Apa itu Konvensi, Rekonvensi, Eksepsi, dan Provisi ?

Awambicara.Id - Rekonvensi diatur pada Pasal 132a HIR yang maknanya rekonvensi merupakan gugatan yg diajukan tergugat sebagai somasi balasan terhadap somasi yg diajukan penggugat kepadanya.

Konvensi, Rekonvensi, Eksepsi, & Provisi

apa itu konvensi rekonpensi eksepsi dan provisi

Dalam penjelasan Pasal 132a HIR disebutkan, sang karena bagi tergugat diberi kesempatan buat mengajukan somasi melawan,

Artinya buat menggugat kembali penggugat, maka tergugat itu tidak perlu mengajukan tuntutan baru, akan tetapi cukup menggunakan memajukan gugatan pembalasan itu bersama-sama dengan jawabannya terhadap somasi lawannya, M. Yahya Harahap mengungkapkan didalam bukunya yakni "Hukum Acara Perdata mengenai Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan".

Konvensi, Rekonvensi, Eksepsi, & Provisi

Rekonvensi

Jadi Rekonvensi adalah somasi kembali berdasarkan tergugat terhadap penggugat tanpa wajib mengajukan tuntutan baru, atau somasi baru akan tetapi relatif menggunakan mengajukan somasi pembalasan beserta-sama dengan jawaban terhadap gugatan lawan. Dengan demikian, maka somasi awal atau somasi asli menurut Penggugat dapat juga dianggap dengan Konvensi.

Konvensi

Kata Konvensi ini memang jarang digunakan dibandingkan menggunakan istilah Gugatan, karena kata Konvensi baru akan dipakai bila terdapat gugatan Rekonvensi yakni somasi balik tergugat terhadap penggugat. Yahya Harahap menjelaskan dalam bukunya, kita dapat menemukan bahwa waktu penggugat berasal (P) digugat pulang oleh tergugat (T) maka gugatan P diklaim somasi konvensi & gugatan kembali T dianggap somasi rekonvensi.

Eksepsi

Masih Menurut Yahya Harahap pada bukunya "Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilandanquot;, eksepsi secara umum berarti dispensasi, akan namun pada konteks aturan acara, bermakna tangkisan atau bantahan yg ditujukan pada hal-hal yang menyangkut kondisi-syarat atau formalitas somasi yg menyebabkan somasi nir bisa diterima. Tujuan pokok pengajuan eksepsi yaitu agar proses pemeriksaan dapat berakhir tanpa lebih lanjut mengusut utama masalah. Eksepsi diatur pada Pasal 136 HIR.

Provisi

Juga masih dari Yahya Harahap dalam bukunya menjelaskan bahwa somasi provisi merupakan permohonan pada hakim, agar ada tindakan ad interim mengenai hal yg nir termasuk pokok masalah, misalnya melarang meneruskan pembangunan di atas tanah konkurensi atau yg diperkarakan dengan ancaman membayar uang paksa. Apabila dikabulkan, maka disebut menggunakan putusan provisionil. Dan putusan provisionil merupakan keliru satu jenis berdasarkan putusan sela.

Di dalam penjelasan Pasal 185 HIR disebutkan putusan provisionil yaitu keputusan atas tuntutan supaya di pada interaksi utama perkaranya & menjelang pemeriksaan utama masalah itu, ad interim diadakan tindakan-tindakan pendahuluan buat kefaedahan salah satu pihak atau ke 2 belah pihak. Keputusan yang demikian itu banyak dipakai di dalam pemeriksaan singkat.

Sistem Pemeriksaan Gugatan Konvensi & Gugatan Rekonvensi

Pengaturan mengenai sistem inspeksi penyelesaian gugatan kesepakatan dan rekonvensi diatur pada Pasal 132b ayat tiga Herziene Inlandsch Reglement (HIR).

