Pengertian Fabel, Sejarah dan Contohnya
Pengertian Fabel - Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fabel yang berasal dari bahasa Inggris fable adalah cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang.
Fabel merupakan dongeng yang ditokohi binatang peliharaan dan binatang liar, seperti binatang menyusui, burung, binatang melata (reptillia), ikan, dan serangga. Binatang-binatang itu dalam cerita jenis ini dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia (Danandjaja, 2002, h.86).
Dengan demikian dongeng hewan menyimbolkan binatang dalam setiap ceritanya, dimana binatang - binatang itu memiliki tabiat misalnya insan, berbicara, & berakal budi. Seolah-olah hewan itu hidup & memiliki kebudayaan rakyat.
Walaupun fabel atau dongeng hewan termasuk karya sastra, namun ada beberapa perbedaan yaitu: sifat cerita jenaka & kebanyakan ditujukan buat anak-anak sebagai akibatnya alur cerita mulai dari awal, titik titik puncak sampai akhir cerita berisi pesan moral baik dan selalu diakhiri secara damai, baik-baik tanpa kekerasan. Dongeng fabel nir mengandung unsur-unsur magis, imajinasi dan angan-angan (seperti pada mite & legenda). Namun, lebih mengedepankan kefaktualan supaya pesan moral dapat dipahami anak-anak. Itulah penjelasan singkat mengenai pengertian fabel. Untuk menelusuri kehadiran fabel dapat diketahui melalui sejarahnya berikut ini.
Sejarah Fabel di Indonesia
Kemunculan dongeng binatang (fabel) di Indonesia nir tanggal berdasarkan sejarah perkembangan Indonesia dimasa lampau, dimana agama Hindu-Budha sebagai kepercayaan mayoritas waktu itu. Sugiarto (2009) berpendapat bahwa:
Fabel awalnya timbul di India, pengarang fabel memakai tokoh binatang sebagai pengganti insan, atas dasar kepercayaan bahwa binatang bersaudara menggunakan manusia. Adapun tujuan dongeng fabel ini buat memberi nasehat secara halus (secara ibarat) kepada Raja Dabsyalim, Raja India masa itu. Raja tadi memerintah secara zalim kepada rakyatnya. Sehingga rakyat menciptakan nasehat untuk rajanya menggunakan bercerita yang menggunakan binatang sebagai tokohnya, dimana apabila nasehat itu jika ditunjukkan pribadi pada raja, maka warga tersebut akan mendapatkan ancaman menurut raja.
Bertepatan dengan masuknya agama Hindu-Budha ke Indonesia, maka fabel masuk kesustraan Melayu Lama Indonesia dan berkembang pada zaman tersebut. Ini dibuktikan oleh salah satu peneliti Dixon, menurut Dixon (seperti dikutip Danandjaja, 2002) dongeng tokoh penipu sang Kancil terdapat di Indonesia pada daerah-daerah yang paling kuat mendapat pegaruh Hinduisme, yang erat hubungannya dengan kerajaan Jawa Hindu dari abad VII sampai dengan abad XIII. Hipotesanya diperkuat dengan bukti-bukti bahwa dongeng sang Kancil juga terdapat di Melanesia dan Asia Tenggara ke Timur, yang tidak mempunyai hubungan dengan kebudayaan Hindu. Baca pula: pengertian dongeng dan ciri-cirinya.
Menurut Sir Richard Windsted (misalnya dikutip Danandjaja, 2002) bahwa pada abad II Sebelum Masehi dalam suatu Stupa pada Barhut Allahabad India telah diukirkan orang adegan-adegan dongeng hewan (fabel) yg asal berdasarkan cerita kepercayaan Budha, yg terkenal menjadi Jatakas.
