Pengertian dan Prinsip Dasar Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu penyitaan yg dilaksanakan oleh pengadilan & mengeksekusi seluruh harta kekayaan debitor demi kepentingan para kreditor bersama.

Sedangkan dari Victor M. Situmorang dan Hendri Sukarso : Kepailitan adalah suatu penyitaan generik atas semua kekayaan debitor buat kepentingan kreditor secara beserta-sama.

Pailit hanya mengenai kekayaan dan tidak mengenai pribadi dari orang yang dinyatakan pailit (debitor). Faillisement adalah suatu usaha bersama  untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang berpiutang secara adil.

Pengertian Kepailitan ditegaskan dalam UU No. 37 Tahun 2004 menjadi ?Sita umum atas seluruh harta kekayaan debitor?. Sebelumnya pada PERPU No. 1 Tahun 1998 jo UU No. 4 Tahun 1998, pengertian kepailitan berkaitan menggunakan kondisi-kondisi kepailitan & tidak ada pengertian yang bersifat definisional.

Pengertian & Prinsip Dasar Kepailitan

Pengertian & Prinsip Dasar Kepailitan

Jadi kepailitan adalah eksekusi massal yg ditetapkan dengan keputusan hakim, yg berlaku dan merta, dengan melakukan penyitaan umum atas seluruh harta orang yg dinyatakan pailit, baik yg terdapat dalam ketika pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, buat kepentingan seluruh kreditor, yang dilakukan dengan supervisi pihak yg berwenang, sehingga sesungguhnya kepailitan tertujuan buat :

  • Mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditor secara perorangan.
  • Ditujukan hanya mengenai harta benda debitor, bukan pribadinya. Jadi debitor, tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum di luar hukum kekayaan.

Sebagai perbandingan dalam Australian Bankrupcy Law, tujuan kepailitan dinyatakan : When a person is unable to pay her or his debts and is in a hopeless financial position, the law should enable proceedings to be taken, either by the debtors  or by a creditor, so that most kinds of the debtor’s property can be taken and used to pay the creditors in proportion to the amounts owed to each of them.

Sesungguhnya forum kepailitan merupakan suatu sistem yang mengatur bagimanakah aturan wajib bertindak manakala seseorang debitor tidak bisa membayar hutang-hutangnya, & bagaimanakah pertanggungjawaban debitor tadi, dalam hubungannya dengan harta kekayaan yang masih atau akan dimilikinya.

Dilakukan penyitaan secara massal dimaksudkan untuk menghindari para kreditor bertindak sendiri-sendiri, agar seluruh kreditor memperoleh manfaat berdasarkan harta kekayaan debitor pailit, dengan cara dibagi dari perimbangan hak tagihan atau tuntutan mereka masing-masing.

Lembaga kepailitan merupakan wujud dari aplikasi ketentuan pasal 1131 jo 1132 KUH Perdata. Dalam Pasal 1131 KUH Perdata ditentukan bahwa semua harta kekayaan debitor baik benda beranjak atau tidak berkiprah, baik yg kini juga yang akan diperolehnya menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya. Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata memilih bahwa benda-benda dimaksud sebagai agunan bagi para kreditor secara bersama-sama hasil penjualan benda-benda tersebut dibagi antara kreditor beserta-sama berdasarkan perbandingan atau imbangan tagihan-tagihan mereka, kecuali diantara para kreditor tadi terdapat alasan-alasan buat diistimewakan (didahulukan) secara sah berdasarkan hukum.

Putusan pernyataan pailit wajib dilakukan oleh Pengadilan (Hakim) yg berwenang buat menjatuhkan pernyataan pailit (sekarang hakim Pengadilan Niaga). Oleh karena itulah aturan kepailitan mempunyai karakter menjadi hukum publik bukan hukum privat. Walaupun kepailitan berawal menurut Pasal 1131 KUH Perdata, tidaklah berarti bahwa ketentuan aturan kepailitan mempunyai sifat menjadi aturan privat. Sebab ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, sekalipun harus diakui merupakan ketentuan hukum perdata, sinkron doktrin lantaran merupakan bagian dari buku ke 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan ketentuan yg bersifat memaksa (baca : publik) & tidak dapat disimpangi, sekalipun atas kesepakatan para pihak.