Terdapat dua (2) sistem pemeriksaan penyelesaian, yaitu:

1. Gugatan Konvensi dan Rekonvensi diperiksa dan diputus sekaligus pada satu putusan.

Sistem ini merupakan aturan generik yang menggariskan proses pemeriksaan dan penyelesaian gugatan konvensi dan rekonvensi, menggunakan kondisi:

  • Dilakukan secara bersamaan dalam satu proses pemeriksaan, sesuai dengan tata tertib ber acara yang digariskan undang-undang, yaitu adanya keterbukaan hak untuk mengajukan eksepsi, jawaban, replik, duplik, pembuktian dan konklusi baik pada konvensi dan rekonvensi. Proses pemeriksaan dituangkan dalam satu berita acara yang sama.
  • Selanjutnya, hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dalam satu putusan, dengan sistematika:
  1. Penempatan uraian putusan konvensi pada bagian awal, meliputi dalil gugatan konvensi, petitum gugatan konvensi, uraian pertimbangan konvensi dan kesimpulan hukum gugatan konvensi.
  2. Kemudian, uraian gugatan rekonvensi yang meliputi hal-hal yang sama dengan substansi gugatan konvensi.
  3. Amar putusan sebagai bagian terakhir, terdiri dari amar putusan dalam konvensi dan dalam rekonvensi.
Penerapan sistem yang demikian, sesuai dengan penyelesaian setiap perkara kumulasi. Oleh karena itu, harus diselesaikan secara bersamaan dan serentak dalam satu proses pemeriksaan yang sama, dan dituangkan pula dalam satu putusan yang sama di bawah nomor register yang sama dan pengucapan putusan dilakukan pada waktu dan hari yang sama pula.

Dua. Diperbolehkan dilakukan proses pemeriksaan secara terpisah

Pengecualian tata cara inspeksi konvensi dan rekonvensi secara bersamaan & serentak, pula diatur dalam Pasal 132b ayat 3 HIR, menggunakan penerapan sebagai berikut:

a. Pemeriksaaan dilakukan secara terpisah tetapi dijatuhkan dalam satu putusan.

- Jika antara konvensi dan rekonvensi sahih nir mengandung koneksitas sebagai akibatnya dilakukan perlakuan inspeksi yg sangat berbeda dan berlainan, yaitu:

1. Boleh dilakukan pemeriksaan yg terpisah antara konvensi & rekonvensi.

2. Masing-masing inspeksi dituangkan dalam liputan acara sidang yg berlainan.

3. Cara proses inspeksi:

  • Proses pemeriksaan gugatan konvensi dituntaskan terlebih dahulu, namun penjatuhan putusan sampai selesai pemeriksaan gugatan rekonvensi.
  • Menyusul penyelesaian pemeriksaan gugatan rekonvensi.
4. Penyelesaian akhir dijatuhkan dalam satu putusan dengan register nomor perkara yang sama.

5. Diucapkan dalam ketika & hari yag sama.

B. Pemeriksaan dilakukan secara terpisah dan diputuskan pada putusan yang tidak sama

Pada sistem ini, meskipun secara teknis yustisial angka registernya sama menggunakan kode kesepakatan & rekonvensi, terdapat 2 (dua) putusan yang terdiri menurut putusan konvensi dan putusan rekonvensi.

Masing-masing penggugat kesepakatan & rekonvensi bisa mengajukan banding terhadap putusan yg bersangkutan. Tenggang saat buat mengajukan banding tunduk pada ketentuan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 yaitu 14 (empat belas) hari menurut lepas putusan dijatuhkan atau 14 (empat belas) hari dari tanggal putusan diberitahukan.

Adapun dasar alasan kebolehan melakukan inspeksi secara terpisah antara konvensi dan rekonvensi, tidak dijelaskan pada undang-undang, dan sepenuhnya diserahkan pada evaluasi pertimbangan hakim.

Namun, alasan yang dipercaya rasional secara umum adalah bila antara keduanya tidak terdapat keterkaitan yg erat, sebagai akibatnya memerlukan penyelesaian & penanganan yg terpisah.

Iklan Atas Artikel

Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel1

Iklan Bawah Artikel2