tinggal di Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:
lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh tiga) hari atau kontrak/perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih 183 (seratus delapan puluh tiga) hari. | ||||
b. | Subjek Pajak orang pribadi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau memperoleh tempat yang disediakan oleh pihak lain. |
Pasal 12
(1) | Orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan merupakan subjek pajak luar negeri. |
(2) | Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap merupakan subjek pajak dalam negeri apabila tidak memiliki atau tidak dapat menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). |
(3) | Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan dengan pekerjaannya di luar Indonesia dan penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia. |
(4) | Dalam hal orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. |
Pasal 13
(1) | Subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan orang pribadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) menjadi subjek pajak luar negeri sejak meninggalkan Indonesia. |
(2) | Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak terakhir dalam statusnya sebagai subjek pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. |
(3) | Bagi subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling lambat saat meninggalkan Indonesia. |
Pasal 14
Subjek Pajak badan yg didirikan pada Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) alfabet b merupakan badan sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana sudah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, tidak termasuk bentuk usaha permanen, yang pendirian atau pembentukannya:
a. berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia,
b. didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, atau
c. di dalam wilayah hukum Indonesia.
Pasal 15
(1) | Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah Subjek Pajak badan yang: a. mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dalam akta pendirian badan, b. mempunyai kantor pusat di Indonesia, c. mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia, d. mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang melakukan pengendalian, e. pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat keputusan strategis, atau f. pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia. |
(2) | Tempat kedudukan badan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yang sebenarnya. |
Pasal 16
(1) | Subjek pajak luar negeri dapat menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam hal mempunyai tempat kedudukan manajemen yang berada di Indonesia. |
(2) | Tempat kedudukan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat kedudukan manajemen yang menjalankan kegiatan/operasi perusahaan sehari-hari atau secara rutin yang tidak melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat strategis. |
(3) | Dalam hal tempat kedudukan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan atau tempat membuat keputusan yang bersifat strategis, subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1). |
(4) | Tempat kedudukan manajemen efektif yang terdapat dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dapat diartikan sebagai tempat: a. keputusan manajemen dan komersial yang signifikan dibuat, atau b. pengurus membuat keputusan untuk kepentingan badan. |
Pasal 17
Saat berakhir dan saat dimulainya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak pada negeri dan subjek pajak luar negeri sebagaimana diatur pada Pasal 2A Undang-Undang PPh diterapkan kepada Subjek Pajak selesainya status Subjek Pajak orang langsung atau badan ditentukan dari ketentuan dalam Pasal 3 & Pasal 4.
Pasal 18
Dalam hal orang pribadi atau badan adalah subjek pajak dalam negeri menurut negara kawan/jurisdiksi kawan P3B & subjek pajak pada negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, status subjek pajak orang langsung atau badan dimaksud ditentukan berdasarkan ketentuan pada P3B yg terkait.
Pasal 19
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku semenjak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini menggunakan penempatannya pada Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada lepas 28 Desember 2011
DIREKTUR JENDERAL
ttd
A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001