Sisi aturan perdata formil berdasarkan forum kepailitan melahirkan hukum program perdata yang mengatur proses penjatuhan pailit, & inilah yg menegaskan karakter aturan publik menurut hukum kepailitan. Sebab, hukum acara perdata merupakan bagian dari aturan public. Secara teoritis, oleh karena aturan kepailitan bersifat publik, maka dieperlukan suatu peraturan yg naratif bagi setiap langkah proses permohonan pernyataan pailit. Akibat dijatuhkan putusan pailit, maka demi aturan telah terjadi sita umum (massal) atas semua harta kekayaan debitor. Konsekuensinya, bahwa sita individu yg diletakkan sebelumnya atas harta kekayaan debito otomatis terangkat. Tetapi yg perlu dipahami dengan dijatuhkannya pailit, si pailit tidak memiliki kewenangan lagi melakukan tindakan kepengurusan & pemilikan atas harta kekayaannya. Tetapi kepailitan hanya menyangkut tentang kepengurusan harta kekayaannya & bukan perkara kewenangan pribadinya. Artinya, si pailit permanen cakap buat melakukan perbuatan hukum diluar hukum kekayaan. Kepailitan nir menghilangkan sama sekali wewenang si pailit buat melakukan pengurusan & pemilikan harta yang berhubungan dengan pribadinya sebagaimana disebutkan pada Pasal 22 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan PKPU. Dan tindakan-tindakan yang membawa dampak-akibat aturan atas harta kekayaan si pailit, hanya bisa dilakukan sang kurator yg ditunjuk hakim dalam putusan pailit.

Dalam Penjelasan Umum UU No. 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa terdapat tiga (tiga) alasan lahirnya UU Kepailitan, yaitu:

  1. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya pada debitor;
  2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya;
  3. Untuk menghindari kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa prang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan. Selain itu, debitor mungkin saja dapat melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya kepada para kreditor.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam masalah kepailitan adalah penggunaan istilah insolvency yang sering dipersamakan dan dipertukarkan pemakaiannya dengan bankrupcy. Sesungguhnya, penggunaan istilah tersebut perlu diluruskan. Kata insolvency dalam sistem hukum Common Law berbeda maknanya dengan kata insolvensi yang berasal dari istilah Belanda “insolventie” , yang digunakan dalam sistem hukum kepailitan Indonesia. Pada Common Law System insolvency artinya sama dengan bankrupcy, “namun istilah insolvency digunakan bagi badan hukum atau company, sedangkan bankruptcy digunakan khusus terhadap  individu”. ) Sedangkan, insolvency dalam pengertian hukum kepailitan Indonesia adalah mengandung makna keadaan berhenti membayar, yang terjadi setelah rapat verifikasi para kreditor setelah adanya putusan pernyataan pailit. Makna teknis insolvensi sesuai ordonansi kepailitan tahun 1905 sebenarnya adalah suatu periode setelah dijatuhkannya putusan kepailitan yang tidak diikuti dengan perdamaian (accord) diantara para kreditornya ataupun perdamaian telah ditolak dengan pasti.

Jadi pada sistem aturan Anglosaxon atau Common Law, insolvensi itu terjadi sebelum dijatuhkan putusan pailit, sedangkan dalam sistem aturan Civil Law (Eropa Kontinental) insolvensi itu terjadi setelah kepailitan.

Bahwa kepailitan atau bankrupcy menurut hukum Inggris (Common Law System) senantiasa didahulukan menggunakan keadaan tidak bisa membayar (insolvent) dimana keadaan insolvent tadi wajib terlebih dahulu dinyatakan oleh pengadilan (judicial declaration) buat dapat dimintakan pernyataan keadaan pailit (banckrupt) sang pengadilan.

Setelah debitor dinyatakan pailit oleh putusan hakim Pengadilan Niaga, maka debitor nir dapat & tidak boleh lagi mengurus harta kekayaannya, sehingga pengurusan harta kekayaannya tadi dilakukan sang kurator dan diawasi oleh Hakim Pengawas. Tetapi dalam sistem Hukum Kepailitan Indonesia sebagaimana diatur pada Pasal 10 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 selama proses pemeriksaan kepailitan berlangsung sebelum dijatuhkannya putusan pailit dapat diangkat kurator ad interim.

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2