Teori Keibaan Hukum Pidana di Indonesia
Teori Keibaan Hukum - Perkembangan hukum pada Negara Indonesia yang sangat bergerak maju khususnya hukum pidana ternyata nir disertai menggunakan pengetahuan/ pendidikan aturan yang dinamis jua bagi rakyat awam.
Sehingga akan menjadikan menciptakan kebingungan dalam memaknai aturan pidana.
Sebagai contoh, terdapat pola pada sebagian warga umum selama ini apabila seseorang telah ditangkap oleh Pihak Kepolisian telah niscaya dan tentu orang itu terbukti bersalah.
Apalagi sudah diajukan kedalam persidangan oleh Jaksa/ Penuntut Umum, si Terdakwa tinggal menunggu saja berapa vonis berdasarkan Hakim.
Padahal hal tersebut adalah keliru, kalaulah anggapannya demikian tentu pihak polisi tidak usah repot-repot menangkap tersangka untuk diajukan ke Jaksa/ Penuntut Umum.Dan Jaksa/ Penuntut Umum tidak usah pula repot-repot menghadirkan Terdakwa ke persidangan.
Cukuplah pada Institusi Kepolisan & Kejaksaan waktu seseorang ditangkap yaa pribadi dieksekusi saja langsung masuk kedalam Lembaga Pemasyarakatan (LP).
Baca juga: Ancaman Pidana Bagi Pelaku Penghinaan, Penistaan dan Memfitnah
Teori Keibaan Hukum
Selain itu sebagian masyarakat pula terdapat beranggapan bahwa terhadap pelaku narkotika atau korupsi, dll haruslah dieksekusi berat tidak boleh ringan apalagi hingga dibebaskan.
Begitu jua terhadap korban pemerkosaan, terhadap korban pembunuhan, pelakunya harus dihukum berat tidak boleh ringan.
Apalagi dibebaskan terlebih jikalau korbannya merupakan anak-anak atau seorang yg kurang bisa atau orang yatim piatu.
Kebalikannya pula adalah sebagian masyarakat jika pelaku tadi adalah seseorang nenek-nenek atau kakek-kakek yg mencuri atau pelakunya sanggup menciptakan simpati masyarakat maka kalau bisa jangan dihukum lebih baik dibebaskan.
Dari dua gosip tadi diatas ternyata ada keibaan.
Menurut kamus akbar bahasa Indonesia, keibaan merupakan rasa pilu; rasa terharu; rasa sedih; rasa rawan; rasa belas kasihan.
Artinya ketika secara umum dikuasai masyarakat memiliki rasa belas kasihan atau terharu terhadap pelaku atau korban maka keibaan akan muncul dan itu akan mampu mengenyampingkan tujuan aturan atau malah kebalikannya itu akan mencapai tujuan hukum.
Baca juga: Mengapa Hukum Bisa Tumpul Keatas dan Tajam Kebawah?
Apalagi pada negara ini menganut sistem demokrasi, merupakan suara terbanyak itu lah yang menjadi pegangan & acuan.
Misalkan begini: ada 10 orang anggota DPRD, 9 orang mengusulkan dibentuk tempat tinggal bordir sedangkan 1 orang nir putusan bulat.
Sesuai kebiasaan kesusilaan apalagi kebiasaan agama tentu 1 orang yang tidak sepakat adalah yang sahih akan tetapi karena dinegara demokrasi dia kalah suara & yang menang adalah 9 orang tadi.
Sehingga karena beliau kalah bunyi dibangunlah tempat tinggal bordir tadi.
Baca juga: Pelaku Melakukan Tindak Pidana Namun Tidak Dipidana
Kembali lagi dengan Teori Keibaan Hukum diatas, pertanyaan selanjutnya merupakan apakah teori keibaan itu juga digunakan sang para aparat penegak aturan?? (RizalF)