Berdasarkan rekonstruksi Windsted, dongeng hewan itu menyebar keluar India, bukan saja kearah barat menuju ke Afrika, namun pula kearah timur menuju ke Indonesia dan Malaysia bagian barat. Bukti-bukti yang dikemukakan Windsted telah memperkuat hipotesisnya bahwa persamaan dongeng- dongeng di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia), Afrika dan India merupakan sebagai akibat difusi, bukan adalah inovasi yang berdiri sendiri ( independent invention ), atau penemuan sejajar ( parallel invention). Selanjutnya masuknya agama Islam pada abad XIII bersamaan dengan ikut masuknya goresan pena Arab (Kristantohadi, 2010), warga pribumi mulai menggunakan budaya tulis & dipakai secara menyeluruh. Oleh karena itu, dongeng hewan (fabel) ditulis menggunakan bahasa Arab dan diubah berdasarkan cerita-cerita Hindu menjadi bentuk hikayat pada Islam, menggunakan tujuan buat menyebarluaskan kepercayaan Islam pada kalangan pribumi.
Salah satu contohnya yaitu Hikayat Khalilah & Daninah. Hikayat ini merupakan sebuah terjemahan berdasarkan bahasa Arab. Meskipun demikian, karya sastra ini bukanlah karangan asli pada bahasa Arab, melainkan sebuah terjemahan berdasarkan bahasa Persia. Karangan dalam bahasa Persia ini merupakan terjemahan dari bahasa Sansakerta. Karya ini adalah deretan fabel karya Baidaba, seorang filsuf yang hidup dalam abad ke-tiga masehi, nama asli karya tadi yaitu Karna dan Damantaka (Sugiarto, 2009, h.18).
Dalam suatu kebudayaan, binatang - hewan itu umumnya terbatas dalam beberapa jenis. Di Eropa (Belanda, Jerman, dan Inggris) binatangya merupakan rubah (fox) yg bernama Reinard de Fox. Di Amerika tokoh binatangnya kelinci, & pada Indonesia binatangnya merupakan pelanduk (kancil) yang sering diberi nama si kancil (Danandjaja, 2002, h.86).
Dalam setiap cerita niscaya terdapat lawannya sama halnya pada dongeng hewan (fabel), nir semua hewan memiliki sifat-sifat yang baik tetapi ada pula tokoh hewan yg memilik sifat pandir, yg selalu sebagai lawan sang tokoh utama, pada Indonesia tokoh itu merupakan harimau. Dalam dongeng binatang (fabel) Indonesia, tokoh yang paling terkenal adalah sang Kancil, tokoh binatang licik ini didalam ilmu folklor & antropologi diklaim dengan istilah the trickster atau tokoh penipu.
McKean (seperti dikutip Danandjaja, 2002) telah mencoba mengulas dongeng kancil dengan mempergunakan dua macam pendekatan, yakni: pertama historis-difusionis, dan strukturalis. Menurut McKean metode ini dapat mengungkapkan hipotesis watak bangsa Indonesia (lebih khusus lagi orang Jawa). Metode difusionisme dapat menerangkan asal dongeng sang kancil, tetapi tidak dapat menerangkan bagaimana dongeng-dongeng itu berhubungan dengan kebudayaan setempat. Untuk dapat mengerti fenomena itu McKean telah mencoba mencarinya dengan bantuan metode analisis strukturalis. Dengan metode strukturalis ini, dapat diketahui kepribadian folk Jawa, yang mendukung dongeng sang kancil. Dimana masyarakat Jawa dalam mengasuh anaknya mempergunakan dongeng sang kancil, untuk menanamkan nilai- nilai yang terkandung didalam dongeng itu ke dalam benak anak-anaknya. Karena kancil mewakili tipe ideal orang Jawa (Melayu - Indonesia) sebagai lambang kecerdikan yang tenang dalam menghadapi kesukaran, selalu dapat dengan cepat memecahkan masalah-masalah yang rumit tanpa banyak ribut dan emosi.
Demikian penjelasan untuk memahami pengertian fabel dan sejarahnya termasuk contoh-contoh fabel yang hadir dan dikenang hingga saat ini. Semoga bermanfaat.