Berharap Pilkada DKI Jakarta Cepat Berakhir
Sungguh Pilkada kali ini begitu poly menguras energi, pikiran, emosi & uang.
Apalagi buat Pilkada DKI Jakarta, begitu poly kejadian-kejadian besar yg menguras hati & pikiran.
Tentu semua bukan tanpa alasan, Khusus Pilkada DKI, yang seharusnya sebagai barometer Pilkada seluruh Indonesia, masih ada poly sekali pro & kontra yang terjadi.
Tentunya, pro & kontra ini tidak akan terjadi, apabila masing-masing pihak bisa menahan diri & mengendalikan ucapan.
Semua bermula di kepulauan seribu, Basuki Tjahya Purnama atau yg biasa disapa AHOK, pada kunjungan kerjanya tentang budi daya ikan, tanpa berpikir panjang menafsirkan alqur-an khususnya surat al maidah ayat 51, yang mana bukan merupakan kapasitasnya dalam menilai dan menafsirkannya.
Seperti kita ketahui, AHOK bukanlah orang yg beragama Islam, jadi apa yang dilakukan sang AHOK ini, sudah melampaui batas & kewenangannya.
Berharap Pilkada DKI Jakarta Cepat Berakhir
Apalagi ketika itu, program yg dihadirinya nir terdapat hubungannya sama sekali dengan PILKADA dan siar Agama atau dakwah. Jadi jelaslah sudah apa yg dilakukan AHOK ini, sudah melanggar kebiasaan-norma dan batasan-batasan toleransi beragama yg selama ini selalu dijaga oleh bangsa ini.
Melihat peristiwa yg terjadi hingga waktu ini, bagi sebagian orang dapatlah dipahami dan dimaklumi atas apa yg dilakukan sang AHOK ini.
Semua yang diucapkan sang AHOK ini nir lain & nir bukan adalah kekhawatirannya atas kekalahan yg akan dihadapinya apabila seluruh orang Islam, khususnya umat Islam Jakarta mengikuti & mengimani ayat ini sebagaimana mereka mengimani dan mengikuti ayat-ayat al qur an yang lain tentang larangan-larangan yg diajarkan oleh Kitab umat Islam ini.
Untuk itu, AHOK melempar bola panas ini, lantaran AHOK sadar kekalahan niscaya dihadapinya sebagaimana Pilkada Gubernur Kepulauan Bangka Belitung beberapa tahun silam.
Dengan sengaja melakukan atau mengungkapkan apa yang dianggapnya menjadi suatu halangan baginya pada memenangi pilkada DKI kali ini, dan tentu saja AHOK sadar akan konsekuensi yg akan diterimanya, yakni akan dipidana atas tuduhan Penistaan Agama.
Semua ini dilakukan AHOK nir lain & nir bukan merupakan buat memecah belah persatuan umat Islam Indonesia, khususnya umat Islam DKI Jakarta.
Karena itu, pada setiap kesempatan AHOK selalu mengait-ngaitkan dan menyambung-nyambungkan atas tuduhan Penistaan Agama yg menimpanya berkaitan dengan Pilkada.
Hal ini dilakukan untuk menarik simpati umat Islam Jakarta, dan juga untuk menciptakan bimbang umat Islam Jakarta yg dalam hatinya terdapat keragu-raguan atas apa yang disampaikan sang Tuhan mereka dalam kitab suci mereka.
Begitu pula pada setiap kesempatan kampanyenya, selalu mengait-ngaitkan dan menyinggung-nyinggung umat Islam, dengan menciptakan suatu framing pada masyrakat bahwa siapa saja yang mengimani dan meyakini Al qur-an terkhusus tentang surat yg menyangkut menentukan pemimpin muslim, disebut & dianggap menjadi Kelompok Islam Radikal, kelompok Islam Garis Keras, yang menginginkan permusuhan dan membenci perdamaian.
Apa yg dilakukan AHOK ini sangatlah berbahaya, karena selama ini, Bangsa Indonesia dikenal sebagai Bangsa yg damai, Bangsa yg Toleran, & Bangsa yg manunggal.
Dan celakanya lagi, karena AHOK didukung sang partai penguasa waktu ini dan pula adalah mantan wakil gubernur dari orang yang berkuasa dinegeri ini, sepak terjang AHOK & pengikut-pengikutnya ini seolah-olah kebal hukum, tidak tersentuh hukum.
Kalau mau amanah, semua umat Islam ketika ini hanya menginginkan keadilan, sebagaimana keadilan sudah ditegakkan atas beberapa model masalah penistaan kepercayaan yang terjadi sebelumnya.
AHOK ini begitu kuatnya, orang-orang yang melindunginya begitu akbar impak dan kekuasaannya, entah itu menurut para Penguasa besarta indera-alat kekuasaannya misalnya POLRI dan lembaga pemerintah lainnya, atau menurut para pengusaha-pengusaha akbar yg menguasai semua sendi perekonomian di negeri ini.
Atas ulah AHOK ini, sebagaimana kita ketahui, semakin poly bermunculan para perobek kebhinnekaan, para penista-penista agama lainnya, dan semakin banyak juga bermunculan orang-orang yg mencedirai kebersamaan dan persatuan bangsa yang sudah terjaga selama ini.
Sebut saja contoh masalah Komika Ernest Prakasa, Steven yg menghina Gubernur NTB menggunakan sebutan TIKO, yang merupakan ANJING & BABI atau bisa singkatan menurut Tikus Kotor atas orang pribumi.
Hal ini benar-benar sangat berbahaya, sangat-sangat berbahaya & mengancam persatuan & kesatuan bangsa dan mengancam toleransi beragama yang sudah terbangun & terjaga selama ini.
Celakanya lagi, Kepolisian yg seharusnya menjadi penjaga & pengayom rakyat seolah-olah buta dan tuli. Begitu banyak model perkara penistaan dan penghinaan serta ujaran kebencian yang bermunculan yang menyerang umat Islam Indonesia, mereka Polisi ini seakan-akan nir mengetahuinya, seakan-akan itu bukanlah hal besar , & nir perlu dikhawatirkan. Sungguh apa yang dilakukan lembaga kepolisian ini sangat melukai hati umat Islam Indonesia.
Seandainya saja penghinaan dan ujaran kebencian itu dilakukan sang umat Islam, mereka polisi ini akan bergerak cepat, seolah-olah yg terjadi itu adalah sebuah aksi terorisme. Lantaran setiap peristiwa besar yang menyangkut perbuatan sang umat Islam, akan selalu dianggap menjadi aksi terorisme sang aparat kepilisian. Tapi bila yang terjadi itu menimpa umat Islam, misalnya insiden terbakar dan meledaknya sebuah mobil dan terdapat nya 2 kendaraan beroda empat tersisa yg tidak sempat meledak ditempat dimana umat Islam sedang melakukan pengajian & dakwah, mereka polisi ini diam, mereka polisi ini bisu, mereka mereka polisi ini tuli, dengan entengnya mereka katakan "ITU HANYALAH KEBAKARAN MOBIL BIASA, TIDAK PERLU DIBESAR-BESARKAN". Sungguh ucapan yg menyesakkan & menyakiti hati umat Islam pada Indonesia ini.
Umat Islam Indonesia, waktu ini seharusnya patut diapresiasi dan diberikan penghargaan tertinggi, atas apa yg menimpa mereka waktu ini, atas perlakuan-perlakuan yang sangat tidak adil dari pihak penguasa dan alat-alat penegak hukumnya, mereka umat Islam Indonesia masih tetap sabar, masih permanen menjaga kebhinnekaan & persatuan bangsa. Saat ini, umat Islam Indonesia hanya dapat berharap keadilan yang mereka damba-dambakan selama ini bisa terwujud.
Semoga Pilkada kali ini cepat berakhir, dan terkhusus Pilkada DKI Jakarta, semoga mendapatkan seorang Pemimpin baru, seseorang Gubernur baru, yg menyayangi rakyatnya, dan dicintai rakyatnya. Serta Gubernur yg mempunyai etika & norma kesopanan serta mempunyai jiwa & semangat yg dapat merekatkan seluruh elemen rakyat. Dapat membawa kehidupan rakyat Jakarta yg adil & makmur, tentram, hening, manunggal, dan kebhinnekaan yang sudah terjaga akan semakin terjaga sang Gubernur DKI Jakarta yang baru nanti.